Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 15
Saat berada dalam timangan Dinda, Ciara benar-benar terlihat senang. Dinda pun turut senang melihat keceriaan bayi itu didalam timangannya, senyumnya sangat menarik hati Dinda, merasa ingin terus memeluk bayi mungil itu.
Indra pun turut memperhatikan dan bersiap untuk mengambil Ciara kalau saja Dinda tidak bisa berlama-lama menggendong putrinya. Tapi saat melihat keduanya merasa senang dan nyaman satu sama lain, Indra pun sedikit lega dan melanjutkan makannya dengan nyaman.
Disamping itu ada senyum seorang Ibu yang melihat pemandangan didepannya, Senyum Ibunya Indra menyelipkan rasa haru, sudah lama ia ingin menyaksikan pemandangan seperti ini, melihat anak dan juga menantunya duduk berdampingan di meja makan, bergantian menggendong bayi mereka agar masing-masing bisa makan dengan tenang dan banyak hal lainnya yang ingin ia saksikan tentang Putranya dan pendamping putranya.
Sayangnya takdir berkata lain, Bukan menantunya yang ada didepannya saat ini, melainkan seorang gadis yang ia temui berapa waktu lalu yang sudah menarik perhatiannya sejak pertemuan pertama mereka di cafe waktu itu.
Dapat beliau rasakan bagaimana rasa sepi putranya yang harus membesarkan putrinya seorang diri sejak ia dilahirkan, rasa sedih pun pasti selalu menghantui hatinya, rasa kosong dalam dirinya yang tidak pernah ia tunjukkan pada Ibunya dan orang lain.
"Umur kamu berapa Dinda?." Tanyanya pada Dinda yang langsung mengalihkan pandangan Dinda menatapnya.
Beliau berusaha mengusir rasa sedihnya dengan mencoba mencari tahu latar belakang Dinda.
"Akhir tahun nanti sudah dua lima Tante." Jawab Dinda masih mempertahankan senyumnya.
"Tante pikir masih lebih muda loh." Ucapnya yang mengira Dinda masih lebih muda dari umur yang ia sebutkan tadi.
"Tante bisa aja." Dinda merasa tersipu, perempuan mana yang tidak senang jika dikatakan lebih muda dari usianya.
"Sepertinya Ciara benar-benar suka sama kamu Dinda." Katanya kemudian memperhatikan cucunya yang begitu nyaman di timangan Dinda.
"Saya senang Ciara bisa nyaman sama saya tante." Jawab Dinda terdengar begitu tulus.
"Kesibukan kamu sekarang apa Dinda?." Tanyanya lagi ingin tau lebih banyak mengenai Dinda.
"Dinda sekarang sibuk menyusun tesis Tante, sebentar lagi Dinda mau daftar sidang akhir buat gelas Magisternya Dinda." Jawaban Dinda ternyata menarik perhatian Indra yang masih makan disebelahnya.
"Kamu masih kuliah ternyata." Ucap Indra terdengar takjub.
"Iya kak, Aku mau ikutin jejak Papa jadi Dosen." Jawab Dinda merasa bangga dengan Ayahnya.
"Hebat sekali kamu sayang, penuh ambisi diusia muda." Puji Ibunya Indra dengan tulus, Indra pun mengangguk pelan setuju dengan Ibunya.
"Cuma Dinda agak lambat saja Tante lulus S2nya, ada beberapa masalah kemarin yang ganggu fokus Dinda." Kata Dinda menyayangkan waktunya, Indra pun menatapnya menebak masalah yang ia katakan tadi mungkin saja tentang Yuda.
"Tidak ada kata terlambat, memang sudah jalannya saja yang begitu." Ucap Indra memberinya semangat.
"Terima kasih kak, Papa juga selalu hibur aku dengan kata-kata itu." Dinda tersenyum mendengar kata-kata yang sering diucapkan Ayahnya kini diucapkan oleh orang lain juga untuknya.
"Itu bukan sekedar kata-kata penghibur, tapi sebuah motivasi supaya kamu tidak menyerah karena merasa tertinggal." Jelas Indra kemudian, sekali lagi membuat Dinda tersenyum.
"Penjelasannya juga sama dengan Papa." Ucapnya menatap Indra sembari tersenyum.
"Kamu sepertinya sangat dekat sama Papa kamu Dinda." Kali Ibunya Indra juga masuk ke dalam pembicaraan mereka.
"Iya Tante, Dinda cuma punya Papa di dunia ini, Papa satu-satunya keluarga Dinda." Tatapan Dinda sedikit sendu.
"Maaf saya, Mama kamu?." Tanyanya penasaran, Dinda menghela nafasnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan rasa tidak nyaman.
"Dinda sama seperti Ciara Tante, Mama sudah pergi duluan waktu Dinda masih kecil." Jawab Dinda tersenyum kecil berusaha terlihat baik-baik saja.
"Maafkan tante yah sudah membuat kamu tidak nyaman." Ucap Ibunya Indra merasa bersalah.
"Tidak apa-apa Tante." Kali ini senyum Dinda terlihat lebih lebar, tapi Indra sadar senyuman Dinda itu seperti berusaha menutupi kesedihannya.
"Aku sudah selesai makan, kamu mau lanjut makan Dessert kamu?, biar aku yang gendong Ciara." Tanya Indra berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.
"Tapi Ciaranya masih nyaman dipelukan aku." Jawab Dinda masih nyaman memeluk Ciara begitupun sebaliknya.
"Ciara sayang, mau sama Papa?." Tanya Indra kali ini pada putrinya sembari menjulurkan tangannya seperti ingin mendekapnya memancing anaknya apakah ia mau di ambil olehnya.
Ciara tidak bergeming sama sekali, wajahnya yang bulat itu pun berpaling kecil seperti menolak Indra.
"Ciaranya tidak mau kak, Kak Indra saja yang makan dessert." Ucap Dinda tertawa kecil merasa senang Ciara tidak mau lepas darinya.
Indra pun turut tertawa gemas pada putrinya yang sudah semakin pintar tiap harinya. Ibunya sendiri merasa senang melihat putranya yang tertawa seperti itu, sudah lama ia tidak melihat tawa putranya seperti itu. Akhirnya senyuman putranya kembali, matanya kali ini tidak memancarkan kesedihan.
"Mama ke dalam dulu yah sebentar." Ucapnya Tiba-tiba membuat Indra dan Ciara menatapnya bersamaan.
"Mau kemana Ma?." Tanya Indra penasaran.
"Toilet." Jawabnya dengan cepat, sebenarnya ia hanya ingin masuk ke dalam dan memberikan mereka berdua waktu untuk bersama.
Beliau berharap pelan-pelan Indra mau membuka diri lagi, ia tidak ingin putranya itu larut dalam kesedihannya terlalu lama, melihat tawa putranya didekat Dinda dan Ciara membuatnya yakin Dinda mampu membuat Indra tertawa lagi seperti dulu.
"Oh ya sudah." Kata Indra kemudian.
"Sebentar yah Dinda." Ucapnya pada Dinda.
"Iya Tante." Jawab Dinda tersenyum mengiyakan.
Ibunya Indra pun beranjak dari sana meninggalkan mereka bertiga pada suasana yang terasa lebih hangat berkat kelucuan Ciara.
***
Indra dan Dinda bergeser masuk ke dalam rumah setelah selesai makan, Indra memutuskan untuk mengajak Dinda masuk ke dalam rumah karena khawatir Ciara bisa kedinginan jika berlama-lama diluar.
Ibunya pun belum kembali sejak tadi dari toilet, jadi Indra memutuskan saja untuk masuk ke dalam rumah.
Saat mereka berjalan menuju ke ruang tengah, mereka pun berpapasan dengan Ibunya Indra yang berjalan ingin kembali ke tempat mereka makan malam tadi dengan membawa sepiring buah ditangannya.
"Loh kok masuk?." Tanya Ibunya memandangi mereka bergantian.
"Diluar dingin Ma, kasihan Ciara kedinginan." Jawab Indra menjelaskan.
Ibunya pun mengangguk mengerti, senyum samar terlihat diwajahnya saat melihat Dinda masing menggendong cucunya.
"Ya sudah ayo duduk dulu, makan buah dulu." Ajaknya kemudian dan beralih mengajak mereka ke ruang keluarga.
Mereka pun segera duduk ditempat masing-masing, Indra dan Dinda duduk di sofa panjang karena Ciara tidak mau lepas dari Dinda, Ibunya sendiri duduk di sofa yang berhadapan dengan mereka.
Obrolan mereka pun berlanjut diselingi dengan kelucuan Ciara yang mengundang tawa bagi mereka.