NovelToon NovelToon
SENORITA PERDIDA

SENORITA PERDIDA

Status: tamat
Genre:Misteri / Cintapertama / Mafia / Percintaan Konglomerat / Tamat
Popularitas:36.4k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Series #2

Keputusan Rayden dan Maula untuk kawin lari tidak semulus yang mereka bayangkan. Rayden justru semakin jauh dengan istrinya karena Leo, selaku ayah Maula tidak merestui hal tersebut. Leo bahkan memilih untuk pindah ke Madrid hingga anaknya itu lulus kuliah. Dengan kehadiran Leo di sana, semakin membuat Rayden kesulitan untuk sekedar menemui sang istri.

Bahkan Maula semakin berubah dan mulai menjauh, Rayden merasa kehilangan sosok Maula yang dulu.

Akankah Rayden menyerah atau tetap mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Rayden meluluhkan hati sang ayah mertua untuk merestui hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 : Ravello, Italy

...•••Selamat Membaca•••...

Italia menyambut Maula dan Rayden dengan matahari yang hangat dan angin laut yang membawa aroma garam, lemon, dan melati yang tumbuh liar di sepanjang jalan setapak.

Dari jendela jet pribadi yang mendarat di Napoli, Maula melihat pantai berbatu yang menjulur dan pegunungan Lattari yang membungkus pesisir Amalfi seperti lukisan Renaisans. Di sinilah mereka akan tinggal selama satu minggu. Ravello, surga tersembunyi di atas laut Tyrrhenian, tempat musisi dan bangsawan bersembunyi dari bisingnya dunia.

Sopir pribadi mereka bernama Gianni, pria tua berjas linen dan sepatu kulit mengilap, menyambut dengan anggukan sopan.

Mobil klasik Lancia Flaminia biru gelap menunggu di luar.

Perjalanan menuju Ravello melewati jalan berliku yang sempit, menempel di tebing dengan pemandangan laut di sisi kanan. Maula, mengenakan kacamata hitam bergaya Jackie Kennedy, menyandarkan kepala di bahu Rayden. Tak ada kata-kata, hanya desir angin dan debur ombak jauh di bawah.

“Kamu lelah?” tanya Rayden yang hanya dibalas gelengan oleh Maula.

Gerbang besi tempa dengan lambang Maximillian Crest terbuka, mereka tiba di Villa La Luminosa, villa pribadi keluarga Eliza yang tersembunyi di balik kebun zaitun, bugenvil ungu, dan pohon lemon yang ditanam sejak abad ke-18.

Dinding batu kapur berwarna madu tampak menua dengan anggun dan jendela-jendela tinggi bergaya Neoklasik membingkai pemandangan laut seperti lukisan mahal.

Butler bernama Lorenzo menyambut mereka di depan pintu berlapis kayu walnut tua. Interior villa bagaikan museum hidup dengan langit-langit melengkung berhias fresko, lantai marmer travertine yang terasa dingin di bawah telapak kaki, dan perabot antik yang masih berkilau meski sudah dua abad usianya.

“Kayaknya Nena udah siapin ini dari lama deh,” tebak Maula sambil menggenggam tangan suaminya.

“Bisa jadi.”

Malam pertama, makan malam disajikan di teras menghadap laut. Meja bundar marmer putih dipenuhi cahaya lilin dan bunga lavender.

Hidangan klasik Italia disajikan oleh chef pribadi yang Elizabeth sewa. Sebuah Risotto al limone, branzino panggang, dan tiramisu lembut yang disiapkan dengan Amaretto tua. Anggur Falanghina yang dituangkan dalam gelas kristal Baccarat.

Maula tak berhenti menatap laut. Langit berubah oranye, lalu ungu, sebelum bintang-bintang muncul satu per satu.

“Dunia ini… seolah berhenti bergerak di sini, aku jadi suka tempat ini karna kamu,” bisik Maula sembari mencolek dagu Rayden dengan genit.

Rayden menyentuh tangan Maula. “Sama, aku juga suka karena kamu.”

Mereka menikmati hidangan itu satu persatu, Maula memejamkan mata ketika Risotto lumer dalam mulutnya, Rayden menuangkan anggur di gelas baccarat untuk dirinya dan Maula.

Sebelum minum, mereka menaikkan gelas dan, “Cheers.” Tegukan demi tegukan dari cairan itu terus lolos ke tenggorokan mereka.

Maula menutup makan malam dengan Tiramisu Amaretto dan sesekali menyuapi Rayden, mereka makan dengan duduk saling berdampingan dan Maula menyandarkan kepalanya di bahu Rayden dengan mesra, membiarkan angin lembut menyapu wajahnya.

...***...

Hari-hari berikutnya berjalan lambat, seperti irama lagu klasik. Mereka mengunjungi Villa Cimbrone yaitu tempat Virginia Woolf pernah menulis.

Di ujung tamannya ada “Terrace of Infinity”, balkon batu menghadap laut, di mana Rayden mencium Maula dengan latar belakang awan dan horizon tak berujung.

Sore hari, mereka naik yatch hadiah pernikahan dari Eliza. Yatch super mewah dengan inisial nama Rayden dan Maula, tentu harganya tak main-main dan kali ini mereka berdua sangat menikmati perjalanan sore di atas Yatch tersebut.

Rayden menyalakan mesin, lalu memeluk Maula dari belakang saat kapal bergerak perlahan keluar pelabuhan Amalfi. Air memercik lembut, angin menerbangkan ujung syal sutra Maula, dan di kejauhan, menara-menara gereja tua terlihat samar di balik kabut jingga.

Malamnya, mereka berlabuh di Positano dan makan malam di La Sponda, restoran dengan ratusan lilin yang menyala, dinding hijau dan meja marmer kecil. Musik mandolin mengalun lembut. Chef menyajikan creamy truffle mushroom pasta.

“Ini rasanya bulan madu diselingi kulineran, haha bisa gemuk aku pulang dari sini,” gurau Maula begitu bahagia melihat makanan tersaji di depan matanya.

“Makan sepuasnya, seberapa gemuk kamu, kamu tetap yang paling cantik.” Maula tersipu malu dan memakan pasta miliknya, sesekali Rayden menyuapi Maula dengan pasta miliknya yang berbeda rasa.

...***...

Setiap pagi dimulai dengan espresso yang disajikan oleh Lorenzo di balkon, bersanding dengan surat kabar cetak yang dikirim langsung dari Roma, dan mawar putih segar di vas porselen kuno. Mereka membaca diam-diam, saling menatap sesekali. Kadang saling bersuara hanya untuk mengomentari berita dunia yang terasa begitu jauh.

Dan kadang, malam dipenuhi hujan. Tapi villa tetap hangat oleh perapian batu yang dinyalakan Lorenzo. Di dalamnya, Rayden membaca puisi dari buku tua itu untuk Maula, dengan suara rendah yang membuat waktu seperti berhenti bernapas.

Di Ravello, cinta mereka tidak meledak dalam gairah, tapi membara perlahan.

Di tempat itu, mereka bukan hanya pengantin baru tetapi simbol dua garis darah yang kini menyatu dalam keheningan mewah yang tak perlu pembuktian.

...***...

Laut Tyrrhenian terhampar tenang malam itu. Solea, yacht mewah, berlabuh jauh dari garis pantai. Tak ada lampu kota. Hanya bintang-bintang yang bertabur di langit seperti berlian lepas, dan laut hitam pekat yang berkilau diterpa bulan.

Di dek atas, lentera gantung dari kuningan antik berayun pelan, memantulkan cahaya keemasan pada linen putih, gelas kristal.

Rayden duduk di sofa kulit krem, kancing bajunya terbuka hingga ke dada, menyisakan kulit yang menghangat oleh anggur dan mata Maula. Di depannya, Maula berdiri mengenakan gaun sutra merah marun tipis dari Milan yang membentuk tubuhnya seperti ukiran. Cahaya lentera menembus kain itu, memperlihatkan siluet tubuhnya yang nyaris telanjang.

Ia melangkah tanpa suara, kakinya telanjang, rambutnya digelung klasik. Anting safir berkilau di telinganya.

Rayden memandang istrinya dalam diam, seperti pria yang sadar bahwa dunia terlalu penuh kebisingan, dan perempuan di depannya adalah satu-satunya hal yang layak disembah dalam senyap.

“You’re dangerous,” bisik Rayden, nadanya berat, serak ketika Maula mulai duduk di pangkuannya. Maula menyeringai samar. “You married me.”

Maula meraih gelas anggur dari tangan Rayden, menyesapnya perlahan, lalu bergerak gelisah di pangkuan Rayden. Gerakannya anggun seperti penari istana.

Tubuhnya duduk namun tangan kirinya menyentuh rambut sang suami yang setengah acak menggoda, tangan kanannya menyentuh dada Rayden, menggores perlahan dengan ujung kuku dan kali ini bukan untuk melukai, tapi menandai.

Rayden menarik pinggang Maula dengan tangan tegasnya, membenamkan wajah di lekuk leher Maula, mencium dengan hasrat tertahan.

Rayden menggigit pelan leher itu, membuat Maula mengeluarkan suara kecil yang manja, nakal, bergairah yang hanya untuk malam seperti ini.

Kain gaun disingkap perlahan. Rayden mencium tubuh istrinya penuh intimidasi. Maula menegakkan tubuh, dan Rayden melepas tali bahu istrinya tersebut, dan gaun itu jatuh seperti tetesan darah sutra ke lantai kapal.

Ia telanjang di bawah cahaya malam dan bulan. Tubuhnya dingin karena angin, tapi mata Rayden membakar.

“Don’t worship me,” kata Maula pelan, hampir tak terdengar di balik wajahnya yang tengah menahan gairah akan sentuhan Rayden.

Rayden mengangkat wajah Maula yang eksotis. “Too late.”

Ia berdiri, lalu menggendong Maula masuk ke dalam kabin belakang, ruangan luas berlapis kayu jati, dengan tempat tidur raja yang dibingkai tiang-tiang ukir bergaya Renaisans. Langit-langit rendah dihiasi lampu kristal kecil dan suara laut masih terdengar dari jendela bulat yang terbuka.

Rayden menjatuhkan Maula ke kasur, tubuhnya mengikuti. Mereka tertawa dengan tawa yang rendah, nyaris seperti desahan. Tawa dua orang yang tahu bahwa malam ini bukan sekadar bercinta.

Maula membisikkan sesuatu ke telinga Rayden, dalam bahasa Spanyol, hanya dua kata. Rayden tak menjawab. Ia membalas dengan bibirnya mulai menyusuri tubuh istrinya perlahan, bagian demi bagian, menyembahnya dengan lidah dan tangan.

Ia mengecup dada ranum itu dengan lembut, lalu mencengkeram pangkal paha dan membuat tubuh Maula melengkung, terbuka. Maula menahan napas, matanya menutup, tangan menyentuh rambut suaminya dan menariknya lebih dalam, lebih dalam, hingga tubuhnya gemetar.

Rayden tahu tubuh Maula lebih baik daripada siapa pun. Ia tahu kapan Maula butuh kelembutan dan kapan Maula ingin dilahap seperti pesta terakhir waktu itu.

Mereka menyatu perlahan tanpa terburu-buru. Rayden masuk ke dalam diri Maula dengan penuh gairah. Maula menggeliat, lalu memeluk tubuh Rayden erat dengan kedua kakinya, tubuhnya mengguncang seiring gelombang kapal dan irama Rayden yang dalam, lambat, lalu cepat, lalu lambat lagi.

“Tell me it’s mine,” bisik Rayden di telinga Maula, suaranya nyaris kasar terbakar gairah saat miliknya masuk sempurna dalam kehangatan milik Maula.

Maula mencakar punggung Rayden, dan dengan napas tercekat menjawab, “It’s only ever been yours.”

Saat klimaks datang, mereka tenggelam bersama bukan dalam ledakan, tapi dalam banjir yang menenggelamkan diri mereka berdua. Maula menggigit bahu Rayden dan Rayden mencium dahinya saat tubuh mereka bergetar dalam keintiman yang suci.

Setelahnya, mereka terdiam lama. Laut masih ada di luar, bulan masih bersinar, dan angin masih membelai tirai linen.

Maula bersandar di dada Rayden, mencoret-coret garis dadanya dengan jari yang lentik.

“One day, we’ll be old,” katanya pelan. “Berkerut, rapuh, dan kita tak akan bisa lagi melakukan ini seperti sekarang.”

Rayden mencium rambut istrinya dengan lembut, memberikan pelukan pada tubuh polos sang istri. “When that day comes, I’ll still undress you in my head.”

Maula tertawa kecil. “Old money. Old bodies. But still… your girl.”

Rayden membenamkan wajah di rambut Maula dan menghirup aroma cherry, “Forever mine,” jawabnya.

...•••Bersambung•••...

...Ampe sini dulu update hari ini ya manteman, lagi sakit soalnya, mataku perih dan panas. Makasih atas dukungan kalian, sayang kalian semua 😘...

1
Putri vanesa
Semoga Maula kuat dan msih aman sma yg lainnya, Ray knpa gk minta tolong papamu dan om axelee
Putri vanesa
Sukaa banget setelah sekian lamaaaa Mauuulaa ❤️❤️
Vohitari
Next, seriesnya seru thor
Pexixar
Lanjut lagi
Miami Zena
Series yg paling ditunggu, mentalku aman kok thor
Sader Krena
Lanjutan ini selalu kutunggu, cepat rilis thor
Flo Teris
Selalu nungguin series nya, btw mentalku aman banget
Cloe Cute
Segerakan series 3 kak, udah gak sabaar aku tuh
Bariluna Emerla
Aku menunggu series 3 kak
Zayana Qyu Calista
Sedih kan kamu Ray, mana istri lagi hamil lagi kamunya berulah. Sekarang Maula hilang malah kelimbungan, cepat rilis yang ketiga kak, udah gak sabar mau baca
Rika Tantri
Puas banget sama pembalasan Maula tapi kesel banget sma Rayden. Udah tau si barabara itu otaknya gesrek, masih aja diikutin
Zayana Qyu Calista
Ditunggu banget nih series 3, yg paling dinanti ini mah. Cepetan kak ya
Arfi
Cepat di rilis kak, gk sabar aku
Arfi
Puas banget sama Maula ih, salah cari lawan kan lo Bar
Hanna
Kamu tuh ceroboh banget tau dak sih Ray, gak bisa baca apa kalo dia pura2
Hanna
Wajar aja Maula ngamuk dan ninggalin kamu Ray, dia ngeliat pergulatan panas kamu sama barbara.
Hanna
Puas banget aku weehh
Hanna
Dia nyoba ngeracau pikiran Maula ini mah
Ranti Zalin
Puas banget ngeliat dia diginiin, mampos
Ranti Zalin
Bikin masalah nih org njirr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!