"Hentikan berbuat konyol untuk menarik perhatianku, segera tanda tangani surat cerai?!" kata pria itu sedikit arogan.
Lisa menatap pria itu, dan tidak mengenalinya sama sekali. Kecelakaan yang dialami membuatnya amnesia.
Lisa tak lagi memandang Jonathan penuh cinta, dan bahkan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, sikap yang acuh malah membuat Jonathan kalang-kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Baru saja Lisa tiba di depan Cafe Cendana, keraguan dan perasaan tidak pasti mulai menghantuinya. Dia merasa sulit untuk membuka hati dan menerima cinta yang baru, apalagi setelah pengalaman pahit dengan Jonathan yang telah mempermainkannya.
‘Baru kali ini mertua mengatur kencan buta menantunya,’ pikir Lisa dengan rasa tergelitik dan sedikit terhibur.
Dia tidak bisa membayangkan reaksi Jonathan jika dia tahu bahwa Diana telah mengatur kencan buta untuknya.
Lisa merasa bahwa ini adalah salah satu hal yang paling menarik dan tidak biasa yang pernah dilakukan oleh mertuanya.
Dengan rasa penasaran yang meningkat, Lisa memasuki cafe untuk bertemu dengan orang misterius yang telah dipilih oleh Diana.
Tiba-tiba telepon berdering, menghentikan langkah Lisa sejenak di depan Cafe Cendana.
Suara dering yang memecah keheningan malam itu membuatnya terkejut, tapi juga memberinya kesempatan untuk menenangkan diri sebelum bertemu dengan orang misterius yang telah dipilih oleh Diana.
Ternyata mertuanya, Diana, yang menelpon, suaranya terdengar hangat dan penuh perhatian di seberang garis.
"Aku sudah sampai, Mama tidak perlu khawatir," jawab Lisa setelah mengangkat telepon, berusaha untuk menyembunyikan rasa gugup yang mulai menghantuinya.
"Baik Ma, nanti Lisa kabari lagi," kata Lisa sebelum memutuskan sambungan telepon, merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Diana.
Dengan langkah yang lebih mantap dan hati yang sedikit lebih tenang, Lisa melangkah masuk ke dalam cafe yang hangat dan nyaman.
Dia memandang ke sekeliling, mencari meja dengan nomor enam seperti yang disebutkan oleh Diana.
Suasana cafe yang tenang dan musik yang lembut memberinya rasa damai, tapi juga membuatnya semakin penasaran tentang siapa yang akan ditemuinya malam ini.
Setelah menemukan meja yang dimaksud, Lisa mengambil tempat duduk dan menunggu kedatangan orang yang telah dipilih oleh mertuanya.
Dia mengatur napasnya dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan diri dan mempersiapkan diri untuk pertemuan yang akan menentukan masa depannya.
"Astaga, aku gugup sekali," Lisa bergumam pada dirinya sendiri, sambil terus mengipasi wajahnya dengan tangan.
Dia merasa seperti sedang berada di ambang sesuatu yang besar, dan rasa gugup itu membuatnya sedikit tidak tenang.
Berulang kali menarik napas dalam-dalam sedikit membantunya menenangkan diri dari rasa cemas yang menghantui.
Lisa mulai berpikir tentang bagaimana pria yang menjadi teman kencannya nanti, bagaimana penampilannya, kepribadiannya, dan apa yang mereka akan bicarakan. Tapi kemudian dia tersenyum dalam hati, percaya bahwa pilihan Diana tidak akan pernah salah.
"Mama pasti sudah memilih orang yang tepat untukku," pikir Lisa, merasa sedikit lebih yakin dan percaya diri.
Dengan rasa percaya itu, Lisa menunggu kedatangan teman kencannya dengan hati yang lebih terbuka.
Lisa tidak lagi bisa menutupi rasa gugup yang semakin menguat, dia merasa perlu melakukan sesuatu untuk menenangkan dirinya.
Dengan langkah cepat, dia berlari menuju toilet hanya sekedar mencuci wajah dan mencari kesegaran. Air dingin yang membasuh wajahnya memberinya sedikit kelegaan.
Berdiri di depan cermin, Lisa menatap refleksinya sendiri dan mencoba untuk menyemangati dirinya.
"Kamu pasti bisa?!" ucapnya dengan suara yang mantap, mencoba untuk membangun kepercayaan diri.
Dengan senyum kecil, Lisa merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi pertemuan yang akan datang. Dia menarik napas dalam-dalam, mengeringkan wajahnya, dan keluar dari toilet dengan langkah yang lebih mantap.
Setibanya di meja 6, Lisa mengucapkan kalimat yang tak jelas sambil melihat pria tampan yang akan menjadi teman kencannya.
Dia sedikit terkejut dan juga tak percaya, karena pria itu cukup dikenalnya.
"Alex?" ucap Lisa dengan nada yang bingung dan terkejut, sambil menatap pria itu dengan mata yang terbuka lebar.
Apakah ini kebetulan, ataukah Diana sengaja memilih orang yang sudah dikenalnya? Lisa merasa seperti sedang berada dalam mimpi, dan dia tidak bisa menghilangkan rasa terkejutnya.
Alex, pria yang berdiri di depannya dengan senyum yang tampan, adalah seseorang yang tidak dia duga akan menjadi teman kencannya.
"Hai, senang bertemu denganmu!" Alex tersenyum hangat sambil mengeluarkan tangan, berharap Lisa membalasnya dengan senyum yang sama.
"Jadi kamu teman kencanku?"
Pertanyaan itu keluar dari bibir Lisa dengan nada yang sedikit terkejut dan bingung, tapi juga ada sedikit rasa penasaran.
Alex menganggukkan kepala, sambil tetap tersenyum.
"Ya, aku Alex. Senang bertemu denganmu, Lisa," katanya sambil menunggu Lisa membalas uluran tangannya.
Alex merasa sedikit terkejut juga, karena tidak menyangka bahwa teman kencannya adalah Lisa, seseorang yang sudah dikenalnya.
Dunia ini memang sangat sempit, pikir Lisa, sambil menunggu reaksi pria itu selanjutnya.
"Begini Alex__.”
Lisa mulai ingin menjelaskan sesuatu, tapi belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, Alex lebih dulu memotong pembicaraannya dengan senyum yang menawan.
"Bahas nanti saja, kita makan malam dulu," katanya dengan nada yang santai dan mengundang.
Lisa mengangguk setuju, merasa sedikit terpaku oleh kehadiran Alex yang memang sangat tampan.
Dia tidak bisa dipungkiri bahwa pria di hadapannya memiliki aura yang kuat dan menarik. Dengan senyum yang sedikit malu-malu, Lisa membiarkan Alex memimpin percakapan dan memilih menu makan malam.
Suasana menjadi lebih santai, dan Lisa merasa sedikit lebih nyaman berada di dekat Alex.
"Berikan aku kesempatan untuk mengejarmu!"
Perkataan Alex yang tiba-tiba dan penuh makna berhasil membuat Lisa batuk keras, terkejut oleh kata-kata yang keluar dari mulut pria itu.
Dengan cepat dia mengambil segelas air dan meneguknya, tangannya sedikit gemetar karena tidak tahu harus bagaimana merespons pernyataan Alex yang begitu berani dan tidak terduga.
Lisa merasa seperti sedang berada di persimpangan, tidak tahu apakah dia harus tersinggung atau malah merasa tersentuh oleh kata-kata Alex.
“Aku tidak ingin ada kebohongan, jadi kamu harus tahu fakta kalau aku ini masih berstatus suami orang.”
Lisa menolak secara halus, dia juga tidak ingin terikat dengan pria manapun dan lebih tepatnya tidak ingin menjalin hubungan baru.
Alex menatap mata Lisa dengan sangat yakin, karena wanita itu sudah lama bersemayam di hatinya.
“Bibi Diana sudah menceritakan semuanya, lagi pula kamu dan Jonathan segera berpisah.”
"Wow," gumam pelan Lisa, matanya terbuka lebar karena terkejut dan kagum.
Untuk sekali lagi, dia memuji keberanian mertuanya, Diana, yang tampaknya memiliki kemampuan luar biasa dalam memilih pasangan yang tepat untuknya.
Lisa berpikir bahwa Diana benar-benar tahu apa yang dia inginkan, dan ini membuatnya merasa sedikit heran sekaligus kagum.
‘Mertua yang terlalu baik yang bahkan lebih mendukung menantu daripada anaknya sendiri,’ pikir Lisa dengan senyum dalam hati, merasa bersyukur memiliki mertua seperti Diana.
Kemudian Lisa terkejut di saat tangannya digenggam oleh Alex, terasa hangat dan membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.
Dia menoleh ke arah Alex, mencoba memahami apa yang sedang terjadi, dan melihat senyum lembut di wajahnya.
Sentuhan tangan Alex yang hangat dan kuat membuat Lisa merasa sedikit tidak nyaman, tapi juga ada rasa penasaran tentang apa yang Alex ingin lakukan atau katakan.
Dengan hati yang berdebar, Lisa membiarkan tangannya tetap digenggam oleh Alex, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aku bersungguh-sungguh ingin mengejarmu, berikan aku kesempatan!" pinta Alex serius, mata coklatnya menatap tajam ke dalam mata Lisa, membuat jantungnya berdebar kencang.
Suara Alex yang dalam dan penuh keyakinan membuat Lisa merasa terkesan, dan dia merasa tertarik pada pria di hadapannya.
Dengan hati yang berdebar, Lisa mencoba mempertimbangkan permintaan Alex.
“Baiklah, aku memberimu kesempatan. Tapi jangan berharap lebih!”
"Beraninya kalian berkencan dibelakangku!" seru Jonathan dengan nada kesal, langsung menepis tangan Alex yang masih menggenggam tangan Lisa.
cinta nanti dulu biarakam si Alex membuktikan jangan cuma ngomong doang