Seraphine Grey meminta ibu dari Damien Knox untuk menjodohkan mereka berdua karena ia tahu Damien tidak bisa menolak permintaan ibunya. Dari dulu Sera sudah mencintai Damien, namun bahkan hingga tiga tahun pernikahan mereka perasaannya tidak terbalas sedikitpun.
Damien hanya mencintai satu wanita. Saat wanita itu kembali, Damien dengan tega membawanya ke dalam rumah pernikahan mereka. Sera meninggal tragis saat mencoba menjauhkan wanita itu dari Damien.
Tuhan memberinya kesempatan kedua. Sera kembali ke malam pertama pernikahan mereka. Rasa sakit yang Sera dapatkan selama menikah dengan Damien membuat Sera tidak lagi mengemis cintanya. Sera ingin secepatnya pergi namun fakta baru yang didapatkan tentang benang kusut antara Sera, Damien, dan mantan kekasih Damien yang tak pernah terurai membuatnya ragu. Apakah Sera akan tetap pergi atau mengurai misteri yang ada bersama Damien?
✯
Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Pagi itu masih setengah jadi. Matahari baru naik sebatas pagar, embun belum sepenuhnya menguap dari daun-daun di halaman. Di dapur, Sera dengan rambutnya dikuncir asal, tangannya sibuk menuang air panas ke cangkir kopi. Sementara Adelina sedang membuat sarapan berupa telur, bacon, sosis, kacang panggang dan porridge.
Sebenarnya Sera sudah ingin membuat sarapan tadi, namun Adelina memaksa untuk menyiapkan sarapan. Memang sudah menjadi rutinitas Adelina menyiapkan sarapan setiap pagi, bahkan saat Sera masih tinggal di rumah besar Knox juga seperti itu.
“Kamu minum kopi?” Tanya Adelina melirik sekilas, tidak biasanya Sera minum kopi di pagi hari.
“Iya mama.” Jawab Sera, ia kurang tidur tadi malam, karena itu butuh kopi untuk membuatnya tetap terjaga saat bekerja.
“Jangan keseringan, nggak baik buat kesehatan.” Nasehat Adelina sembari membawa sarapan ke meja makan.
Sera ikut membantunya menata sarapan diatas meja, sekilas melirik jam di dinding. Masih ada satu jam lagi sebelum ia berangkat kerja.
Tok. Tok. Tok.
Sera menoleh, alisnya berkerut. Siapa yang datang sepagi ini? Belum ada tetangga yang biasanya berkunjung pagi-pagi.
“kayaknya ada tamu deh, ma. Aku lihat dulu.” Kata Sera, berjalan mendekat ke pintu depan, langkahnya santai sampai ketukan itu terdengar lagi lebih keras seolah tak sabar.
Saat pintu dibuka, udara pagi yang dingin langsung menyusup. Dan di sana, berdiri seorang perempuan dengan mantel tipis warna krem, rambutnya tersisir rapi, wajahnya familiar dengan cara yang membuat dada Sera seketika mengeras.
Aurelia Vale, mantan kekasih Damien.
Sera berkedip, berharap ini hanya salah lihat. Tapi perempuan itu tersenyum kecil, senyum yang selalu menghiasi sosial media Damien, senyum yang sering ia lihat dalam potret besar di papan reklame iklan.
“Kamu…?” mata Sera turun ke perut Aurel yang sedikit besar. Dia beneran hamil.
“Hai, Sera. Damien ada?” Tanya Aurel langsung, tanpa basa-basi.
Sera menelan ludah. Tangannya masih menggenggam gagang pintu, jari-jarinya terasa dingin. Melihat Aurel berdiri di depannya membuat ketakutan Sera kembali. Bayangan malam itu seolah terpampang nyata sekarang.
Kenapa Aurel datang lebih cepat? Dia seharusnya kembali tiga tahun lagi? Apakah membawa Adelina keluar dari rumah besar Knox telah membuat banyak hal berubah termasuk perihal kedatangan Aurel?
“Siapa, Sera?” Karena Sera tidak kunjung kembali ke meja makan, Adelina menjadi khawatir dan menyusulnya ke depan. Wajah ramah dan lembutnya langsung berubah melihat wanita yang berdiri di depan pintu.
“Mama masuk aja,” kata Sera.
“Kamu! Ngapain kamu ke rumah menantu saya pagi-pagi begini?” Tanya Adelina berkacak pinggang.
“Pagi Tante,” Aurel menyapanya dengan santai, sambil tersenyum manis.
“PERGI!” Usir Adelina hendak mendorong Aurel menjauh, tetapi Sera dengan sigap menahannya.
“Udah, Ma. Mama masuk aja, biar aku yang urus.” Sera tidak ingin Aurel memanfaatkan situasi jika sampai Adelina mendorongnya, dia bisa menggunakannya untuk menarik simpati Damien.
Aurel mengamati Sera, ada ketidaksenangan kecil dalam caranya menatap. ‘kenapa perempuan ini tidak sebodoh biasanya?’
“Ada apa berkumpul pagi-pagi di depan pintu?” Suara berat Damien terdengar dari belakang bersamaan dengan derap langkah tegas yang khas.
Adelina dan Sera saling bertatapan, ingin mencegah Damien agar tidak kesini tapi pria itu sudah sangat dekat.
“Damie!” Aurel melambaikan tangannya.
“Mama nggak mau kamu ngomong sama dia ya, Damie. Masuk ke dal–”
“Aurel?” Damien seketika berhenti, tidak menyangka akan melihat Aurel ada disini. Melihatnya tersenyum manis membuat perasaan Damien menghangat, meskipun tahu Aurel sedang hamil anak pria lain, perasaan Damien tetap tidak bisa bohong bahwa ia senang Aurel datang.
Damien sudah mengenakan setelan kerja, rambut coklatnya disisir rapi dan mata birunya menatap Aurel. Penuh kerinduan dan luka.
Sera sudah pernah merasakannya, tetapi merasakan kembali membuat dadanya sesak.
“Kamu masuk. Sekarang,” kata Adelina tegas pada Damien, tanpa menoleh lagi pada perempuan di luar.
Damien ragu sepersekian detik, lalu melangkah masuk sesuai perintah. Seperti biasa, Damien tidak akan menolak permintaan Ibunya. Adelina maju satu langkah, tubuhnya seperti dinding yang sengaja dipasang di antara rumah dan tamu tak diundang itu.
“Maaf,” ujar Adelina dingin, suaranya sopan tapi tak ramah. “Ini bukan waktu dan bukan tempat yang tepat. Kamu seharusnya tidak datang ke sini.”
Perempuan bermantel itu tampak hendak berkata sesuatu, tapi Adelina tak memberinya celah.
“Anak saya sudah berkeluarga,” lanjutnya, nada suaranya mengeras. “Apapun urusanmu, itu sudah selesai sejak lama. Silahkan pergi.”
Sera berdiri diam, menyaksikan semuanya seperti penonton dalam adegan yang terlalu nyata. Damien belum benar-benar kembali ke dalam, menatap Aurel rumit.
Pintu belum ditutup, tapi jarak di antara mereka sudah terasa seperti jurang.
Aurel memberi tatapan singkat yang rapuh dan polos pada Damien yang masih menatapnya. Ia tahu, Damien tidak akan benar-benar bisa lepas darinya, sekalipun Damien sudah menikah dengan perempuan pilihan ibunya.
Adelina menutup pintu dengan keras, lalu menarik tangan Sera kembali ke meja makan.
Di meja makan, Damien tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam sambil menyuap sarapannya dengan wajah malas. Sera meliriknya beberapa kali, jika tidak ada Adelina mungkin Damien sudah membiarkan Aurel masuk, bahkan mungkin sekarang bisa saja mereka bertiga akan sarapan bersama di meja yang sama.
"Mama nggak mau kamu ketemu perempuan itu lagi, Damie. Kamu udah punya istri sekarang." kata Adelina mengingatkan.
"Iya mama,"
Sepuluh menit kemudian mereka selesai sarapan, Damien dan Sera pamit untuk pergi kerja.
"Damien!" panggil Sera sebelum Damien masuk ke mobilnya.
"Ya?" pria itu berhenti, tapi tidak menoleh.
"Apa kamu akan menemui Aurel nanti? Apa–"
"Menemuinya atau bukan, itu bukan urusanmu." Damien memotong dingin, lalu masuk ke mobilnya.
Ia berdiri diam di tempatnya, menatap pintu mobil yang tertutup dengan bunyi pelan. Mesin menyala, lampu belakang menyala sebentar, lalu mobil itu melaju menjauh. Ia tidak melambaikan tangan, tidak juga memanggil. Ia hanya berdiri, menyadari bahwa percakapan tadi berakhir begitu saja, tanpa penjelasan.
"Apa yang kamu harapkan, Sera?" Sera tertawa getir, masuk ke mobilnya. Ia mengemudi dengan pikirannya yang terus berputar pada Damien dan Aurel.
Damien tahu Aurel hamil, tapi dari caranya menatap Aurel, Sera tahu Damien masih menyimpan perasaan yang sangat besar pada Aurel.
Apakah Sera memang harus pergi secepatnya? Jika Aurel kembali lebih cepat, bukan tidak mungkin kematiannya yang akan terjadi tiga tahun lagi juga akan terjadi dalam waktu dekat.
...✯✯✯...
...like, komen dan vote 💗...
kyanya Sera dijebak..😩