Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baron tertangkap
Eva kini telah dirawat dirumah sakit, begitu juga dengan Violet. Walau Violet tidak terluka secara fisk,tapi ia merasakan trauma yang begitu berat. Dokter menyarankan agar Violet beristirahat di sini supaya kondisi psikisnya jauh lebih baik. Adrian pun menyetujui hal itu.
Sementara Ramon dan Helena terperanjat melihat berita di media yang menampilkan foto mantan menantunya terlibat dalam insiden penyerangan.
"Wah, wanita itu memang sangat licik." ujar Helena.
Ramon mulai curiga, hal ini pasti bersangkutan dengan putranya, Adrian. Namun berita itu tidak terlalu jelas, siapa yang diserang oleh Claudia.
Helena menyalakan volume televisi sedikit lebih besar, memperhatikan potongan video rekaman pengakuan salah satu anak buah Claudia yang disiarkan ulang. Wajahnya memucat.
“Ramon… kau dengar itu? Dia bilang, mereka dikirim untuk mengambil seseorang—seorang gadis muda,” gumam Helena.
"Kau pikir... Itu violet?" ucapnya lagi.
Ramon mengangguk pelan, wajahnya mulai mengeras. Helena menoleh cepat, wajahnya cemas.
“Astaga… kalau itu benar, maka Violet yang menjadi targetnya.” sahut Ramon.
Ramon segera meraih ponselnya dan menelepon Adrian. Butuh beberapa dering sebelum suara Adrian yang terdengar letih menjawab.
“Papa?” ucap Adrian.
“Adrian, kami baru saja melihat berita di TV. Apa Claudia… dia… dia benar-benar gila! Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Violet baik-baik saja?” tanya Ramon penuh kekhawatiran.
“Violet baik-baik saja sekarang,Pa. Tapi ya, Claudia mengirim seseorang untuk mencelakai Violet. Untung aku datang tepat waktu.”ucap Adrian menarik nafas panjang.
“Ya Tuhan…”
Helena terdengar menahan napas di latar belakang sambil menutup mulutnya.
“Eva terluka dan masih dirawat. Violet tidak apa-apa secara fisik, tapi secara mental… dia sangat terguncang. Aku membawa mereka ke rumah sakit. Dokter menyarankan Violet tetap di sini untuk sementara.”
“Kau… kau butuh bantuan?” tanya Ramon cepat.
“Tidak. Untuk saat ini, aku hanya butuh waktu. Tapi aku sudah membuat Claudia tidak bisa bergerak lagi. Media sudah tahu semua.”
“Kau yakin dia tidak akan membalas?” tanya Helena hati-hati membuat Adrian sejenak.
“Orang seperti Claudia selalu punya rencana cadangan. Tapi kali ini, aku akan lebih dulu mengantisipasi segalanya.”
Ramon tak menjawab lama, lalu berkata dengan tenang,
"Kau yang memulainya dan kau juga yang harus mengakhiri semua. Jangan ada celah untuk Claudia membuatnya lebih buruk."
Adrian tersenyum tipis, meski itu tak terlihat oleh ayahnya.
"Aku tau apa yang akan aku lakukan, Pa. Dan... Apa Papa tau siapa yang membantu Claudia?" ucap Adrian hingga membuat Ramon mengernyit.
"Baron. Dia dibalik semua kekacauan ini. Aku rasa Baron bekerja sama dengan Claudia untuk mencelakai keluarga kita." ungkap Adrian.
Ramon terperanjat,mata melebar dan rahangnya mengeras mendengar nama itu terlibat dalam kasus ini.Sudah lama sekali Ramon tak mendengar kabar Baron sejak dirinya memecatnya. Lalu tiba-tiba dia muncul seakan ingin mengibarkan bendera perang.
"Kau yakin?"
"100%" singkat Adrian.
Penyesalan mulai muncul pada Ramon, saat itu... saat dimana Ramon memecatnya tanpa ada kesalahan padanya. Hanya karena Baron tau banyak dengan kelicikannya dulu. Kini Baron menuntut balas akan perbuatan Ramon padanya yang telah menghancurkan karir dan keluarganya.
***
Sementara itu, di rumah sakit, Violet masih duduk diam di tempat tidurnya, memeluk lutut. Tatapannya kosong menatap ke luar jendela, sementara Eva yang terbaring di ranjang sebelah sesekali menatapnya dengan prihatin.
Adrian masuk ke kamar, membawa teh hangat dan selimut tambahan. Ia menghampiri Violet perlahan, lalu duduk di sampingnya.
“Vio… kau sudah makan?” tanyanya lembut.
Violet hanya menggeleng pelan, matanya masih memerah. Adrian meletakkan teh di meja kecil, lalu menggenggam tangan gadis itu.
“Semua sudah aman. Tak ada yang bisa menyakitimu lagi.”
“Aku… aku masih takut, Adrian. Setiap aku memejamkan mata… aku selalu melihat wajah pria bertopeng itu. Aku... merasa seperti tak bisa bernapas.”bisik Violet pelan.
“Itu bukan salahmu, Violet. Rasa takut itu… wajar. Tapi kau tidak sendiri. Aku di sini. Aku akan selalu lindungi kamu.” ucap Adrian lalu memeluknya erat.
Violet mulai terisak pelan di pelukan Adrian, membiarkan air matanya mengalir. Sementara itu, di sudut lain kota—di sebuah bangunan tua yang dijadikan tempat persembunyian sementara—Baron sedang berdiri di depan layar besar, menyaksikan berita yang menayangkan namanya terseret dalam kasus Claudia.
"Wanita bodoh. Tak seharusnya aku masuk dalam lingkaran balas dendamnya." hardik Baron.
Baron tau,ini akan menjadi malapetaka untuknya. Jika Adrian tau maka, dia tak akan bisa hidup tenang. Apalagi jika Ramon membantunya. Semua usahanya beberapa tahun belakangan ini akan sia-sia.
Baron dengan licik telah banyak mempengaruhi kolega Ramon agar mengambil saham mereka agar Ramon bangkrut. Namun usahanya sedikit menemui kesulitan begitu Adrian ditetapkan menjadi presiden direktur di perusahaan itu.
"Sial! Seharusnya aku tidak mudah percaya omong kosong wanita ular itu. Bagaimana aku bisa membalas dendamku pada mu Ramon?!" gerutunya .
Sementara itu di rumah sakit, Mark menunjukkan aktivitas mencurigakan di laptopnya.
“Tuan Adrian, file itu akan dirilis dalam tiga jam ke depan. Bukan besok pagi.”
Adrian mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, wajahnya penuh pertimbangan. Ia menoleh ke arah Violet yang mulai tertidur, dan Eva yang sedang diperiksa suster. Ia tak punya waktu banyak.
“Mark, kita harus ke lokasi server itu sekarang.”
“Saya sudah siapkan kendaraan.” ucap Mark mengangguk tegas.
****
Dalam perjalanan menuju lokasi server, Mark menjelaskan lebih lanjut.
“Saya pernah bekerja di salah satu jaringan yang kini dipakai Baron. Dia memanfaatkan celah sistem lama milik perusahaan lama Ayah Anda. Itu sebabnya dia bisa menyusup dan menyerang dari dalam.”
Adrian mendengarkan dengan cermat.
“Kalau benar begitu… maka ini bukan cuma serangan terhadapku. Tapi terhadap seluruh warisan keluarga kami.”
Mark menoleh sejenak.
“Dan kalau kita gagal malam ini, reputasi Tuan Ramon bisa hancur selamanya.”
“Kita tidak akan gagal.”
Di dalam bangunan tua itu, Baron sedang mengatur akses terakhir ke jaringan. Tiba-tiba, layar monitornya berkedip. Sistem memperingatkan adanya penyusupan.
“Tidak… tidak sekarang!” teriaknya sambil berlari menuju server utama.
Namun terlambat. Adrian dan Mark sudah masuk ke ruang utama. Dua orang anak buah Baron yang berjaga telah dilumpuhkan secara diam-diam oleh tim kecil yang Adrian bawa.
“Permainan sudah selesai, Baron,” ucap Adrian dingin.
Baron menatap Adrian, lalu tertawa sinis.
“Kau pikir kau menang? Aku hanya butuh satu tombol, dan semua orang tahu kebenaran tentang ayahmu!”
“Kau benar,” balas Adrian, melangkah lebih dekat.
“Tapi kau lupa satu hal—aku tak pernah berniat menyembunyikan kebenaran itu. Ayahku sudah membayarnya dengan hidupnya. Tapi kau, Baron… kau menggunakan kebencian untuk menyakiti orang tak bersalah. Termasuk Violet.”
“Ramon menghancurkan hidupku!” ucap Baron,wajahnya mengeras.
“Dan kau hampir menghancurkan hidup seorang gadis yang bahkan tak tahu apa-apa tentang masa lalu kalian, Itu bedanya kau dan aku, Baron. Kau balas dendam. Aku melindungi.” sahut Adrian dingin.
Dengan isyarat dari Adrian, Mark menekan tombol pada alatnya. File video yang hendak diunggah otomatis terhapus dari server, bersih tanpa jejak.
Baron terduduk lemas, sadar bahwa dia kalah.
Adrian menatapnya sekali lagi, lalu berkata pelan namun tajam,
“Ini akhir dari permainan mu.”
Polisi datang tak lama kemudian. Baron ditangkap atas tuduhan konspirasi, peretasan, dan percobaan pembunuhan.
Pagi harinya, Adrian kembali ke rumah sakit. Violet sudah terjaga, dan matanya terlihat sedikit lebih hidup.
“Bagaimana semalam?” tanya Eva lembut.
“Semua sudah berakhir. Claudia dan Baron… tidak akan bisa menyentuh kalian lagi.” ucap Adrian tersenyum kecil.
Violet menatap Adrian dengan mata berkaca-kaca.
“Terima kasih… karena sudah melindungi ku."
“Selalu, Violet. Kau adalah keluarga.” balas Adrian menggenggam tangannya.
Dan untuk pertama kalinya sejak tragedi itu terjadi, Violet tersenyum… kecil, tapi tulus.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.