NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dark Romance
Popularitas:31k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 : Obsesi Gila

...•••Selamat Membaca•••...

Hujan gerimis turun tanpa suara, menetes perlahan melalui celah atap gedung tua yang hampir runtuh. Bangunan itu tersembunyi di balik rimbunnya hutan, jauh dari jalur manusia. Dindingnya retak, dipenuhi lumut dan bekas terbakar. Bau apek, debu, dan sisa darah yang sudah mengering sangat menyesakkan.

Lampu gantung tunggal berayun di langit-langit tanpa fungsi dan bergemerincing. Tali listriknya melilit seperti ular yang menggantung nyawa.

Di tengah ruangan kosong, Maula duduk bersandar pada tiang beton besar. Tangannya diikat kabel plastik yang mengerat hingga kulitnya mengelupas. Darah menempel di lengan, wajahnya pucat. Bibir pecah, tubuh lemah, tapi matanya belum padam.

Ia membuka mata pelan. Kepalanya berdenyut hebat dan pandangannya kabur sebentar sebelum kembali fokus pada ruangan.

Langkah sepatu terdengar dari lorong panjang di luar pintu besi yang terbuka setengah.

Duk… duk… duk…

Langkah berat. Teratur. Perlahan.

Pintu terbuka penuh. Mavros berdiri di ambang pintu dengan tubuhnya yang tinggi, jaket kulit masih basah karena hujan. Rambut hitamnya berantakan, mata tajamnya menatap tanpa kedip.

Ia membawa gelas air dan sepotong roti, itu di dapatkan dari anak buahnya yang telah datang dengan helikopter.

Tanpa bicara, Mavros berjalan pelan ke arah Maula, duduk bersila tepat di depan Maula.

“Kau pingsan cukup lama, sayang,” katanya pelan.

Maula diam dengan tatapan tajam.

Mavros mengulurkan segelas air. “Minumlah.”

Maula tak bergerak, membuat Mavros mendesah. “Maula… aku tidak ingin menyakitimu.”

Gelas tetap diangkat. Maula akhirnya menoleh dan menatapnya dingin.

“Kenapa kau lakukan ini?”

Mavros tak langsung jawab. Ia meletakkan gelas di lantai, lalu duduk tegak, menyatukan jari-jarinya.

“Aku melihatmu pertama kali di aula fakultas. Kau duduk sendiri, membaca, dan menjawab pertanyaan profesor dengan sangat indah. Tak ada yang mendekatimu. Kau seperti dunia yang tertutup. Dan aku… ingin menjadi orang yang membukanya.”

Maula menarik napas pelan.

“Orang pertama? Bodoh, Rayden orang pertama yang membuka dunia itu,” ucapnya datar dengan senyum remeh.

Mavros tersenyum kecil, tapi matanya tetap kosong.

“Aku menyelamatkanmu dari dunia yang tidak pantas memilikimu, dia mafia, sangat berbahaya untukmu. Kau terlalu bersinar untuk dibiarkan menyatu dengan mereka.”

Suasana sunyi beberapa detik. Hanya suara tetesan air dan napas pendek Maula saja yang terdengar.

Dari balik pintu, Anna muncul. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat, dan matanya sayu. Ia berdiri bersandar di dinding, tangan memegang pisau kecil. Tidak mengarahkannya pada siapa pun, hanya menggenggam saja.

“Dia tak akan mencintaimu, Mavros,” ujar Anna pelan.

Mavros menoleh sedikit, wajahnya tetap datar. “Dia akan mengerti. Butuh waktu.”

Anna tertawa pendek. “Kau pikir Rayden akan diam saja?”

“Rayden tak tahu tempat ini dan kita akan segera pergi.”

Maula menunduk. Di dalam, hatinya dipenuhi amarah dan ketakutan yang saling bertabrakan.

Anna mendekat, berdiri di belakang Mavros. “Kau tidak bisa menyembunyikannya lebih lama, Rayden orang berkuasa dan kau bukan apa-apa Mavros.”

Mavros berdiri perlahan. Ia menatap Anna dengan pandangan tajam. “Kalau kau tak tahan, kau bisa pergi atau mati.”

Anna menatapnya lama, lalu tersenyum kecil. “Aku tetap di sini. Aku ingin melihat bagaimana obsesimu runtuh oleh Maula, istri kesayangan sang mafia.”

Anna lalu pergi begitu saja, meninggalkan suara derit pintu.

Mavros kembali ke Maula. Ia berjongkok, menatap Maula dari dekat.

“Aku tahu kau membenciku. Tapi aku mencintaimu, Maula. Sudah lama. Kau hanya belum tahu bagaimana rasanya dibutuhkan dengan cara ini.”

Maula menjawab lirih, “Itu bukan cinta, Mavros. Itu penyakit.”

Mavros tersenyum, tapi kini matanya bergetar sedikit. Dia mengusap rambut Maula perlahan. Gerakannya lembut, tapi dingin dan terlalu tenang.

“Aku akan membuatmu percaya padaku. Tak peduli berapa lama. Kita akan hidup bersama dan anak yang kau kandung akan aku anggap seperti anakku sendiri.”

Lalu dia bangkit, mengambil rantai logam dari sudut ruangan, dan menguncikannya ke tiang dan pergelangan Maula. Ia mengganti kabel plastik dengan rantai besi.

Lebih berat dan lebih permanen.

“Mulai malam ini, kau tak akan ke mana-mana,” bisiknya.

Maula menggertakkan gigi. Tubuhnya gemetar, tapi matanya tetap menyala.

“Aku sangat yakin kalau Rayden ada di sini, hatiku mengatakan hal itu dan aku bisa merasakannya,” lirih Maula.

Mavros berdiri di dekat jendela pecah yang tertutup kawat berkarat, menatap ke luar. Hujan berubah dari gerimis menjadi deras dalam hitungan menit. Angin menderu membawa dedaunan basah beterbangan. Petir menyambar di kejauhan, disusul oleh dentuman guntur yang memekakkan telinga.

Helikopter yang sebelumnya membawa logistik kini terpaksa diparkir jauh di tempat terbuka yang landai, sekitar 3 kilometer dari gedung tua itu. Pilotnya, seorang pria berwajah keras bernama Kenth, menghubungi Mavros melalui radio genggam.

Suara radio berderak kasar, nyaris tertelan suara hujan deras.

“Mavros, kami tak bisa lepas landas malam ini. Angin terlalu kencang. Visibilitas nol. Jika kami paksa naik, kami bisa jatuh menabrak pohon. Kau tahu hutan ini bukan tempat yang bisa kami navigasi dalam badai seperti ini.”

Mavros menggenggam radio erat, rahangnya mengencang.

“Berapa lama?” tanyanya datar.

“Paling cepat besok pagi. Jika cuaca stabil.”

Mavros menutup transmisi tanpa menjawab. Suaranya tak menunjukkan kemarahan, namun matanya menyimpan ribuan ledakan sunyi. Ia tahu, waktu yang seharusnya mempercepat rencana pelarian dan persembunyian kini menjadi duri yang menusuk balik. Setiap detik mereka tetap di gedung itu adalah peluang bagi Rayden untuk menemukannya.

Ia memutar tubuh, menatap Maula yang masih duduk dengan tubuh lemah tapi penuh perlawanan. Rantai besi membatasi geraknya, tapi tidak semangatnya.

Anna kembali muncul, kali ini membawa selimut tipis dan dua senter kepala.

“Kau dengar,” katanya singkat sambil meletakkan senter di meja reyot dekat pintu. “Cuaca buruk. Kita terjebak. Kau seharusnya pikirkan ulang semua ini, Mavros.”

“Aku sudah memikirkannya sejak bertahun-tahun,” jawab Mavros tanpa menoleh.

“Lalu kenapa kau tampak begitu panik sekarang?”

Mavros berjalan ke arah meja, mengambil peta dan menekannya ke dinding. Ia menyisir jalur pelarian yang mereka siapkan: jalur darat menuju titik jemput kedua di utara hutan. Tapi jalanan berlumpur, pohon tumbang, dan sungai yang meluap akan menghambat semua rute.

“Kalau Rayden masuk ke hutan malam ini,” kata Anna pelan, “dia tak akan menyerang langsung. Dia akan mengelilingi kita. Menunggu. Menghancurkan dari luar.”

Maula memperhatikan percakapan mereka dalam diam. Ia tak tahu di mana Rayden berada, tapi firasatnya semakin kuat. Rayden pasti sudah mencium jejak mereka. Dan badai ini bukan sekadar cuaca buruk, itu adalah peringatan alam sebelum kekacauan.

Malam merayap cepat, menyelimuti gedung tua itu dalam gelap. Listrik tidak menyala. Lilin menyala dengan nyala pendek, digerogoti angin dari celah-celah kayu lapuk.

Di atap, angin mendesing keras. Satu bagian seng roboh dan menghantam lantai dengan suara dentang keras, membuat Maula refleks menunduk.

Mavros menatap langit-langit dengan rahang mengeras.

“Kalau helikopter tak bisa digunakan, kita jalan kaki besok pagi. Kita potong jalur sungai,” katanya.

Anna tertawa sinis. “Dengan perempuan hamil dan cuaca seperti ini? Kau tak akan membawa apa-apa selain mayatnya sendiri.”

Mavros mendekat, menatap Anna tajam. “Kalau kau berniat menggagalkan ini, jangan pikir aku tak akan meninggalkanmu di sini.”

“Aku tak peduli,” balas Anna. “Tapi kau harus tahu, obsesi membutakanmu. Dan Rayden, dia tidak akan datang seperti pahlawan. Dia datang seperti peluru. Tanpa peringatan dan langsung menghancurkan kita.”

Mavros kembali duduk di dekat Maula. Ia menatapnya lama, lalu menggenggam tangan Maula meski tangan itu bergetar menolak.

“Kita akan pergi dari sini. Entah besok atau setelah badai ini selesai.”

Maula menatap balik, dingin dan tajam. “Aku akan pergi dari sini. Tapi bukan bersamamu, dengan suamiku.”

Plak! Satu tamparan sukses membuat pipi Maula kebas.

Malam makin dalam.

Dan di kejauhan, terlalu jauh untuk didengar oleh telinga biasa, seekor burung besar terbang rendah, panik meninggalkan hutan.

Rayden sudah masuk wilayah itu dan badai hanyalah pembuka bagi kehancuran yang akan datang.

...•••Bersambung•••...

1
Latoya
hebat
Frizzy Danuella
Wow amazing thor
Frizzy Danuella
Angkat aku jadi cucumu juga nena
Blade Haruna
Akhirnya hukuman mereka ditetapkan juga, ini nih yg gue suka. Satu masalah selesai baru datang masalah baru, bukan malah belibet yg bikin pala gue makin pusing
Zenia Kamari
Confess sekarang apa gue cepuin lo
Zenia Kamari
gue nonis, tpi gue suka banget sama karya religi kakak ini
Zayana Qyu Calista
sungkem gue ama lo kak
Zayana Qyu Calista
Gue kebagian cucu angkat juga gpp deh, asal neneknya kayak eliza ini
Rihana👒
Saya support kalau memang sofia sama advait
Rihana👒
Begini kalau dapat cinta yang setara, mereka saling jaga
Rihana👒
Thor, bikin novel religi versi kamu lagi dong, saya mau baca dan jangan lupa untuk ilmu pengetahuannya. Ditunggu ya thor (sangat berharap)
Pesillia Lilian
asik tuh klau advait sama Sofia, bakalan besty selamanya Maula
Pesillia Lilian
Author terniat
Miyoji Sweetes
Ngomong jgn dlam hati Advait, ngomong langsung elaahh
Miyoji Sweetes
Seniat itu ya thor🔥🔥🔥
Cherry Berry
Advait kalo gak gercep ya alamat bakalan patah hati
Pedri Alfonso
ini keren banget
Putri vanesa
Kk berapa lama smpe bisa bikin cerita ini sereal mungkin, entah ini memang real life or imagination aku pribadi bukan kyak ngebaca dosng tpi kyak udah nnton ceritanya langsung dalam byang2an fikiran aku, karena emang sedetail itu ceritanyaaa, ini mah kudu di jdiin film sih rame bnget soalnya
Sadohil: setuju banget
Zenia Kamari: Terbaik ini karya
total 5 replies
🐱Pushi Cat🐱
Keren, gak pernah gagal kakak ini masalah detail, baik kedokteran, agama maupun hukum. Pantesan penulis pada bilang kalau menulis bukan hanya tentang merangkai kata
Putri vanesa
SemangatAdvait kita dukung dirinu dan Sofia menuju jannah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!