Elena hanya ingin menguji. Setelah terbuai kata-kata manis dari seorang duda bernama Rd. Arya Arsya yang memiliki nama asli Panji Asmara. Elena melancarkan ujian kesetiaan kecil, yaitu mengirim foto pribadinya yang tak jujur.
Namun, pengakuan tulusnya disambut dengan tindakan memblokir akun whattsaap, juga akun facebook Elena. Meskipun tindakan memblokir itu bagi Elena sia-sia karena ia tetap tahu setiap postingan dan komentar Panji di media sosial.
Bagi Panji Asmara, ketidakjujuran adalah alarm bahaya yang menyakitkan, karena dipicu oleh trauma masa lalunya yang ditinggalkan oleh istri yang menuduhnya berselingkuh dengan ibu mertua. Ia memilih Ratu Widaningsih Asmara, seorang janda anggun yang taktis dan dewasa, juga seorang dosen sebagai pelabuhan baru.
Mengetahui semua itu, luka Elena berubah menjadi bara dendam yang berkobar. Tapi apakah dendam akan terasa lebih manis dari cinta? Dan bisakah seorang janda meninggalkan jejak pembalasan di jantung duda yang traumatis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Detik-detik Menuju Kehancuran
"Lima... menit!" Panji berbisik, dengan nafas terengah-engah. Darah dari luka tusuknya sudah membasahi lantai, dan wajahnya sepucat kertas. Dia mencoba merangkak ke arah pintu besi, tapi tubuhnya menolak.
Elena melihat timer di console menyala merah terang. Dinding-dinding ruangan server terasa bergetar, seolah gedung tua itu sudah mulai menarik napas terakhirnya.
"Sialan kau, Ratu!" geram Elena. Dia berlari ke pintu besi dan menarik pegangannya sekuat tenaga. Tapi ternyata pintu itu. erkunci. Ratu pasti sudah menggunakan sistem pengamanan darurat gedung.
"Jangan buang-buang energi, Dek Anin!" Panji memanggilnya. "Pintunya anti-bom. Kamu nggak akan bisa membukanya."
Elena kembali ke console utama. Dia harus fokus pada apa yang bisa dikendalikan. Tiba-tiba ia teringat pada virus.
"Aku harus mematikan virusnya dulu, Aa. Kalau nggak, data Asmara Cafe akan hancur, bahkan kalau kita berhasil keluar," kata Elena, jari-jarinya menari di atas keyboard yang disinari cahaya redup console.
"Virus itu cuma umpan, Dek Anin! Ratu sudah mengambil apa yang dia butuhkan. Selamatkan diri kita! Di belakang server utama, ada celah ventilasi udara yang menuju ke tempat pembuangan. Cuma muat untuk satu orang," desak Panji, suaranya dipenuhi rasa bersalah.
Elena menatap. Waktu yang tersisa cuma empat menit lima belas detik.
"Enggak! Aku enggak akan ninggalin Aa Haji sendirian," tolak Elena. "Aa yang udah kasih kunci ini ke aku. Kita hadapi semuanya sama-sama!"
"Dengar Dek Anin, ini perintah!" ucap Panji mulai terbatuk-batuk, dan mengeluarkan darah. "Aku udah janji sama diriku sendiri, aku nggak akan mati karena kesalahan masa lalu. Tapi kalau aku harus mati sekarang, aku harus pastikan kebenaran Renata dan cafe milikku selamat. Ambil console ini!"
Elena melihat ke arah ventilasi sempit yang Panji tunjuk. Itu adalah satu-satunya jalan keluar, tapi terlalu kecil untuk dilewati bersama.
Waktu yang tersisa 3 menit empat detik.
"Nggak ada waktu untuk argumen romantis, Dek Anib! Ayok, cepat akukan!" Panji mencoba bangkit, tapi dia kembali jatuh.
Elena mengambil keputusan. Dia harus percaya pada instingnya dan pada console itu.
Dia mencolokkan flash drive-nya, tempat semua bukti Renata tersimpan. Kemudian, dia menyalin semua file logging dari console Panji ke flash drive itu. Bukti digital bahwa Ratu yang memasang protokol penghancuran ini.
"Sekarang, virusnya!"
Dia menemukan kode virus Asmara_Apocalypse. Dan Itu bukan sekadar virus penghapus data, tappi itu adalah malware yang dirancang untuk memanipulasi catatan keuangan, membuatnya seolah-olah Panji-lah yang menggelapkan dana. Ratu benar-benar ingin menghancurkan Panji secara total, meliputi reputasi, harta, dan nyawa.
Dengan kecepatan kilat, Elena mengetikkan perintah force override. Firewall Panji yang selama ini dianggap lemah ternyata sangat canggih.
Waktu yang tersisa kini tinggal 2 menit lima puluh detik.
"Dek Anin, cepat!" Panji memanggil.
BIP! Layar console berkedip, menampilkan pesan, "Virus removed. Data integrity restored.”
"Berhasil! Datanya aman!" seru Elena. Lega, tapi ledakan tetap menanti.
Dia mencabut flash drive dan Kunci Jaringan.
"Sekarang, kita berdua harus keluar!"
Elena melihat ke sekeliling ruangan server. Ada tabung pemadam api berat di sudut. Ide gila muncul di kepalanya.
"Aa, kamu harus merangkak ke ventilasi itu. Sekarang!"
"Tapi..."
"Nggak ada tapi! Aku akan memberimu waktu!"
Elena menyeret Panji yang keberatan, memaksanya masuk ke lubang ventilasi yang sempit. Panji, dengan luka di perutnya, mendesis kesakitan.
Waktu kini pas tinggal dua menit.
Elena mengambil tabung pemadam api itu. Tabung itu berat, tapi dia harus menggunakannya. Dia ingat bagaimana Panji menggunakan linggis.
Dia mengambil sekantong besar debu dan kotoran yang ada di sudut ruangan dan melemparkannya ke perangkat sensor yang ada di pintu. Itu adalah sensor gerak.
Waktu yang tersisa kini menunjukkan 1 menit 30 detik.
Ratu pasti ada di luar, menunggu dia mati.
Elena kemudian mengikat pintu besi yang terkunci itu dengan tali tebal yang dia temukan di antara kabel server, lalu mengikatkan ujung tali yang lain ke tuas tabung pemadam api.
Dia kembali ke lubang ventilasi. Panji sudah hampir berhasil masuk.
"Apa yang kamu lakukan, Dek Anin?" tanya Panji, matanya memohon.
"Aku cuma memastikan Ratu nggak akan bisa masuk dan menggagalkan pelarian kita," jawab Elena, menyeringai tipis.
Dia mencabut semua kabel listrik yang tersisa di ruangan itu dan memfokuskan semua daya baterai cadangan yang tersisa ke satu device kecil di dekat pintu.
Waktu yang tersisa kini tinggal 30 detik.
"Sekarang, cepat, Dek Anin!" Panji sudah berhasil masuk ke lubang ventilasi.
"Aku akan ikut di belakangmu, Aa!"
Elena merangkak masuk, merasakan bahunya tergores di besi tajam. Dia berhasil masuk, dan kini hanya ada kegelapan, dan suara Panji yang batuk di depannya.
Sepuluh detik sudah berlalu, maka waktu yang tersisa tinggal 20 detik.
Suara dentuman keras terdengar dari ruang server. Kabel yang diikatkan Elena ke tabung pemadam api akhirnya putus karena panas. Tabung pemadam api itu jatuh, dan saat itulah Ratu membuka pintu besi yang dikunci.
Ratu masuk ke ruangan yang kini penuh asap. Dia melihat console mati, data aman, dan ventilasi yang terbuka. Dia melihat Panji dan Elena kabur.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan kalian lolos!" raung Ratu.
Ratu mendekati lubang ventilasi, mencoba melihat ke dalam.
Lima detik kemudian
"Selamat tinggal, Ratu!" teriak Elena dari dalam lubang ventilasi.
Tepat saat timer mencapai nol, Gedung Lama itu tidak meledak.
Sebaliknya, semua sistem keamanan Gedung Lama, termasuk sprinkler otomatis dan alarm kebakaran, menyala dengan kekuatan penuh. Air membanjiri ruang server, memadamkan sisa-sisa api dan asap. Dan karena Ratu berada di dalam, dia basah kuyup, panik, dan terkejut.
Elena hanya memprogram ulang timer penghancuran menjadi timer pemadaman kebakaran, menggunakan protokol keamanan tersembunyi Arya.
"Ratu! Kamu ditangkap!" teriak Elena.
Ratu, yang marah dan basah kuyup, mencoba berlari ke pintu keluar. Tapi di depannya, ada kerumunan polisi yang tiba-tiba muncul. Polisi itu adalah rekan dari pria yang pertama kali datang ke TKP, yang sempat diyakinkan Elena bahwa Ratu adalah pelakunya.
Ratu ditangkap. Bima ditangkap. Panji dan Elena ditarik keluar dari lubang ventilasi oleh tim penyelamat.
Di dalam ambulans, Panji siuman. Dia menatap Elena, dan tersenyum lemah. "Kamu hebat, Dek Anin. Aku tahu kamu pasti bisa."
Elena memegang tangan Panji. "Kita sudah menang, Aa. Semua kebenaran sudah ada di flash drive ini."
Satu jam kemudian, di rumah sakit, setelah Panji menjalani operasi dan stabil, Elena dihubungi oleh Komisaris Handoyo.
"Nona Elena, dokumen yang Nona serahkan ke saya, serta data yang kami ambil dari console Panji, semuanya menguatkan tuduhan terhadap Nona. Ratu dan Bima ditahan. Nona dibebaskan dari semua tuntutan," kata Handoyo, suaranya lega.
Elena seharusnya merasa lega. Tapi dia ingat sesuatu.
Dia menatap flash drive di tangannya. Panji bilang, dia harus membersihkan virus di console. Dia sudah melakukannya, dan dia sudah menyalin logging virus itu sebagai bukti.
Tapi... dia ingat apa yang Ratu katakan, "Aku hanya butuh satu detik, Akang. Satu detik untuk mengambil semuanya."
Saat Elena memasukkan Kunci Jaringan yang berlumuran darah, dan Panji memasukkan chip autentikasi, hanya butuh satu detik untuk console Panji memberikan akses penuh ke jaringan.
Elena membuka flash drive dan memeriksa catatan transfer data. Itu ada di sana.
Meskipun virus Asmara_Apocalypse berhasil dihapus, sebelum timer pemadaman diaktifkan, Ratu Widaningsih Asmara berhasil mencuri satu file kecil dari server utama Asmara Cafe.
Nama file itu, "Arsya_Will_Final_Edited.Pdf.”.
Elena membuka file itu. Itu adalah surat wasiat terbaru Panji, yang diam-diam dia ubah beberapa hari sebelum konfrontasi. Surat wasiat itu mencantumkan bahwa jika Panji meninggal dalam keadaan darurat, seluruh aset mayoritas Asmara Cafe akan diwariskan kepada...
...Kepada seseorang yang dia percayai tanpa syarat, dengan catatan, "Jika penerima warisan terbukti terlibat dalam kejahatan apa pun, aset akan otomatis dialihkan ke penerima kedua."
Dan nama penerima kedua itu adalah Ratu Widaningsih Asmara.
Elena kaget. Panji sangat percaya pada Elena, tapi dia menulis surat wasiat itu sebelum konfrontasi terakhir mereka, sebelum dia tahu Elena jujur!
Elena segera mencari nama penerima pertama. Jantungnya berdebar kencang. Nama itu terpampang jelas Elena Anindya Putri.
Elena menatap layar, terpana. Dia kini adalah pewaris tunggal Asmara Cafe. Tapi Ratu Widaningsih, si dalang utama, sudah mencuri surat wasiat itu.
Dan kini, Ratu Widaningsih Asmara ada di penjara. Dan dia adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa surat wasiat asli Panji sudah diubah sebelum konfrontasi, mencantumkan Elena sebagai pewaris, dan Ratu telah menghapus bagian yang mencantumkan safety clause,syarat kejahatan di salinan yang dia curi.
Elena kini memegang flash drive yang membuktikan dia tidak bersalah, tapi Ratu memegang surat wasiat palsu, yang diubah oleh Ratu yang secara eksplisit mencantumkan Panji mewariskan semuanya kepada Elena tanpa syarat, dan Ratu bisa menggunakannya untuk menuduh Elena telah merencanakan kematian Panji dari awal, demi kekayaan.
Elena Anindya Putri kini adalah pewaris Asmara Cafe, tetapi dia juga adalah target utama Ratu yang kini akan menggunakan kekuasaan Panji sendiri untuk menghancurkan Elena dari balik jeruji besi.