Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 Tersinggung
Malam itu berakhir dengan baik, satu persatu tamu melewati pintu besar secara bergantian dengan rapi meninggalkan aula utama mansion besar itu. Beberapa wartawan yang datang sebelumnya pun ikut pergi usai mendapatkan beberapa informasi dari pasangan itu, terutama Liliana. Ia cukup banyak mendapat sesi wawancara dan foto, tetapi yang cukup membuat Liliana terkesan ialah mereka yang melakukan dengan bergantian sehingga membuat gadis itu merasa bisa menenangkan dirinya saat menghadapi mereka sendirian.
Kini aula tersebut telah kosong hanya menyisakan pembantu mansion Dravenhart dan keluarga mereka, Liliana masih berdiri disudut ruangan. Matanya menyapu ke seluruh ruangan besar itu untuk mencari keberadaan Lucien, tetapi ia sama sekali tidak menemukannya.
Gadis itu menghela napas pelan, berharap kali ini ia dibiarkan sendirian. Dan sepertinya harapan itu pupus, tiba-tiba sosok pria tua dengan tampilan yang sedikit menakutkan itu menghampiri Liliana.
Lagi-lagi gadis itu harus tersenyum ramah secara paksa, pikirannya mulai berpusing pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadaannya hari ini selalu dijangkau oleh beberapa orang. Tidak bisakah mereka membiarkan seorang gadis cantik itu diam sejenak tanpa berbincang.
"Nona Montclaire," panggilnya.
Anderson datang tidak sendirian, nyatanya dari belakang muncul sosok perempuan dengan wajah cantiknya yang sangat menggambarkan wanita indonesia, begitu anggun dan hangat. Liliana ketahui ia istri dari Anderson, Diah Bagus.
Senyumnya terbentuk dengan indah, anggukan kepalanya terjadi begitu saja, ia berkata, "Selamat malam tuan Anderson, dan nyonya Diah."
Wanita dengan kulit sawo matang itu tersenyum kala namanya disebut oleh Liliana, sedangkan keduanya baru bertemu kali ini, "Anda sangat mengetahui banyak hal, nona."
"Sudah seharusnya saya mengetahui nama dari bibi suami saya."
Anderson kembali angkat bicara, dengan senyum khasnya yang terkesan meremehkan ia berucap, "Saya juga penasaran, bagaimana Aehara corp bisa bangkit begitu saja nona? Padahal dalam kurun waktu setahun sebelumnya masih tidak ada kabar apapun dari Aehara corp."
"Mengenai hal itu, saya serta ayah saya menyepakati secara perlahan menggerakkan Aehara corp tanpa sepengetahuan publik. Dan kemarin saya rasa hari yang tepat untuk memperlihatkan bahwasanya Aehara corp masih berdiri," jawab Liliana dengan tegas tapi masih terdengar sopan.
Anderson menatap Liliana, tatapan yang diartikan oleh Liliana sebagai tatapan intimidasi, "Semuanya terjadi sangat kebetulan, nona. Bukankah seperti itu?"
Liliana kembali tersenyum, "Saya rasa tidak semuanya tuan, saya dan Lucien telah merencanakan ini lama. Sehingga—keputusan dia adalah keputusan saya."
"Bicara soal latar belakang anda—" Diah mulai membuka suara nya. "Berapa usia anda nona? Terlihat masih sangatlah muda."
Liliana tersenyum, "Saya 19 tahun, nyonya."
"Pantas saja, masih sangat muda. Sudah lulus kuliah?" sambungnya dengan wajah penuh penasaran.
"Saya baru lulus SMA, mungkin setelah ini saya akan memasuki dunia perkuliahan," jawab Liliana. Telapak tangannya terasa dingin mulai menjalar dari ujung jarinya, kendati demikian udara diruangan masih hangat. Pikiran serta detak jantungnya mulai sedikit terganggu akibat pertanyaan menohok dari istri pria itu.
Liliana menatap Diah, ia melihat sikap yang tidak jauh beda dengan suaminya. Hanya terkesan hangat dan lembut saat pertama kali melihatnya.
"Hebat ya belum kuliah sudah jadi CEO, apakah ayah anda tidak cukup tenaga untuk memegang bisnisnya sendiri," imbuh wanita paruh baya itu yang semakin memperlihatkan dirinya.
Dalam lubuk hatinya Liliana, gadis itu merasa hatinya tercubit oleh kalimat terakhir yang diucapkan dengan tenang olehnya. Liliana cukup tersinggung dengan itu, raut wajahnya yang selalu mempertahankan ketenangan itu perlahan sirna, digantikan oleh ekspresi datar.
"Ayah memilih saya, dan hal itu merupakan keputusan ayah saya dalam menjalankan Aehara corp. Dengan alasan apa, saya rasa tidak perlu untuk dijelaskan," jawan Liliana diakhiri dengan senyum formalitas, tanpa ketulusan didalamnya.
"Terimakasih tuan dan nyonya. Saya permisi, harus menemui Lucien," ucap Liliana setelah itu lantaran pandangannya yang sedari tadi mencari Lucien kini telah menemukannya. Gadis itu melangkah melewati kedua pasangan tersebut.
Dalam langkah yang masih cukup jauh, gadis itu memutar bola matanya sekali. Perasaannya cukup tertekan hari ini, ia harus bersikap baik dan sopan dihadapan semua orang. Ia mungkin tidak akan sanggup melakukan ini setiap harinya, matanya tertuju pada Lucien.
Pertanyaan 'apakah Lucien juga seperti itu setiap harinya' mulai terlintas di pikirannya, tetapi segera ia tepis kala ingatan soal tatapan dingin dan raut datar Lucien sering kali ditunjukkan pada orang-orang. Bahkan saat dia tersenyum pun itu hanya sekedar formalitas saja.
Lucien yang menyadari Liliana datang menghampirinya pun langsung menarik tubuhnya mendekat.
"Eyang sepertinya kami harus pamit terlebih dahulu, titip salam untuk mama. Beliau masih marah sepertinya," ucap Lucien pada eyang yang disetujui dengan anggukan kepala.
"Nanti eyang sampaikan, jaga baik-baik Liliana, Lux," tutur Dewi yang mulai merasa senang dengan kehadiran gadis itu. Lucien mengangguk mantap.
Keduanya pun melangkah bersama menuju pintu.
Kini, mobil yang bergerak membelah jalanan ramai, suasana didalamnya hening seperti biasa. Sebelum akhirnya Liliana berprotes.
"Untuk apa hal tadi?" tanyanya secara mendadak begitupun kalimat nya terkesan gantung tidak jelas.
Lucien menoleh, "Apa?"
Liliana menunduk mengatakannya dengan suara berbisik yang sangat lirih, serta pemilihan kata yang lebih singkat, "Kiss."
"Formalitas."
"Waktu pernikahan anda tidak melakukannya," imbuhnya, Liliana merasa sesuatu yang ia jaga telah direbut paksa.
Lucien kembali menaruh atensi pada Liliana, kepalanya sedikit miring, "Apa anda menginginkan saat itu kita berciuman?"
"Tidak—" Dengan spontan ia menyerukan nada suara, "Maksud saya mengapa harus melakukan itu sekarang?"
Pria yang terpaut usia sepuluh tahun dengan Liliana itu membalas, "Hanya sekedar membuat pertunjukan yang lebih nyata, lagipula larangan ciuman—anda tidak menyertakan dalam kontrak."
Liliana terdiam, kali ini ia tidak bisa membalas apapun. Dengan berat hati merelakan ciuman pertamanya untuk pria disampingnya ini.
Beberapa detik kemudian hening kembali menguasai ruangan mobil itu. Dan lagi, Liliana berucap pada Lucien terlebih dahulu.
"Saya akan kuliah," ucap Liliana hanya sekedar memberitahu Lucien, yang mungkin bisa mendapatkan nasihat.
"Bagus, silahkan." Ternyata tidak, pria itu hanya membalas datar.
Liliana melempar tatapan penuh selidik pada Lucien, pria yang terlihat lebih muda dari umurnya itu sangat setia mempertahankan branding dingin yang seperti sudah melekat di dirinya.
Gadis itu kembali melihat ke jalanan yang basah, menciptakan pantulan cahaya gemerlap yang begitu indah di sepanjang jalan itu. Tanpa sadar Liliana tersenyum.
Sementara disisi sebelahnya, seseorang tengah menatap wajah Liliana yang begitu indah saat dilihat dari samping. Entah sejak kapan memandangi sisi samping gadis terasa sedikit menenangkan? mungkin.
Grack yang menyaksikan bosnya tengah menatap istrinya pun ia tertawa dalam diam.