NovelToon NovelToon
Madu CEO Koma

Madu CEO Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pihak Ketiga / Pernikahan rahasia
Popularitas:21.4k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....


Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sekedar alat

Hania masih berdiri di samping meja Mario. Dalam kebingungan dan rasa takut yang menekan. Tanpa ia sadari, Hania membelai perutnya yang masih datar. Seolah menyapa makhluk kecil di dalam sana. Bahagia? Entahlah, dia tidak pasti. Patut kah dia Bahagia disaat wanita lain terluka atas kehamilannya. Hingga sebuah suara mematahkan semuanya. Tapi bukankah semua terjadi seperti apa yang mereka inginkan?

Mario yang melihat senyum Hania berdecak.

“Apa yang membuatmu senang, Hania?Jangan lupa kamu cuma tempat penitipan sementara. Jangan berlebihan!?"

Mario masih duduk di tempat yang sama. Tubuhnya bersandar di kursi kerja. Mata tajamnya menatap Hania lurus-lurus. Kalimat itu… dingin. Membeku. Menampar senyum Hania.

Sudut bibir Hania yang tadinya terangkat naik, perlahan turun. Tangan yang tadi membelai perut kini mengepal. Ia mengangkat pelan wajahnya, menatap Mario.

"Saya mengerti.”

Mario menyeringai. Tangannya bersilang di dada.

“Bagus kalau kau mengerti. Bayi itu bukan milikmu, Hania. Dia anak keluarga Maheswara. Kau hanya… alat. Bayaran. Jangan lupa posisimu. Jangan sampai kamu melangkah lebih dari yang seharusnya. Jaga batasanmu!"

Perasaan bahagia yang beru ia rasakan… runtuh sepenuhnya. Hangat di dada berubah menjadi luka. Rasanya seperti dilempar dari tempat paling tinggi. Satu kalimat itu menghancurkan euforia kecil yang baru ia nikmati beberapa menit lalu.

Wajah Hania kosong. Matanya memerah, tapi ia menunduk cepat, menyembunyikan luka di balik ketenangan palsu.

"Baik, Dokter.” suaranya lirih.

“Saya paham."

"Antar dia kembali ke kamarnya Suster."

"Baik Dokter." Fira yang sejak tadi berdiri diam di belakang Mario, melangkah mendekat menghampiri Hania.

"Saya bisa ke kamar sendiri. Tidak usah repot-repot Suster."

Mario mendelik.

"Kau tidak punya hak untuk menolak apapun! Antarkan dia Suster Fira, antar Nyonya Maheswara ini kembali ke kamar Tuan Maheswara," Mario mengangkat satu bibirnya, suaranya lebih seperti menyindir

Hania.

Fira mengandeng lengan Hania, menariknya lembut. Hania pun menurut, karena seperti yang Mario katakan. Dia tidak punya hak, untuk apapun selain bernafas. Dua wanita itu berjalan kembali menyusuri lorong megah, beberapa pekerja melewati mereka begitu saja, seolah keduanya tak terlihat.

Lebih tepatnya Hania. Selama dia tinggal di Mansion itu, belum pernah ia di sapa, atau sekedar mendengar suara orang lain. Selain Fira, dan yah kau pasti tahu siapa saja yang aku maksud. Mungkin sengaja, mungkin karena takut. Tapi kemegahan dan keramaian pekerja yang Hania yakin ada puluhan, tak pernah menyentuh Hania.

"Apa yang Dokter Mario katakan, tidak usah kau masukan hati," tutur Fira.

"Hah?" Hania sedikit terkejut, karena fokusnya tadi tertuju pada seorang pelayan laki-laki yang melewati mereka, tiba-tiba saja membuat Hania teringat rumah.

Fira menghentikan langkah, menoleh menatap Hania. Seperti seorang kakak, Fira menatap Hania dengan lembut, jika mereka hanya berdua.

"Hidup disini tidak akan mudah, kata-kata mereka akan selalu seperti itu. Menjatuhkan, menyudutkan, membuat kita merasa seperti barang tak berguna. Abaikan itu." Hania mengerjap, menatapnya sejenak lalu mengangguk.

"Fokus saja dengan apa yang menjadi tugas mu, jika perlu sesuatu kau bisa mengatakannya padaku."

"Kau masih pegang ponselmu kan?"

"Masih," jawab Hania lirih, dia enggan bicara. Suasana hatinya belum begitu baik.

"Kau pernah mengunakannya?"

"Cuma sekali buat telepon ibu, untuk memastikan aku dijual berapa."

Tubuh Fira sedikit menegang, bukan karena terkejut. Lebih seperti luka lama yang menyengat lagi.

"Bagus, kau tau kalau ponselmu disadap?"

"Tentu, aku tidak sebodoh itu."

Hania memang lebih memilih menyimpan ponselnya. Karena ada yang lebih membuat dia tidak nyaman dari sekedar data yang disadap. Teror pesan dari Ibu-nya yang terus menanyakan kapan dia bisa mengirim uang. Tanpa sekalipun bertanya apa yang Hania alami di gedung mewah ini.

Mereka pun akhirnya sampai di depan kamar utama, dimana kamar Hania dan Tuan Brivan Maheswara berada. Tanpa mengatakan apapun, Fira berbalik tapi Hania menahannya.

"Suster bisa aku minta sesuatu?"

"Apa?" Sahut Fira setelah menoleh.

"Apa kau punya novel? Atau bacaan apapun. Aku kadang merasa bosan terus bicara dengan Tuan Brivan," tutur Hania denga wajah memelas.

Fira menaikan alis, menatap Hania dengan tatapan aneh. Tapi tak urung ia mengangguk.

"Aku akan mengatakannya pada Ivana, kau bisa mendapatkan novel mu sore nanti."

Mata Hania berbinar, mengangguk penuh antusias.

"Terima kasih."

"Hem."

Hania masuk tanpa suara, membawa tubuh yang sedikit gemetar. Tapi dia tetap melangkah masuk, menutup pintu pelan seolah tidak ingin membangunkan seseorang—padahal pria itu, tak pernah benar-benar tidur dalam arti sebenarnya.

Dengan langkah berat, Hania duduk di kursi kecil samping ranjang Brivan, seperti biasa. Tapi hari ini... ada yang berbeda. Ia tidak langsung membersihkan badan pria itu.

Tangannya masih gemetar. Jemari menggenggam test pack dengan dua garis biru tegas yang belum ia lepas sejak tadi. Di ujung bibirnya ada senyum—tipis, seperti goresan pisau—tapi matanya berkabut, airnya menunggu waktu untuk jatuh.Menatap wajah Brivan yang masih terlelap. Menahan semuanya sendiri.

Kamar itu dingin. Terlalu sunyi. Bahkan detak monitor dan suara infus yang menetes satu per satu, terdengar seperti gema di telinga Hania.

“Selamat pagi, Tuan Suami…” katanya pelan, seperti biasa. Suaranya terdengar ceria, tapi ada jeda-jeda kecil di antara kata, jeda yang terasa seperti patah hati.

"Aku bawa kabar... yang luar biasa. Mungkin kau akan suka.” Ia terkekeh kecil, suara itu lebih seperti serak dari tenggorokan yang terlalu sering menelan tangis.

Tangannya terulur, mengusap pelan tangan Brivan yang dingin tapi masih hangat cukup untuk jadi alasan bertahan. Jemarinya mengelus punggung tangan itu dengan lembut, sekedar mengusap dia tidak punya keberanian untuk mengenggam, meski sangat ingin. Hania sadar, Brivan bukan suami sebenarnya.

“Bibit kamu... Sudah mulai tumbuh di perut aku.”

Setitik air mata jatuh. Tapi senyum di wajahnya tidak pudar. Ia tertawa pelan, pura-pura ceria, seolah berita ini adalah hadiah ulang tahun, bukan kutukan dari kebohongan.

“Dia ada di sini sekarang,” lanjut Hania, menepuk ringan perutnya.

“Masih kecil banget mungkin seperti telur cicak... mungkin belum punya jantung, tapi rasanya... aku bisa merasakan dia ada. Hahahaa ... Sepertinya berlebihan ya?”

Air matanya mengalir lagi. Tapi tawanya tetap ada. Kecil, hancur, teredam.Tangisnya pecah perlahan. Tapi suaranya tetap ringan. Tetap seolah bicara bahagia. Karena ia tak ingin membebani siapa pun… bahkan pria koma yang tak mendengar. Hania mengusap pipinya yang sudah sangat basah, kenapa dia jadi melow. Padahal tadi dia merasa senang karena akan mendapatkan novel dari Fira.

"Tapi kau tahu.... ada yang membuatku tidak senang." Pipi Hania mengembung, bibirnya sedikit manyun, persis seperti anak TK yang sedang merajuk.

"Kenapa semua orang yang kerja di sini nggak pernah ajak aku ngomong. Mereka kayaknya lupa aku juga manusia. Di rumah ini... cuma kamu yang mau aku ajak ngobrol. Yang lain? Lihat wajah aku aja langsung kabur .... " Adunya pada sang suami.

Ia menyandarkan kepalanya di tepi ranjang. Suara mesin infus berdetak perlahan, mengiringi isak kecil yang coba ia tahan.

“Kayaknya... aku bukan siapa-siapa di sini ya, Brivan. Aku cuma rahim sewaan. Wanita bayaran. Tapi aku janji... aku akan jaga anak kamu. Walaupun kamu nggak sadar aku di sini, aku bakal tetap jagain kamu juga. Dan dia. Anak kita. ... Ah maaf, anak kalian. Anak kamu dan Nyonya Audy.'

Ia mengelus perutnya lagi. Senyum itu masih ada. Tapi sekarang lebih mirip luka yang belum sempat dijahit.

“Maaf ya... karena aku yang jadi ibunya. Mungkin kalau kamu bangun, kamu akan marahin aku? Atau nggak? Apa kamu juga bakal tetep milih aku buat jadi Ibu anak kamu?"

"Jawab iih... Diem aja." Hania menusuk pelan pipi Brivan.

"Tapi bagaimanapun keadaannya nanti. Nyatanya sekarang aku yang mengandung anak ini. Aku akan jaga dia dengan baik, kamu tau nggak? Aku .... Aku senang dia ada. Awalnya aku nggak takut, nggak terima ... Tapi entah kenapa aku ngerasa, ada bagian diriku yang benar-benar punyaku. Milikku, meski nyatanya bukan ...." Air mata Hania jatuh lagi perlahan.

"Ah sudah ngobrolnya, sekarang waktunya kamu mandi." Hania bangkit dan mulai menyiapkan semua keperluan untuk memandikan sang suami.

1
Zii
kenapa vira berubah fikiran
Nina Ananda
oalahh kira² apa yg udah terjadi sama suster Fira kemarin² aja dia ngotot gak mau bantuin Hania sekarang malah datang sendiri langsung bilang mau bantuin Hania, jadi penasaran apakah udah terjadi sesuatu sama suster Fira 🤔
Desi Sari
ibunya brivan jd blm tau apa2 kondisi brivan dan audy yg udh gk hamil lg
Desi Sari
kepo alasan ap yg membuat fira tiba2 berubah pikiran
Tulip's 🌷
jadi penasaran, kenapa suster Fira tiba-tiba ingin membantu Hania
Tulip's 🌷
bener2 munafik banget si Mario, padahal dia yang bikin brivan tidur.
Putri Nurril
wowwwwww
emak nya brivan bakalan pulang. dan si nenek tapasya pasti gak bisa bergerak sesuka hati nya setelah ini
Sweet Mango
Ga sabar nunggu kejutan dari ayah dan ibu nya brivan. apa yang mau di perbuat Mario, Audy dan ivana di depan mereka ? suruh Audy pura² hamil atau gimana
N.M.Q
Sebentar lagi apa yang perbuat mario pasti akan tercium oleh ayah dan ibu nya brivan
Novi Manggala Qirani
Kayak nya Fira tahu sesuatu sampai akhirnya mau mambantu Hania, mungkin dia mendengar Mario dan ivana bicara
Sweet Mango
Mario pengen nguasain kekayaan Brivan, lewat Audy ?
Oh nggak bisa, yang mengandung anak brivan itu hania, jadi Audy gak ada hak emm
N.M.Q
Kalo kesadaran brivan bukan kuasa mu, berati kesehatan brivan juga bukan kuasamu Mario !!
kapan aja,, Brivan pasti bisa bangun melawan bius yang kau ciptakan !!
Novi Manggala Qirani
tu kan, hmm tapi Mario melakukan ini pasti tidak semata² demi Audy, dia juga punya tujuan tersendiri
Anita♥️♥️
ada apa dengan Fira??kenapa tiba" dia mau membantu Hania??
Kenara 💜
jeng jeng Audy kamu tidak bisa berbohong lagi. tolong ibunya brivan. jangan bilang²
Sahidah Sari
ada apa dengan suster Fira ya? apa yg sdh terjadi sama dia.trs knp dia tiba tiba mau bantu Hania tp syukur lah dia berubah pikiran.

apa ibunya Brivan ga tau ya klu Audy sdh keguguran dan anaknya lagi terbaring sakit.
Afiq Ditya
Kenapa tiba² Suster Fira mau membantu Hania untuk membuat Brivan bangun??tapi keadaannya yg kacau justru bikin penasaran,, hal apa yg buat Suster Fira berubah,,
Ibunya Brivan akan datang,, berharap bgt dia akan bisa membawa Brivan pergi bersamanya,jika Brivan menjauh dr Mario,itu artinya Brivan akan bisa segera sadar,,,
Yanti99
Fira kenapa tiba" berubah pikiran,,apakah dia punya rencana lain?
nah loh ibunya brivan mau ke indo jenguk brivan gimana ya nanti reaksinya kalau tau Audy udah ga mengandung lagi
Yanti99
andai kamu tau Audy,brivan ga sadar karna ada campur tangan sahabatmu Mario yg kamu anggap selalu ada buat kamu,padahal dia yg mengendalikan semuanya
Em Bun
hania kamu ga mimpi kan ?


dan untuk mu ibu briv semoga segera menengok ya. putra mu tidak berdaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!