NovelToon NovelToon
Bintang Untuk Angkasa

Bintang Untuk Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Intro_12

Malam itu menghancurkan segalanya bagi Talita —keluarga, masa depan, dan harga dirinya. Tragedi kelam itu menumbuhkan bara dendam yang ia simpan rapat-rapat, menunggu waktu untuk membalas lelaki keji yang telah merenggut segalanya.

Namun takdir mempermainkannya. Sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawanya dan putranya— Bintang, jika saja Langit tak datang menyelamatkan mereka.

Pertolongan itu membawa Talita pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Angkasa, lelaki dari masa lalunya yang menjadi sumber luka terdalamnya.Talita pun menyiapkan jaring balas dendam, namun langkahnya selalu terhenti oleh campur tangan takdir… dan oleh Bintang. Namun siapa sangka, hati Talita telah tertambat pada Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Intro_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Liburan

Di Kelas PAUD

Ruang kelas PAUD penuh warna. Dindingnya ditempeli kertas bergambar kupu-kupu, pelangi, dan pohon besar buatan kertas lipat. Lantai dipenuhi anak-anak kecil yang duduk bersila, masing-masing dengan buku gambar di pangkuan. Suara krayon yang digoreskan di atas kertas bercampur dengan tawa riang anak-anak, menciptakan suasana ceria.

Namun, di pojok kelas, Bintang duduk menyendiri. Krayon di tangannya hanya dipakai untuk membuat coretan-coretan tak beraturan. Ia tidak sedang mewarnai gambar apel yang diberikan guru, melainkan menggambar garis panjang, lingkaran setengah jadi, lalu mencoretnya keras-keras hingga kertasnya hampir robek.

Wajah mungilnya muram. Sesekali ia menghela napas, lalu berhenti dan menatap kosong ke arah luar jendela.

“Kenapa Mama selalu dimarahin Tuan Muda?” pikirnya. *Kenapa Mama juga pernah nangis setelah dari kamar Tuan Muda? Orang dewasa ributnya aneh. Suka marah-marah, suka suruh-suruh. Kalau nggak suka, ya tinggal bilang baik-baik. Kenapa harus teriak?”

Ia memandang keluar. Di halaman sekolah, beberapa orang tua sudah menunggu. Ada seorang Papa yang jongkok, merentangkan tangan menyambut putrinya. Ada pula Mama yang membetulkan topi anaknya sambil tersenyum. Mereka terlihat hangat, kompak, seperti keluarga dalam gambar kartun.

Hati Bintang terasa perih. Ia ingin juga punya Papa. Tapi ia ingat lagi cerita Mamanya: Papanya, Tomas, meninggal dalam kebakaran. Sejak itu, hanya ada dirinya dan Mama.

Bintang kembali menunduk, menekan krayon kuat-kuat hingga kertasnya penuh coretan hitam. “Kalau saja Mama bisa sama Tuan Muda Angkasa… aku pasti punya Papa. Mereka cocok, kok. Mama cantik, Tuan Muda ganteng. Tapi kenapa mereka suka bertengkar?”

Bibir mungilnya manyun.

Guru PAUD yang sedari tadi memperhatikan, menghampirinya dengan langkah pelan. Ia jongkok di samping Bintang. “Bintang sayang… kenapa? Kok sedih sekali wajahmu? Capek, ya?”

Bintang menggoyangkan kepala, enggan menjawab. Ia tak ingin dianggap cengeng. Tapi tiba-tiba, seperti ide kilat, matanya berbinar. Ia mengangkat wajah, berbicara dengan nada serius yang membuat gurunya terkejut.

“Bu Guru, pelajaran ini membosankan. Mewarnai terus. Besok sebaiknya semua anak maju ke depan kelas, cerita tentang liburan mereka bersama keluarga.”

Guru PAUD terdiam beberapa detik. Lalu, tersenyum lebar. “Wah, idenya hebat sekali, Bintang! “

Bu Guru berdiri, beralih menatap kelas untuk memberi pengumuman. “Anak-anak, bagaimana kalau besok kita bergantian bercerita tentang liburan keluarga?”

“Setujuuu!” anak-anak berteriak kegirangan, seolah mendapat mainan baru.

Guru tersenyum pada Bintang, matanya penuh bangga. “Anak ini memang istimewa… terlalu dewasa untuk usianya.”

^^^^

Malam di Kamar Mansion

Talita duduk di tepi ranjang, membaca pesan di grup WA orang tua PAUD. ‘Besok Senin anak-anak dipersiapkan untuk menceritakan pengalaman liburan keluarga.’

Talita menutup wajah dengan tangan. “Astaga… liburan apanya. Kapan Bintang pernah liburan?” gumamnya.

Bintang yang sedang main mobil-mobilan di lantai, mendongak. Ia sudah mengintip layar ponsel Mamanya tadi. Wajahnya mendadak serius, lalu ia merangkak naik ke kasur. “Mama… aku mau liburan. Kalau nggak, aku nggak bisa cerita di depan kelas.”

Talita menatap anaknya. Hati kecilnya langsung lemah. “Bintang, kita belum bisa—”

“Mama…” suara Bintang lirih tapi tegas, “aku sedih. Aku satu-satunya yang nggak pernah liburan. Teman-teman lain pernah liburan sama Mama Papanya. Mereka juga punya Papa Mama. Aku cuma punya Mama.”

Talita tercekat. Matanya berkaca-kaca. Ia memeluk Bintang erat-erat, menenggelamkan wajah di rambut anaknya. “Maafin Mama… maafin Mama…” bisiknya pelan.

Bintang membalas pelukan itu, lalu berkata polos, “Kalau gitu, kita ke pantai aja, Ma. Nggak usah jauh-jauh. Yang penting bisa cerita.”

Talita tersenyum lirih di balik air mata. “Baiklah, kita ke pantai. Besok.

^^^^^

Di Ruang Kerja Angkasa, malam hari

Ruang kerja Angkasa sunyi. Hanya bunyi ‘klik klik klik’ dari keyboard laptop yang tak berhenti. Angkasa duduk tegak, wajahnya serius menatap layar penuh data.

Tiba-tiba, dari pinggir meja, muncul jari-jari mungil merayap di tepi seperti laba-laba. Angkasa mendengus. “Apa lagi…” gumamnya. Ia menutup laptop, lalu berdiri.

Begitu melihat siapa pemilik jari itu, Angkasa hanya bisa mendesah. Ia mengangkat Bintang dengan satu tangan, lalu mendudukkannya di sofa.

Bintang duduk manis, punggung tegak, wajah serius. Seperti investor yang siap presentasi.

“Begini, Tuan Muda.” Suaranya tenang, dewasa sekali. “Bu Guru memberi tugas untuk bercerita tentang liburan keluarga. Masalahnya, keluarga saya… kurang Papa.”

Angkasa menaikkan sebelah alis. “Lalu kenapa aku harus peduli? Suruh saja Mamamu mengarang cerita.”

“Bohong itu dosa.” Bintang menggeleng cepat.

“Aku nggak mau. Jadi Tuan Muda harus ikut. Besok kita ke pantai. Pagi-pagi. Tuan Muda bawa mobil, pakaian renang, sama bekal.” Lanjut Bintang

Angkasa terdiam. Sungguh, ia ingin meledak. Tapi wajah serius anak itu, lengkap dengan tatapan bulat tanpa keraguan, membuatnya kehilangan kata-kata.

Bintang lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, sebuah kotak kecil. Ia menyerahkannya dengan kedua tangan. “Ini imbalan untuk Tuan Muda karena mau liburan. Kekurangannya saya cicil nanti di pantai.”

Angkasa membuka kotak itu. Isinya, dua koin seribuan, satu kelereng biru, dan sebatang permen karet setengah meleleh.

Angkasa melongo. “Apa-apaan ini…”

Tapi sebelum ia sempat bicara, Bintang sudah melompat turun dari sofa dan berlari keluar ruangan.

“Besok pagi yaaa, Tuan Muda!” suaranya terdengar menggema dari luar.

Angkasa menatap kotak recehan itu lama sekali. Lalu, tanpa sadar, bibirnya melengkung kecil. “Dasar bocah…” gumamnya.

Malam semakin larut dan Angkasa masih duduk di ruang kerjanya bersama laptop yang berisi data-data penting. Angkasa mengistirahatkan pandangannya sejenak, ia beralih menatap kotak kecil pemberian Bintang. Koin receh, kelereng, dan permen karet yang menempel di bungkusnya seperti benda tak berarti. Tapi entah kenapa, untuk pertama kalinya ia tak bisa langsung membuangnya ke tempat sampah. Ia menutup kotak itu perlahan, meletakkannya di atas meja.

Anak itu… keras kepala sekali. Sama persis seperti… Angkasa menghela napas, enggan melanjutkan pikirannya.

Ia meraih ponsel, menekan nomor Ragiel. Tak lama suara tenang Ragiel terdengar.

“Ya, Tuan?”

“Besok pagi…” Angkasa berhenti sejenak, lalu menghela napas panjang. “Siapkan mobil. Antar Talita dan Bintang ke pantai. Aku tidak mau ikut.”

Ragiel terdiam beberapa detik, lalu menjawab hati-hati, “Baik, Tuan. Apakah ada instruksi khusus?”

Angkasa menatap ke luar jendela, lampu kota berkelip jauh di bawah sana. “Pastikan anak itu senang. Jangan biarkan dia rewel… atau terluka. Kau tahu maksudku.”

“Dipahami, Tuan.”

Angkasa menutup panggilan. Ia bersandar di kursi. Dari luar ruangan, terdengar tawa kecil Bintang bersama Talita. Suara itu menggema samar ke ruang kerjanya.

Sekilas, ada rasa aneh menyelinap di dadanya. Perasaan yang ia benci akui bahwa ‘suara itu… membuat mansion ini terasa berbeda.’

1
Asih S Yekti
lanjut , cerotanya bagus aku suka
Asih S Yekti
penulis baru tp bagus kok g banyak tipo penyusunan bahasanya juga bagus
Intro: Trimakasiih.. /Smile/
total 1 replies
Ceyra Heelshire
kasian banget /Whimper/
Intro
Hai, ini karya pertama ku..
makasih sudah mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!