Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6: PESTA DARAH DI LABIRIN GUA
Liang persembunyian Beruang Taring Besi ternyata hanyalah gerbang muka dari sebuah labirin bawah tanah raksasa.
Lorong-lorong batu itu berkelok-kelok tanpa ujung. Ada yang begitu sempit hingga Baskara harus memiringkan tubuh untuk lewat, ada pula yang melebar menjadi aula megah layaknya katedral iblis, dengan stalaktit tajam menggantung seperti gigi taring.
Dan di setiap sudut gelap itu—maut mengintai.
Aura pembunuh tercium di mana-mana. Namun, setelah kematian sang predator alpha di pintu masuk tadi, hierarki rantai makanan di gua ini telah runtuh.
Dan Baskara... dia hadir untuk mengklaim takhta yang kosong itu.
[Aku mendeteksi setidaknya 15 Binatang Roh dalam radius 200 meter. Mayoritas Bintang 4 sampai 7. Ada beberapa yang selevel dengan Anda, Bintang 8. Dan satu... Bintang 9—puncak Ranah Penempaan Tubuh.]
"Yang Bintang 9," potong Baskara cepat. "Di mana dia?"
[Tuan... Anda baru saja lolos dari maut melawan Bintang 7. Sekarang Anda ingin menantang Bintang 9? Apakah otak Anda ikut bergeser saat jatuh tadi?]
"Aku belajar satu hal: risiko besar, imbalan besar," jawab Baskara dingin, langkahnya tak melambat sedikit pun. "Jika aku ingin menembus Ranah Pengumpulan Prana secepat mungkin untuk menghancurkan Keluarga Cakrawala, aku harus berdiri di puncak dulu, bukan?"
[...Logika Anda memang tidak salah. Tapi—]
"Tidak ada tapi. Tunjukkan jalannya."
Sistem terdiam sejenak, seolah menghela napas pasrah.
[300 meter ke timur, di aula utama. Tapi ingat, Tuan. Binatang Roh yang mencapai Bintang 9 itu berbeda. Mereka berada di ambang evolusi. Mereka lebih cerdas, lebih buas, dan akan melindungi wilayahnya sampai tetes darah terakhir.]
"Sempurna," seringai Baskara melebar. "Artinya dia tidak akan lari."
Tapi sebelum mencapai hidangan utama, Baskara harus membersihkan "makanan pembuka" terlebih dahulu.
Dan pesta pun dimulai.
Mangsa Pertama: Kalajengking Kristal (Crystal Scorpion) - Bintang 6
Makhluk itu sebesar kuda poni, tubuhnya dilapisi cangkang kristal yang memantulkan cahaya samar gua. Ekornya yang beracun menyabet udara lebih cepat dari cambuk.
Namun, Baskara bukan lagi samsak tinju.
Menggunakan teknik baru [Cakar Besi], tangannya bergerak bagaikan bayangan, menghantam persendian cangkang yang keras itu.
TING! TING! KRAK!
Kristal pecah berhamburan. Saat ekor beracun itu hendak menusuk jantungnya, Baskara menangkisnya dengan lengan telanjang—memanfaatkan pasif [Kulit Besi]. Jarum racun itu patah saat menyentuh kulitnya.
Satu hantaman brutal ke kepala mengakhiri riwayat makhluk itu.
"SERAP."
[Kultivasi +300]
[LEVEL UP! Penempaan Tubuh Bintang 8 -> Bintang 9!]
Cahaya merah berpendar. Tubuh Baskara mencapai puncak kesempurnaan fisik. Otot sekeras kawat baja, tulang sekuat besi tempa. Ini adalah batas absolut manusia biasa sebelum melangkah ke ranah dewa.
"Belum cukup," gumamnya, melangkahi mayat kalajengking itu.
Mangsa Kedua: Katak Magma (Magma Toad) - Bintang 7
Kodok raksasa dengan kulit membara seperti lava pijar. Napasnya mengeluarkan asap belerang panas.
SWUUUSH!
Lidah api panjang melesat, membakar udara. Baskara melompat, berguling di udara, menghindari jilatan maut itu. Panasnya terasa menyengat, tapi tekadnya lebih panas.
Baskara menyambar sebongkah batu tajam dan melemparkannya tepat ke mulut kodok yang sedang menganga.
GLEK!
Kodok itu tersedak. Dan di detik itulah Baskara menerjang.
BOOM!
Dua kepalan tangan yang dialiri Prana menghantam kepala kodok itu hingga meledak.
"SERAP."
[Fragmen Memori Diperoleh: Resistansi Panas (Pasif)]
Mangsa Ketiga: Macan Kumbang Bayangan (Shadow Panther) - Bintang 8
Ini adalah lawan tersulit. Kucing besar itu bisa menghilang dalam kegelapan, menyerang dari sudut buta.
Baskara terluka. Cakar tajam merobek lengan dan pahanya. Darah menetes. Tapi ia tidak panik. Ia menutup mata, membiarkan insting naganya mengambil alih.
‘Di sana!’
Kilatan mata hijau di sisi kiri.
Baskara berputar, tangannya menyambar leher macan itu di tengah lompatan.
BRAK!
Ia membanting tubuh binatang itu ke dinding batu hingga tulangnya remuk.
"SERAP."
[Fragmen Memori Diperoleh: Langkah Bayangan (Aktif) - Meningkatkan kecepatan gerak dalam gelap]
Baskara berjalan tertatih menyusuri lorong gelap. Tubuhnya penuh darah—campuran darahnya sendiri dan darah musuh.
Tiba-tiba, Sistem bersuara, nadanya terdengar serius.
[Tuan, sebelum Anda melawan Raja Gua ini, ada sesuatu yang harus Anda pahami tentang 'Devouring'.]
Baskara berhenti. "Katakan."
[Setiap kali Anda melahap, Anda tidak hanya menyerap energi. Anda menyerap fragmen jiwa. Memori. Emosi buas. Naluri pembunuh. Semua itu perlahan bercampur dengan jiwa Anda.]
"Lalu?"
[Semakin banyak Anda membunuh, semakin nyaring 'suara-suara' itu di kepala Anda. Suara predator yang haus darah. Jika Anda tidak kuat mental... suatu hari Anda akan lupa bahwa Anda adalah manusia. Anda akan menjadi monster sejati, sama seperti Raja Naga terdahulu.]
Hening.
Baskara menatap tangannya yang berlumuran darah. Ia merasakannya. Sensasi membunuh itu tidak lagi menakutkan, malah... menyenangkan.
"Berapa lama?" tanyanya datar. "Berapa lama sampai aku kehilangan diriku?"
[Tergantung. Jika Anda punya sesuatu yang mengikat Anda pada kemanusiaan—cinta, tujuan mulia—Anda bisa bertahan. Tapi jika Anda tenggelam dalam kenikmatan membunuh...]
Wajah Larasati melintas di benaknya. Senyum rapuhnya. Air matanya.
Baskara mengepalkan tangan.
"Aku tidak akan tersesat," ucapnya tegas. "Aku punya rumah untuk pulang. Aku punya seseorang untuk dilindungi. Itu jangkarku."
[...Saya harap begitu, Tuan.]
Mereka tiba di ujung labirin.
Sebuah aula bawah tanah yang luasnya luar biasa. Dinding-dindingnya dipenuhi kristal alami yang memancarkan cahaya biru pucat, menciptakan suasana angker.
Dan di tengah aula itu, berdiri sang penguasa.
Serigala Iblis Merah (Crimson Dire Wolf) - Bintang 9
Ukurannya sebesar kerbau dewasa. Bulunya berwarna merah darah, seolah-olah ia baru saja mandi di kolam pembantaian. Matanya kuning menyala, memancarkan kecerdasan licik yang jauh melampaui binatang biasa.
Gigi taringnya masih meneteskan darah segar.
Ini bukan sekadar monster. Ini adalah veteran perang.
[PERINGATAN: Musuh Selevel (Bintang 9). Peluang Menang: 40%. Dia memiliki pengalaman tempur puluhan tahun. Hati-hati.]
Baskara dan serigala itu saling bertatapan. Tidak ada auman. Tidak ada teriakan. Hanya hening yang mencekam antara dua predator puncak.
"Maaf," bisik Baskara, memecah keheningan. "Aku butuh nyawamu untuk naik kelas."
WUUUSH!
Pertarungan meledak.
Serigala itu tidak menyerang membabi buta. Ia bergerak taktis. Mengitari, mencari celah, menyerang lalu mundur. Ia membaca gerakan Baskara.
Cakar beradu dengan tinju besi. Taring beradu dengan kulit baja.
Lima menit. Sepuluh menit.
Keduanya mulai terengah. Darah membasahi lantai kristal.
[Tuan! Stamina Anda menipis! Anda harus mengakhirinya sekarang atau Anda akan mati kelelahan!]
Baskara tahu itu. Tapi serigala ini terlalu pintar. Ia tidak mempan dengan jebakan sederhana.
‘Aku butuh sesuatu yang gila.’
Baskara teringat teknik yang baru didapatnya dari Macan Kumbang. [Langkah Bayangan].
Baskara sengaja tersandung, pura-pura kakinya lemas. Celah fatal.
Mata kuning serigala itu berkilat kejam. Ia melihat kesempatan emas. Ia melompat, rahangnya terbuka lebar mengincar tenggorokan.
Tepat sebelum taring itu menyentuh kulit...
ZRRRT!
Baskara menghilang.
Bukan sihir. Ia menggunakan sisa Prana-nya untuk memicu [Langkah Bayangan], menggeser tubuhnya ke samping dengan kecepatan tak kasat mata.
Serigala itu menerkam udara kosong.
Kini, Baskara berada di sisi rusuknya. Titik buta.
"CAKAR NAGA PENELAN!"
Untuk pertama kalinya, Baskara menggabungkan teknik [Cakar Besi] dengan aura hitam Sistem Naga. Tangannya berubah menjadi cakar energi yang mengerikan.
JLEB!
Tangan itu menembus bulu tebal, merobek kulit, mematahkan tulang rusuk, dan langsung meremas jantung serigala itu.
Serigala Iblis Merah itu membelalak kaget. Tubuhnya kejang sesaat, menatap Baskara dengan tatapan yang hampir menyerupai rasa hormat.
Lalu ambruk. Mati.
Baskara jatuh berlutut, napasnya habis.
"Serap," bisiknya lemah.
WUUUSHH!
Gelombang energi raksasa—akumulasi kultivasi puluhan tahun dari puncak Ranah Penempaan Tubuh—membanjiri tubuh Baskara.
DING! DING!
[ABSORB COMPLETE!]
[Kultivasi +1000]
[Fragmen Memori: Auman Raja (Skill Aktif - Intimidasi)]
------------------------------------------
[SELAMAT! ANDA TELAH MENCAPAI PUNCAK!]
[Syarat Terpenuhi untuk MENEROBOS ke Ranah Pengumpulan Prana!]
[Lakukan Terobosan Sekarang? YA / TIDAK]
Baskara menatap layar itu dengan napas tersengal. Godaan untuk menekan "YA" begitu besar. Kekuatan sejati ada di depan mata.
Tapi tiba-tiba...
WUSHHH!
Sebuah tekanan berat menghantam tubuhnya seperti gunung runtuh. Napasnya terhenti. Ia hampir terjatuh.
"Ugh...!"
Aura yang luar biasa kuat—bahkan tanpa niat membunuh—menekan seluruh keberadaannya. Seperti semut yang berdiri di bawah kaki gajah.
Baskara menatap ke arah ujung lorong yang jauh lebih dalam dan gelap. Di sana, ada sesuatu.
"Sistem... apa itu...?"
[Itu... aura dari penghuni terdalam jurang ini.]
[Ancient Stone Dragon. Naga Batu Purba.]
[Dia sedang hibernasi. Tapi auranya saja sudah cukup untuk membuat kultivator lemah pingsan.]
Baskara menelan ludah. Meski jarak mereka mungkin ratusan meter, tekanan itu terasa sangat nyata.
"Naga... Batu Purba?" Baskara bergumam. "Mahluk macam apa itu? Kenapa auranya begitu kuat... bahkan saat dia tidur?"
Sistem diam sejenak, seolah mempertimbangkan seberapa banyak informasi yang harus diungkap.
[Ancient Stone Dragon adalah salah satu ras naga tertua. Mereka hidup ribuan tahun, tubuh mereka sekeras baja surgawi, dan kekuatan mereka setara kultivator Ranah Jiwa Baru Bintang 3—bahkan lebih tinggi.]
[Bagian tubuhnya sangat berharga:]
[- TARING: Bisa dibuat menjadi senjata yang bisa menembus pertahanan Ranah Inti Emas.]
[- SISIK: Armor alami terkuat, bisa menahan serangan Ranah Jiwa Baru.]
[- CAKAR: Mengandung esensi naga, bisa memperkuat senjata atau digunakan untuk alkimia tingkat tinggi.]
[- CORE (Inti Naga): Harta paling berharga. Satu Core Naga Batu Purba setara dengan 100 tahun kultivasi instan. Bisa membuat seseorang menembus langsung 2-3 Ranah!]
Baskara mendengarkan dengan mata membesar. Napasnya mulai cepat.
Harta karun.
Monster itu adalah harta karun berjalan.
[Tapi...] Sistem melanjutkan dengan nada dingin. [Sayangnya, Anda TIDAK PUNYA KESEMPATAN SAMA SEKALI melawannya.]
[Ancient Stone Dragon itu setidaknya Ranah Jiwa Baru Bintang 3. Sementara Anda? Bahkan belum Ranah Pengumpulan Prana.]
[Perbedaan level terlalu besar. Bahkan jika Anda menggunakan 100% kekuatan saya, Anda hanya bisa bertahan 3 detik sebelum diratakan.]
[Jangan bodoh. Jauhi lorong itu.]
Tapi Sistem salah mengira satu hal—
Baskara bukan tipe orang yang mundur saat mendengar "tidak mungkin."
Justru sebaliknya.
Senyum tipis muncul di wajahnya. Mata hitamnya yang tadinya lelah kini menyala dengan semangat baru.
Baskara bangkit berdiri, menatap ke lorong yang jauh lebih dalam dan gelap di ujung aula. Lorong yang memancarkan aura kematian ribuan kali lipat lebih mengerikan.
"Naga Batu Purba (Ancient Stone Dragon). Kau bilang dia sedang tidur di bawah sana, kan?"
[TUAN! JANGAN GILA! Satu dengkuran saja bisa membunuh Anda!]
"Aku tahu. Aku tidak akan melawannya," Baskara menyeringai gila. "Aku hanya ingin... meminjam satu sisiknya."
[APA?!]
"Kau lihat sendiri. Pertahananku masih kurang. Sisik Naga Batu Purba adalah bahan armor terkuat di dunia ini. Jika aku bisa mencuri satu saja tanpa membangunkannya..."
[Itu ide paling sinting yang pernah didengar sejarah! Peluang suksesnya di bawah 5%!]
"Lima persen?" Mata Baskara berbinar menantang. "Itu sudah lebih dari cukup."
Dan dengan langkah tertatih namun pasti, Baskara berjalan menuju kegelapan terdalam, menuju sarang monster legendaris itu.
Mungkin dia berani.
Mungkin dia bodoh.
Atau mungkin... dia memang sudah mulai gila.
[BERSAMBUNG KE BAB 7]
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe