NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Laporan Tak Terduga

Happy reading guys :)

•••

Shinta Laraswati Mahadewi—seorang cewek berparas cantik yang memiliki tinggi 165 cm dengan rambut hitam panjang bermodelkan wavy soft—melangkahkan kaki dengan penuh percaya diri mendekati tempat Gavin sekarang berdiri. Ia melipat kedua tangan di depan dada sambil merubah tatapan menjadi begitu sangat datar—tetapi ekspresi wajahnya terlihat penuh akan arti.

Gavin semakin menelan air liur dengan sangat susah payah saat melihat raut wajah Shinta, entah karena merasa takut atau sedikit grogi karena harus kembali menatap cewek itu setelah sekian lama.

Shinta menghentikan langkah kaki tepat di hadapan Gavin, berdeham pelan, sebelum pada akhirnya kembali membuka suara dengan sangat tenang. “Mau ngapain lu ke sini? Belum puas lu gue bikin babak belur beberapa tahun lalu.”

Naresha sempat mengerutkan kening saat mendengar pertanyaan yang telah dilontarkan oleh Shinta kepada Gavin. Namun, itu tidak berlangsung lama, lantaran dirinya secara perlahan-lahan mulai melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu saat merasa mendapatkan ruang untuk menghindari salah satu mangsanya—terlebih sebelum Kaizen menyadarinya.

Sepanjang perjalanan meninggalkan area warung Abah, Naresha beberapa kali sedikit menoleh ke arah belakang, memastikan bahwa Gavin tidaklah menyadari kepergiannya sambil kembali menyumpah-serapahi kelakuan Kaizen kepadanya.

Beberapa menit berlalu, saat baru saja memasuki gerbang Batara Senior High School, Naresha spontan menghentikan langkah kaki ketika tiba-tiba saja mendengar suara dering dari handphone miliknya. Ia segera mengambil benda pipih itu dari dalam saku celana seragam olahraga untuk melihat seseorang yang telah menghubunginya pada siang hari ini.

“Ini siapa?” gumam Naresha, ketika melihat sebuah nomor tidak dikenal sedang berusaha menghubunginya, tetapi itu tidak berlangsung lama, karena dirinya sesegera mungkin mengangkat panggilan telepon itu dan menempel handphone ke telinga kanan—agar dapat mendengar suara seseorang dari dalam sana, “Halo, ini siapa?”

“Halo, Sayangnya Mama … Kamu lagi apa sekarang?” sapa dan tanya seorang perempuan paruh baya dari seberang telepon sana, dengan suara terdengar begitu sangat bersemangat.

Naresha diam beberapa saat, sedikit mengerutkan kening ketika merasa tidak terlalu asing dengan suara perempuan paruh baya itu. Ia menyingkirkan serta menyelipkan beberapa helai rambut yang sedikit berantakan ke belakang telinga, lantas sedikit melebarkan mata kala mengingat pemilik dari suara itu.

“Ini … Mama Sekar?” tanya Naresha dengan pelan dan penuh kehati-hatian—takut salah orang—sambil mulai kembali melangkahkan kaki menuju tempat ruangan OSIS berada.

“Iya, ini Mama, Sayang,” jawab Sekar dari seberang telepon sana, suara masih terdengar sangat bersemangat.

Naresha kembali diam beberapa saat ketika mendengar jawaban dari Sekar, merasa sedikit aneh sekaligus hangat ketika mendapatkan panggilan itu dari seorang mertua yang bahkan belum lama ini dirinya kenal.

“Oh … iya, Ma,” sahut Naresha pada akhirnya, berusaha untuk menyesuaikan diri sambil beberapa kali mengukir senyuman manis—saat ada beberapa adik kelas menyapa dirinya, “Aku … lagi mau rapat OSIS, Ma … Ada apa? Tumben banget Mama nelpon.”

Sekar tidak langsung memberikan jawaban, dirinya justru terdengar seperti sedang mengobrol dengan seorang perempuan di seberang telepon sana, tetapi tidak berlangsung lama. “Yah … hari ini kamu sibuk banget, ya? Niatnya Mama sama Sela mau ngajakin kamu buat jalan-jalan nanti sore sehabis pulang sekolah ….”

Naresha ber- 'oh' ria saat mendengar penjelasan dari Sekar, lantas menghentikan langkah kaki ketika telah berada dekat dengan ruangan OSIS. “Aku kalau sore kayaknya nggak bisa, deh, Ma … soalnya habis rapat, aku sama anak-anak OSIS harus nyiapin beberapa keperluan buat event tahunan sekolah bulan depan … dan mungkin … baru free-nya habis magrib.”

“Astaga … Anak Mama ini totalitas banget, ya, kalau lagi kerja? Tapi ….” Sekar menghentikan ucapannya sejenak, kembali terdengar sedang berbicara dengan seseorang di seberang telepon sana, sebelum kembali melanjutkan perkataannya. “Eh, Sayang … gimana kalau Mama sama Sela tungguin aja? … Jadi, nanti sehabis kamu selesai sama urusan OSIS, kita bertiga langsung jalan … Kamu setuju nggak?”

“Hmm ….” Naresha menggigit bibir bawah cukup kencang, berusaha menimbang-nimbang ajakan yang telah diberikan oleh sang mama mertua, sebelum pada akhirnya mengukir senyuman manis penuh akan arti dan mulai membuka suara. “Ya udah … boleh, deh, Ma ….”

“Yes. Ya udah … selamat menjalankan rapat dan beberapa kegiatan OSIS, Cantiknya Mama … dan sampai ketemu nanti … Mama sayang banget sama kamu, Love you, muachh ….”

Naresha spontan terkekeh pelan saat mendengar perkataan sang mama mertua, membalasnya, sebelum akhirnya menjauhkan handphone dari telinga kanannya—setelah panggilan telepon terputus. Ia segera menaruh benda pipih itu kembali ke tempat semula, menghirup udara segar sebanyak yang dirinya bisa dan mulai melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam ruangan OSIS.

“Kaizen boleh aja ngambil hati orang tuaku, tapi … kupastiin ngambil hati orang tua dia … biar dia nggak bisa semena-mena lagi kayak beberapa hari ini. Kaizen, gue pastiin balas semua perbuatan lu ini … tungguin pembalasan gue.”

•••

“Aish, pegel semua badanku … event tahunan tahun ini banyak banget hal yang harus dilakuin. Jadi, OSIS benar-benar dikuras banget tenaganya … Aku harus cari cara … nggak mungkin setiap hari terus-terusan kayak gini, yang ada bisa jatuh sakit waktu hari H.”

Naresha meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa begitu kaku serta memberikan beberapa pijatan pelan di bagian lengan kanan—bagian yang begitu sangat sakit akibat segala aktivitas OSIS pada hari ini. Ia sedikit merintih kesakitan, tetapi tidak berlangsung lama, lantaran aktivitasnya segera terhenti saat tiba-tiba saja mendengar suara teriakan dari seorang perempuan paruh baya yang cukup familiar baginya.

Tanpa menunggu waktu lama, Naresha segera mengalihkan pandangan ke arah kanan, mengukir senyuman tipis saat melihat sosok sang mama mertua sedang melambai-lambaikan tangan ke arahnya melalui jendela kursi penumpang belakang mobil MPV mewah berwarna hitam.

Sebelum melangkahkan kaki mendekati mobil itu, Naresha mengalihkan pandangan ke sekeliling, berusaha memastikan bahwa tidak ada orang lain yang akan melihatnya masuk ke dalam kendaraan milik keluarga Kaizen—lantaran akan dapat membuat gosip besar menimpa dirinya.

Beberapa menit berlalu, Naresha mengembuskan napas penuh kelegaan ketika pada akhirnya berhasil masuk ke dalam mobil tanpa ada satu pun orang yang melihatnya. Ia menyapa Sekar dan Sela yang sudah berada di dalam, sebelum mendudukkan tubuh di tengah-tengah mereka.

“Cape banget, Dek?” tanya Sela penuh kelembutan, saat melihat wajah cantik sang adik ipar yang tampak pucat dengan helaan napas masih tersengal-sengal.

Naresha mengangguk kecil sambil tanpa sadar menyandarkan kepala ke bahu Sekar. “Iya, Kak … soalnya kegiatan OSIS hari ini banyak banget … terus juga aku kehabisan air minum dan nggak bisa beli lagi.”

Sekar sontak mengerutkan kening saat mendengar penjelasan dari salah satu menantunya itu, sambil merapikan beberapa helai rambut Naresha yang sedikit berantakan. “Kok, bisa? Kantin pada tutup, kah?”

Naresha menggelengkan kepala pelan, membiarkan Sekar memperbaiki letak rambutnya sambil mulai mengukir senyuman samar penuh akan arti.

“Buka, kok, Ma … tapi aku nggak bisa beli karena kehabisan uang,” jawab Naresha, sembari terkekeh pelan—kekehan yang mengandung makna sangat mendalam.

Sekar tertegun sejenak saat mendengar pengakuan jujur itu. Senyumannya secara perlahan-lahan mulai luntur, berganti dengan rasa iba yang menyeruak begitu saja di dalam hatinya.

“Astaga, Sayang … kenapa bisa kehabisan uang? Kenapa kamu nggak cerita sama Mama atau sama Kaizen?” tanya Sekar, menatap wajah pucat Naresha dengan sangat saksama sambil berusaha menahan gejolak emosi yang tidak ingin sampai terlihat begitu jelas.

“Ah, itu ….” Naresha menggaruk keningnya yang tidak terasa gatal sambil mengukir senyuman lebar. “Soalnya percuma kalau cerita ke Kaizen, Ma … soalnya … soalnya dia yang bikin aku kehabisan uang.”

“Eh, gara-gara Kaizen? Maksudnya gimana, Dek?” tanya Sela, sembari memberikan kode kepada sopir keluarga Atmaja untuk jalan ke lokasi tujuan awal mereka bertiga.

Naresha mengalihkan pandangan ke arah Sela. “Itu, Kak … dompet, kartu ATM, sama semua e-wallet-ku disita sama Kaizen beberapa hari yang lalu … Katanya, sih, aku disuruh belajar hemat sama dia.”

Sekar sontak membelalakkan mata sempurna saat mendengar pengakuan dari Naresha. “Apa? Disita? Astaga … anak itu, ya … seenaknya aja! Masa uang istri sendiri sampai disita kayak gitu?!”

Sela menghela napas panjang, berusaha tetap tenang meskipun nada suaranya ikut meninggi saat mengetahui kelakuan sang adik ipar yang sangat dirinya sayangi itu. “Dek … kamu jangan bilang iya aja, dong, kalau dia begitu. Kamu harus tegas sama Kaizen … Kalau terus-terusan kayak gini, nanti kamu bisa kesulitan sendiri, loh.”

Naresha terus mengukir senyuman lebar—senyuman yang jelas penuh akan kepura-puraan—sambil masih menyandarkan kepala di bahu sang mama mertua. “Iya, sih, Kak … tapi ini kesalahanku juga, kok. Soalnya aku memang suka belanja hal-hal yang nggak penting. Jadi … ya, aku biarin aja Kaizen nga—”

“Nggak bisa kayak gini,” potong Sekar dengan sangat cepat, ekspresi wajahnya berubah menjadi sangat serius beberapa saat, sebelum kembali melembut saat melihat wajah cantik nan imut milik Naresha, “Mama bakal tegur dia nanti … Kamu berhak dapetin hak kamu lagi … dan dia nggak boleh ambil itu dari kamu. Oh, iya, kalau dia berani macem-macem sama kamu … kamu langsung kasih tahu Mama. Mama pastiin dia bakal nyesel … karena udah merlakuin menantu Mama yang paling imut ini dengan nggak baik. Kamu paham, kan, Sayang.”

Naresha seketika kembali menoleh dengan sangat cepat, menatap wajah cantik sang mama mertua dengan sorot mata yang seolah menyimpan sejuta rasa—rasa puas, haru, senang, dan juga bahagia karena berhasil menjalankan perannya.

“Iya, Ma … makasih banyak, ya, udah mau bantuin aku,” pinta Naresha, sembari tanpa aba-aba memberikan pelukan hangat pada tubuh Sekar.

Sekar mulai mengukir senyuman lagi, rasa marah serta kesal kepada sang anak bungsu seketika menghilang saat merasakan kehangatan dari pelukan Naresha. Ia membalas pelukan itu seraya memberikan elusan serta beberapa ciuman penuh kasih sayang di puncak kepala menantunya itu.

“Sama-sama, Sayang … Sekarang, jangan mikirin tentang hal itu lagi, ya … kita bertiga harus bersenang-senang malam ini, oke?” kata Sekar, sambil menatap wajah kedua menantunya.

Naresha sedikit melonggarkan pelukannya, kemudian menatap wajah Sela sebelum menjawab secara bersama-sama.

“Oke, Mama Sekar Yang Paling Cantik,” jawab Naresha dan Sela secara bersamaan dengan penuh semangat.

Setelah itu, mereka bertiga mulai mengobrol, bercanda ria dan tertawa bersama-sama selama perjalanan menuju tempat tujuan pertama yang akan dikunjungi pada malam hari ini.

“Jackpot, Kaizen … Orang tua lu sekarang ada dipihak gue. Kita lihat … apa lu besok masih bisa semena-mena ke gue.”

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!