Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.
Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.
Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.
Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam Belas
Tapi saat Qilla bangkit untuk pergi, Brian justru menahan tangannya agar tetap duduk di sana. Qilla terkejut dan menatap Brian dengan mata yang membulat, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Kamu mau kemana?" tanya Brian, suaranya rendah dan sedikit berwibawa.
Qilla merasa sedikit terganggu dengan sentuhan Brian, tapi dia tidak berani menarik tangannya. "Aku... aku mau pulang," jawab Qilla, suaranya sedikit bergetar.
Brian tidak menjawab, dia hanya menahan tangan Qilla lebih erat, membuat Qilla merasa sedikit terjebak dan tidak bisa bergerak.
"Duduk dulu," kata Brian singkat, matanya menatap Qilla dengan intensitas yang membuat Qilla merasa sedikit tidak nyaman.
"Di... sini?" tanya Qilla, menunjuk bangku di sebelah Brian dengan mata yang membulat karena tak percaya.
Brian menoleh padanya sambil tersenyum samar, membuat Qilla merasa sedikit terganggu dengan intensitas tatapan matanya.
"Bukan," jawab Brian singkat, suaranya rendah dan sedikit berwibawa.
"Di pangkuanku," tambahnya, membuat Qilla merasa seperti sedang bermimpi. Qilla merasa wajahnya memanas, tidak percaya bahwa Brian meminta dia untuk duduk di pangkuannya.
"A-apa?" Qilla bertanya kembali, suaranya tercekat karena malu dan terkejut. Brian tidak menjawab, dia hanya menatap Qilla dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, menunggu reaksi Qilla.
Qilla merasa sedikit panik, tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap permintaan Brian yang tidak biasa ini.
"Aakh!" Qilla memekik pelan saat Brian tiba-tiba menarik tangannya, membuatnya kehilangan keseimbangan hingga terjatuh di pangkuan pria itu.
Qilla merasa tubuhnya terlempar ke arah Brian, dan sebelum dia sadar, dia sudah duduk di pangkuan Brian. Wajah Qilla memerah karena malu dan terkejut, sementara Brian hanya tersenyum tipis dan memeluk pinggang Qilla untuk menjaga keseimbangan.
Qilla mencoba untuk berdiri, tapi Brian menahannya, membuat Qilla merasa sedikit terjebak dan tidak bisa bergerak.
"Apa yang kamu lakukan?" Qilla bertanya dengan suara yang tercekat, merasa sedikit panik dan tidak nyaman dengan posisi mereka saat ini.
Brian tidak menjawab, dia hanya menatap Qilla dengan mata yang intens, membuat Qilla merasa seperti sedang dihisap ke dalam kehangatan tubuh Brian.
Brian mendekatkan wajahnya, lalu mengecup pipi Qilla yang tembam dengan lembut. Sentuhan bibir Brian membuat detak jantung Qilla berdentum lebih cepat, dan Qilla merasa seperti tersengat listrik.
Wajah Qilla memerah lebih intens, dan dia tidak bisa tidak merasa sedikit terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Beautiful is always beautiful," ucap Brian tanpa sadar, suaranya rendah dan penuh dengan kekaguman.
Qilla merasa seperti sedang bermimpi, tidak percaya bahwa Brian, pria yang selama ini terlihat begitu dingin dan tidak tersentuh, bisa melakukan sesuatu yang begitu lembut dan manis padanya.
Qilla menatap Brian dengan mata yang membulat, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang dirasakan oleh Brian.
...****************...
Beberapa hari kemudian, hari pertunangan semakin dekat, dan Qilla tidak bisa tidak merasa semakin gundah. Rasa takut, sedih, dan kecemasan bercampur jadi satu di dalam hatinya, membuatnya merasa seperti berada di ambang kehancuran.
Tangannya gemetar saat mencoba memakaikan lip balm ke bibir yang terasa kering sejak pagi, seolah-olah kehabisan kelembaban. Setiap detik berlalu seperti suara detik jam yang memekakkan kepala, membuat Qilla merasa seperti sedang menunggu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Qilla menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, tapi rasa tidak tenang itu tetap menghantuinya.
Dia tidak bisa tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelah pertunangan ini, dan apakah dia benar-benar siap untuk menghadapi semuanya. Pikiran-pikiran itu membuatnya merasa semakin gelisah, dan Qilla tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkan rasa takut dan kecemasan yang menghantuinya.
Qilla tidak bisa menolak, takut pada papanya, takut mengecewakan ibunya. Tapi hatinya berontak keras, menolak keras pertunangan yang akan segera terjadi.