NovelToon NovelToon
Daisy

Daisy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Kriminal dan Bidadari / Chicklit
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Inisabine

Hidup Singgih yang penuh kegelapan di masa lalu tanpa sengaja bertemu dengan Daisy yang memintanya untuk menjadi bodyguard-nya.


Daisy
Penulis: Inisabine
Copyright Oktober 2018

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inisabine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

"Bohong?" Rolan tampak gusar.

"Aku nggak kayak kamu yang kang tipu-tipu."

"Kita perlu bicara."

Rolan melepaskan tangan pacarnya yang menggelayuti manja lengannya. Ia tak mampu menutupi kegusarannya. Pandangnya sempat melirik ke Singgih sebelum berjalan keluar kedai.

"Tunggu di sini," pinta Daisy pada Singgih, lalu jalan mengikuti Rolan.

Mereka bicara di depan dinding kaca perpus Coffee Taste. Rolan tampak sesekali melempar pandangnya ke dalam kedai untuk mengamati Singgih.

"Di mana kamu kenal dia?" sambar Rolan seketika Daisy berhenti di belakangnya.

Daisy mengesiap kaget. "Urusanmu apa?"

"Kamu tahu dia orang yang seperti apa?"

"Memangnya dia orang yang seperti apa? Nggak usah sok perhatian, deh. Kenal situ emangnya?"

Bibir Rolan bergetar ingin membuka suara, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Tangannya mengepal geram.

"Jangan percaya apa yang dia omongin."

"Kamu kenal dia?" suara Daisy berubah ingin tahu.

"Dia orang yang berbahaya."

"Bahaya gimana?"

"Cari tahu aja sendiri." Rolan menyeringai senyum sinis, lalu pergi meninggalkan Daisy.

Daisy terdiam bingung. Ia melempar pandang ke dalam dinding kaca dan melihat Singgih berjalan keluar menghampirinya.

Tubuh Daisy bergeming. Di mana kepercayaan dirinya lima menit lalu saat ia menggandeng lengan Singgih?

"Kamu kenal Rolan?" Daisy langsung melempar tanya setibanya Singgih berdiri di depannya.

"Dia bilang apa?"

"Katanya, aku harus mencari tahu tentang kamu."

"Hanya itu?"

Tatap Daisy menajam. "Ada yang kamu sembunyikan?"

"Kamu sudah tahu rahasia terbesarku, kan?"

"Mantan napi."

Kepala Singgih menoleh ke kiri-kanan sekadar memastikan tak ada orang yang mendengar ucapan Daisy barusan. Ia tak mau lagi dipandang hina saat mereka mengetahui siapa dirinya.

"Mau maksi di mana? Akan kuantar."

Dan, sepanjang perjalanan―di tengah macet dan seliweran motor dengan jaket-jaket berwarna hijau yang memadati sisi jalan―tak ada suara yang mengeluar dari mulut cerewet Daisy. Diam seribu kata. Hanya terdengar suara dua DJ radio yang saling bersahutan memecah keheningan di dalam mobil.

"Yakin kamu nggak kenal Rolan?"

"Dia sendiri bilang kenal aku nggak?" Singgih tetap memfokuskan pandangannya pada jalanan di depan.

"Dari kata-katanya sepertinya dia kenal kamu."

Singgih tertawa hambar. "Mana mungkin orang sepertiku kenal orang sepertinya. Mungkin memangnya?" kepalanya menoleh sekilas ke Daisy, lalu kembali ke depan.

Daisy melempar pandang ke luar jendela mobil. Dalam sesaat kepercayaannya yang semula seratus persen―bagai dalam sebuah game―di mana seluruh garis kepercayaannya kini menurun tajam. Jikalau si brengsek Rolan mengenal Singgih... bukankah Singgih juga masuk dalam lingkaran brengsek? Atau mungkin... tidak?

Kepala Daisy menggeleng kecil. Ia tak boleh asal menduga. Hanya saja―mendadak ia jadi membenarkan ucapan Gendis mengenai kecurigaannya pada Singgih.

Bagaimana... seandainya Singgih berada di sana bukan suatu kebetulan, melainkan karena sudah berencana dengan dua penculik itu. Bisa jadi Singgih dikirim untuk mendekatinya; setelah mendapatkan kepercayaannya; maka Singgih dan komplotannya itu akan menculiknya lagi!

Tangan Daisy bergemetar teringat Singgih pernah menanyainya mengenai uang tebusan.

Daisy mengambil ponsel, lalu gegas masuk ke ruang obrolan: The Princess. Anggotanya hanya tiga orang. Mereka menamai grup kekanakkan itu karena: Daisy yang berharap akan bertemu dengan pangeran hatinya; Sofie yang punya nama sama seperti tokoh Princess Sophia; dan, Gendis yang keturunan putri bangsawan.

Princess_Daisy:

Girls. Sepertinya hari ini adl hari terakhirku...

Lima detik kemudian datanglah balasan dari Sofie dan Gendis.

GendisMakTiri:

Apaan nih maksudnya? Jgn bikin parno deh!

SofieArtisBeken:

Buat episod selanjutnya ya?

Princess_Daisy:

Aku minta maaf kalau ada salah kata dan perbuatan.

SofieArtisBeken:

Dai, loe kenapa?

SofieArtisBeken:

Kok jadi kayak salam perpisahan gini.

GendisMakTiri:

Dai, kamu dimn?

GendisMakTiri:

Jgn bikin kita takut gini!

GendisMakTiri:

DAI!!! Aku telpon sekarang!

Daisy dikagetkan dengan dering panggilan video grup. Ia melirik sekilas ke arah Singgih yang tengah menyetir.

Panggilan itu masih berdering. Sejenak ragu mengangkat panggilan tersebut. Kalau diangkat mereka akan langsung mencecar, tapi kalau ditolak mereka akan terus menerornya sepanjang harian ini.

"Kenapa nggak diangkat?"

Singgih yang bertanya dalam keramahan kini terdengar menakutkan di telinga Daisy. Seakan suara itu mengandung kejahatan yang tersembunyi.

Panggilan itu berhenti sejenak, lalu berdering lagi.

"Kalau itu rahasia, aku bisa pinggirkan mobilnya. Kamu bisa menerima teleponnya."

Singgih menyalakan lampu sen, meminggirkan mobilnya ke sisi kiri, lalu memarkir di pinggir jalan―di dekat rumah makan nasi uduk. Singgih tidak bercanda karena laki-laki itu benaran turun dari mobil dan membiarkan Daisy menerima telepon.

Panggilan itu masih berdering. Daisy mengangkat cepat panggilan tersebut. Wajah Gendis langsung terpampang nyata di layar, yang disusul Sofie dengan gulungan rambut di poni.

"Dai, di mana? Maksudmu apaan tadi?" panik Gendis.

"Kamu sakit, Dai? Aku antar ke dokter pribadiku. Dia ganteng lhoo, Dai."

"Sof, bukan waktunya buat bercanda, ya!" Gendis dalam layar mengangkat sutil.

"Gue nggak bercanda," bantah Sofie. "Mungkin teman kita lagi kesepian. Gara-gara kelamaan jomblo. Heh, minggir tangan lo, nutupin!" omelnya pada asistennya yang sedang merias wajahnya.

Gendis mengabaikan Sofie, lalu kembali ke Daisy dengan cemas. "Ada yang nyulik kamu lagi? Siapa? Laporin ke polisi."

 Daisy tercenung mendengar rentetan kalimat panik bersahutan dari Gendis dan Sofie. Lalu melempar pandang ke arah Singgih yang tengah berdiri di dekat kios kecil, kemudian pandangnya kembali pada layar yang menampilkan wajah dua sahabatnya.

 "Hari ini adalah hari terakhirku... tinggal di Kemang."

Napas berembus kelegaan menguar dari mulut Gendis dan Sofie, setelah tadi keduanya berpikiran yang tidak-tidak mengenai chat Daisy.

"Pindah apartemen?"

"Atau nyari apartemen yang lebih luas yang bisa kalian tempati bareng." Sofie seperti biasa selalu menduga-duga di luar nalar Gendis.

"Sof, please, deh. Jangan racuni pikiran Princess Daisy!"

"Dia udah gede. Udah bisa nentuin langkahnya sendiri."

"Tapi kalau langkahnya salah, kita wajib mengingatkannya."

Daisy tersenyum tipis. Dirinya selalu berada di tengah perdebatan antara Sofie dan Gendis.

Dua sahabatnya ini bagai dua sisi kutub yang sangat bertolak belakang. Sofie ibaratkan sisi setan, sementara Gendis ibaratkan sisi malaikat. Sofie dengan pola pemikiran yang bebas dan sangat terbuka dengan dunia luar. Berbeda dengan Gendis yang lebih konservatif; terikat; dan mempertahankan tradisi yang ada. Bukan berarti Daisy tak punya pendirian, karena dari cara pandang dua sahabatnya itulah, kadang Daisy mengambil keputusannya.

"Nanti kutelepon lagi. Daah."

Daisy mengakhiri sambungan video grup. Matanya kembali mengamati Singgih yang kini tampak begitu asyik mengobrol dengan abang parkir.

Lima menit berlalu... dan Daisy hanya membiarkan Singgih tetap berdiri di sana. Bingung.

Apa mungkin karena ia terlalu lama menjomblo―seperti yang dikatakan Sofie bahwa ia kesepian―makanya ia memasukkan Singgih ke apartemennya tanpa mencari tahu latar belakang laki-laki itu terlebih dahulu.

Daisy menyugar rambut. Tampak menyesali tindakannya.

Ugh. Akal sehatnya terkontaminasi hanya karena Singgih pernah menyelamatkannya dan langsung berpikiran bahwa Singgih adalah orang baik pula.

Bagaimana kalau Singgih benaran mantan napi? Kasus pembunuhan? Mendadak keringat dingin mulai membasahi keningnya. Dan, sekarang jantungnya berdegup kencang. Bukan karena jatuh cinta, tetapi karena takut.

Oh, harusnya ia mendengarkan Gendis.

Seorang gadis kecil―mungkin sekitar tujuh tahun―berlari mengejar temannya. Gadis kecil itu―mungkin tersandung konblok yang mencuat atau terjerembab tali sepatunya sendiri―terjatuh tepat di depan Singgih. Melihat gadis kecil itu menangis, pastilah gadis kecil itu terluka.

Mata Daisy terus mengamati semua yang dilakukan Singgih pada gadis kecil itu. Dimulai dari membantu gadis kecil itu berdiri, lalu membeli sesuatu di kios kecil itu.

Daisy masih mengamati Singgih yang sedang membersihkan luka di telapak tangan gadis kecil itu dengan air mineral, lalu merekatkan plester. Rasa-rasanya tak mungkin Singgih hanya berpura-pura baik demi mengambil kepercayaannya. Tapi bagaimana kalau ia salah tentang pemikirannya ini?

Tak mau banyak berpikir yang tidak-tidak. Daisy mencari nama seseorang dalam kontak teleponnya, lalu menekan nomor tersebut. Suara seorang laki-laki di seberang sana terhubung.

"Bisa aku minta bantuanmu?"

"Tentu aja. Mau menyelidiki siapa?"

"Namanya Singgih Yogaswara. Akan kukirimkan fotonya."

    *

1
elica
wahhh keren bangettt🤩🤩
mampir di ceritaku juga dong kak🤩✨
elica
hai kak aku mampirrr🤩✨
Inisabine: Haii, makasih udah mampir 😚✨
total 1 replies
US
smg aksyen baku hantam /Good//Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!