NovelToon NovelToon
RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Selingkuh / Cintapertama
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Barra Ayazzio

Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.

Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Roy

Pagi di rumah Bu Aina di Bandung terasa begitu tenang dan penuh kesejukan. Embun masih menempel di dedaunan halaman, sementara burung-burung kecil bernyanyi di balik pepohonan mangga yang tumbuh di sudut taman. Dari dapur, aroma wangi tumisan sayur dan roti panggang menguar lembut — tanda bahwa rumah besar itu mulai hidup setelah perjalanan panjang dan acara lamaran di Jakarta kemarin.

Raisha terlihat di dapur bersama Bi Murni, asisten rumah tangga yang sudah lama mengabdi di keluarga itu. Dengan rambut dikuncir sederhana dan apron bermotif bunga, Raisha sibuk menata potongan timun di piring kristal, sesekali tersenyum malu ketika Bi Murni menggoda,

"Wah, Neng Raisha sekarang makin jago aja bikin sarapan. Kalau udah gini, Mas Rezky nggak bakal bisa pindah ke lain hati.”

Raisha tertawa kecil, wajahnya bersemu merah. "Ah, Bi Murni bisa aja. Saya cuma bantu sedikit aja biar cepet beres.”

Bu Aina muncul dari kamar dengan penampilan rapi dan anggun seperti biasa. Ia mengenakan daster batik biru muda dan cardigan hangat. Wajahnya berseri-seri, masih membawa sisa kebahagiaan dari lamaran kemarin.

"Wah, pagi-pagi udah ramai aja,” ujarnya sambil tersenyum melihat cucunya sibuk kejar-kejaran.

"Cha, apa yang Jeng Wati bilang itu betul ya, kamu beli rumahnya yang di Kopo?"

"Iya Bu."

"Dari mana kamu punya uang sebanyak itu? Jangan-jangan kalian menggunakan uang Rezky ya untuk membeli rumah itu?" Pertanyaannya tajam bak silet.

"Uang Mas Rezky?? Ibu ada-ada saja, emang gaji dia berapa Bu, sampai sudah bisa membelikan rumah cash seharga milyaran? Icha sama Mas Rezky aja baru nikah 2 tahun. Yang pasti, tidak ada uang Mas Rezky di sana, itu murni dari tabungan kita, tabungan papa, mama, Icha, dan Rico." jawab Raisha sambil menata tumpukan piring di meja makan.

"Uang tabungan kalian? Lucu aja, mamamu itu kan cuma pedagang kue online, sementara ayahmu cuma pegawai rendahan, sementara kamu bukan manager seperti suamimu itu. Mana bisa punya uang sebanyak itu?"

"Iya mama hanya penjual kue online, tapi Alhamdulillah belakangan ini omsetnya sudah banyak, sebulan labanya sudah bisa 2 digit, papa juga Alhamdulillah ada penghasilan, walaupun kecil gajinya selalu utuh, Icha dan Rico juga bisa nabung nyisihin penghasilan kita." Raisha menjelaskan panjang lebar, dia tidak mau dihina lagi. Dia sekarang bertekad untuk selalu membela keluarganya.

"Penghasilanmu berapa sih? Cuma kerja gitu doang."

"Iya Bu, kerja Icha cuma gini-gini doang, santai, cuap-cuap di depan camera, endorse baju, makanan, dll, tapi penghasilan Icha bisa 2 kali lipat dibanding Mas Rezky yang pergi pagi pulang sore, bahkan malam." Raisha menjawab dengan tegas. Bu Aina terpaku mendengar penjelasan Raisha.

"Mana ada kerja gitu doang hasilnya bisa sebanyak itu." Bu Aina ngeyel.

"Ya sudah kalau ibu tak percaya."

Tak lama kemudian, Rizal turun dari kamar dengan wajah sedikit lelah tapi bahagia. Rambutnya acak-acakan, namun senyumnya tetap hangat. Ia langsung menghampiri ibunya dan Raisha. “Pagi Bu, pagi Kak Icha, kopinya harum banget, bikin semangat lagi.”

"Pagi, Nak. Nih, sarapan dulu. Ibu nggak mau kamu cuma minum kopi.”

Sementara itu, Rezky turun sedikit lebih lambat. Ia mengenakan kaus abu dan celana santai, masih tampak mengantuk. Saat matanya menangkap sosok Raisha yang tersenyum, rona lembut muncul di wajahnya — tapi segera sirna ketika ia melihat adiknya duduk sambil membuka pesan dari Nadia di ponsel.

Rezky menarik kursi dan duduk di sebelah Rizal tanpa banyak bicara. Di depannya sudah ada sepiring nasi goreng buatan Raisha yang tampak menggugah selera. “Icha yang masak ini?” tanyanya datar.

Raisha menoleh dan mengangguk pelan, “Iya, bareng Bi Murni, Mas. Coba aja, semoga cocok.”

Rezky hanya tersenyum tipis, "pasti enak lah, kalau kamu yang bikin."

"Kak Icha, nanti ajarin Nadia masak ya." Rizal menatap iparnya.

"Boleh." Raisha mengangguk sambil tersenyum.

"By the way, kemarin Tante Wati bilang Kak Icha beli rumah yang di Kopo ya? Hebat, itu tempatnya strategis lho Kak, Nadia dulu pernah nawarin ke teman, karena ada teman yang mau buka usaha di sana, tapi harganya gak masuk."

"Iya Alhamdulillah dapat tempat di sana. Tempatnya dekat perkantoran dan campus."

"Hebatlah selebgram."

"Ah kamu bisa aja."

Di luar, matahari mulai naik sedikit lebih tinggi, menembus jendela besar ruang makan. Hangat, lembut, dan damai — seperti rumah itu sendiri.

*****

"Alhamdulillah, lamaran kemarin berjalan lancar ya, Nad. Moga nanti nikahan juga lancar." Bu Wati berkata sambil duduk di sebelah Nadia yang saat itu sedang makan rujak.

"Iya semoga, Mi."

"Kamu kok pagi-pagi makan rujak gitu Nad, kayak orang hamil aja."

"Ah ibu ada-ada saja, emangnya orang hamil aja yang boleh makan rujak?" Nadia menjawab cuek, padahal dia kaget atas pertanyaan ibunya itu.

"Nggak sih, cuma aneh aja. Biasanya kan kamu gak terlalu suka rujak."

"Ini lagi pengen aja, Mi."

"Tapi kamu kok pucat gitu Nad, sakit?"

"Nggak Mi, hanya sedikit capek aja."

"Iya istirahat aja, jangan sampai sakit menjelang hari H."

"Ya Mi."

"Mbak Nadia, itu dari tadi Hpnya bunyi terus, sepertinya ada yang nelepon." Mbok Darmi asisten rumah tangga di rumah Nadia berkata.

"O iya, makasih Mbok, nanti aku angkat." Nadia berkata sambil menuntaskan makan rujaknya.

"Mi, Nadia angkat telepon dulu." Katanya pada maminya. Maminya hanya mengangguk sambil menatap putrinya khawatir.

Setelah mengelap mulut dan mencuci tangannya, Nadia langsung ke kamarnya. Dia menyangka pasti Rizal yang menghubunginya, siapa lagi? Tapi dia kaget pas melihat panggilan telepon yang jumlahnya banyak itu ternyata dari Roy, teman dia bersenang-senang selama di Canada.

"Gila, Si Roy, ngapain dia muncul? Hubungi dia nggak ya? Kalau gue block malah ntar dia nyariin gue terus. Udah ah gue bilang aja kalau gue mau merit." Nadia berkata dalam hati. Oleh karenanya, dia langsung menghubunginya.

"Halo Roy, ada apa? Kok Lu berkali-kali menghubungi gue?

"Aduh, babyyyyy, Lu ke mana aja? Gue sampai senewen gini, dari tadi menghubungi Lu." Terdengar suara keras dari seberang.

"Ya ada lah, kenapa Lu menghubungi gue?" Nadia berkata ketus.

"Lho pertanyaannya kok gitu? Gue kangen tahu. Kapan kita bersenang-senang lagi Nad?"

"Gue sudah balik ke Indonesia Roy, gue mau merit."

"Apa? Lu jangan bercanda, Nad." Terdengar suara panik.

"Gue gak bercanda, Roy. Gue serius. Gue mau merit dengan Rizal."

"Dengan cowok Lu itu?"

"Ya."

"Terus gue?"

"Lu kan bukan siapa-siapa gue, Roy. Lu hanya teman untuk bersenang-senang aja."

"Nad, Lu jangan gitu lah. Masa Lu melupakan apa yang pernah kita lakukan bersama?"

"Terus mau Lu apa?"

"Lu harus merit sama gue, Nad. Gue cinta Lu."

"Gila kamu, Roy. Kita gak ada komitmen apa-apa, kalaupun gue mau melakukannya sama kamu, itu bukan karena gue cinta."

"Tapi gue gak bisa melupakan Lu, Nad."

"Udah ah, Lu jangan macam-macam, gue sudah lamaran dan gue sudah mau jadi istri orang. Lu cari aja cewek yang mau sama Lu, tapi itu bukan gue. Sorry ya Roy, Lu ditakdirkan bukan buat gue."

"Tapi Nad...."

"Gak ada tapi-tapi Roy, kan kita sudah sepakat di awal kita melakukan semuanya hanya untuk senang-senang aja, jangan sampai ada perasaan menyertainya."

"Iya, awalnya gue juga gitu, Lu hanya untuk teman bersenang-senang aja, Lu butuh gue, gue butuh Lu. Tapi ternyata lama kelamaan gue jadi jatuh cinta sama Lu, Nad."

"Gila aja Lu. Kenapa gue? Lu kan bersenang-senang bukan cuma dengan gue kan?"

"Iya sih, cuma Lu beda Nad."

"Dah ah Roy, Lu jangan bahas itu lagi. Sekarang gue dah mau jadi milik orang. Jangan hubungi gue lagi ya. Bye." Nadia memutuskan percakapan.

Nadia langsung memblokir nomor Roy. Dia tidak mau diganggu. Dia mau fokus dengan rencana pernikahannya dengan Rizal.

1
Candela Antunez
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Classroom Of The Elite
Sangat kreatif
Barra Ayazzio: Terimakasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!