Ini kisahku. Tentang penderitaan dan kesakitan yang mewarnai hidupku. Kutuangkan dalam kisah ini, menjadi saksi bisu atas luka yang sengaja mereka perbuat padaku sepanjang hidupku.
Karina, lahir dari seorang ibu yang pemabuk sejak ia masih kecil. Menikahi pria yang sangat ia cintai tak kalah buruk memperlakukan Karina. Di tambah sang mertua yang tak pernah berpihak padanya. Hingga satu tragedi telah mengambil penglihatannya. Karina yang mengalami kebutaan justru mengalami perlakuan buruk dari suami dan mertuanya.
Namun seorang pria tak di kenal telah membawanya keluar dari kegelapan. Yang tak lain pria yang sama yang merenggut penglihatannya.
Bagaimana kisah selanjutnya? yuk ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BB 16
Setelah mengantarkan Karina sampai rumah, Ava menghibungi Egor, pria yang di perintahkan memberikan uang pada Karina. Namun penjelasan Egor sudah tepat. Ava menduga kalau uang itu tidak di pergunakan untuk membiayai pengobatan Karina. Akhirnya Ava menghubungi Ayahnya untuk membantunya.
"Dad." Sapa Ava.
"Tidak Ava, aku sudah mengatakan dari awal
Aku tidak akan memberikan bantuan sepeserpun untuk membantumu, sebagai hukuman."
"Dad! seru Ava tidak setuju.
" Ava, kau harus belajar bertanggungjawab pada dirimu sendiri, dan terhadap orang lain karena kau sudah melakukan kesalah. Belajarlah menghargai sesuatu sekecil apapun. Cari uang itu untuk membiayai pengobatan wanita itu dengan keringatmu sendiri. Dengan begitu kau bisa belajar menghargai apapun, sekecil apapun. Ava."
tut tut tut
"Dad!"
Panggilan telpon Ava di putus begitu saja oleh Yong Ma. Tanpa memberikan kesempatan Ava untuk bicara lagi.
"Ahkkk! Ava mendesah kesal, ia masukkan kembali ponselnya di saku celana.
"Apa yang harus kulakukan? bekerja? di mana?" gumamnyanya bingung.
"Harus berapa tahun aku bekerja untuk mengumpulkan uang sebanyak itu? rasanya mustahil. Sementara Karina tidak punya banyak waktu, atau dia buta permanen."
Ava terdiam cukup lama, berpikir keras bagaimana caranya mendapatkan uang dalam waktu yang tak lama. Detik berikutnya Ava tersenyum. "Sati! seru Ava teringat dengan salah satu temannya yang ada di Indonesia.
"Aku yakin dia bisa membantuku dalam pekerjaan."
Tanpa buang buang waktu lagi, siang itu juga Ava menemui temannya yang bernama Sati untuk memberikan pekerjaan. Sati sendiri adalah kaki tangan seorang mafia bernama Alexis Nicolas.
Sesampainya di rumah Sati, ia langsung menemui wanita itu.
"Kau butuh pekerjaan?" tanya Sati sambil tertawa lebar.
"Aku tidak bercanda Sati." Ava sedikit kesal karena ucapannya di anggap candaan semata.
"Kau serius? apa kau sudah tidak di akui Papa mu lagi?" goda Sati tersenyum nakal pada Ava.
"Aku serius, uang ini untuk membantu seorang wanita yang tak sengaja aku lukai." Jelas Ava.
"Oho! sejak kapan kau perduli pada orang lain. Apalagi pada seorang wanita?" Sati berjalan satu langkah mendekati Ava, dengan kedua tangan melingkar di leher Ava. "Apakah aku sudah tidak menarik lagi buatmu tuan Ava?" goda Sati.
"Cukup Sati, kau berikan pekerjaan atau tidak!" Ava menurunkan kedua tangan Sati dari lehernya.
"Baiklah, tapi tidak sekarang. Aku hubungi kau, dua hari lagi." Sati berjalan ke arah kursi lalu duduk.
"Oke, aku tunggu kabar selanjutnya." Ava langsung balik badan, mdlangkahkan kakinya.
"Ava! apa kau tidak ingin bersenang senang dulu denganku?!"
Ava hanya mengibaskan tangannya ke udara tanpa menoleh lagi ke arah Sati.
***
Sementara itu Karina tengah duduk di balkon kamarnya. Ia mendengar suara Zahra tengah mengerang kesakitan di kamarnya.
"Sepertinya Zahra hendak melahirkan, aku harus membantunya." Karina berdiri lalu berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Zahra.
"Aduh mas, sakiiit!"
"Sabar sayang, kita ke rumah sakit!" ucap Pramudya.
Karina langsung berhenti membuka pintu saat mendengar Pramudya memanggil Zahra dengan sebutan sayang. "Sayang?"
"Mas, ayo cepat!"
"Iya sayang, iya!"
Karina mendengar suara pintu di buka. Pramudya tertegun sesaat menatap Karina. Lalu ia mendorong bahu Karina.
"Awas minggir, menhalangi jalan saja!" sungut Pramudya. Lalu ia memapah Zahra keluar dari rumah.
Karina terdiam, hatinya terasa di tusuk ribuan jarum. Dadanya berdesir panas, air mata jatuh menetes di pipinya.
"Apakah mereka ada hubungan di belakangku? jika benar..ya Rabbb..." gumam Anna menjatuhkan tubuhnya di lantai menangis sesegukan. Membayangkan jika itu seandainya benar terjadi, betapa kejamnya Pram pada Karina.
"Bu, Ibu baik baik saja?" tanya Mbok Minah membantu Karina bangun dan berdiri.
"Mbok! Mbok harus jujur padaku!" Karina mencengkram tangan Mbok Minah kuat kuat.
"Apa Bu?" tanya Mbok Minah.
"Apakah Zahra itu istri mas Pram?!!! dengan suara bergetar.
" I, i-?"
"Kau benar Karina!" potong Sumarni dari arah kamar mendekati Karina.
"Apa Bu?"
"Zahra memang istri Pram, dan sekarang Zahra akan memberikan Ibu seorang cucu. Tidak seperti kau, istri tidak berguna hanya merepotkan Pram saja!
" Nyonya cukup!" sela Mbok Minah merasa ikut prihatin.
"Kau di sini pembantu! tidak perlu sok belain wanita buta itu! apa kau mau di pecat!" Bentak Sumarni, lalu ia menunjuk Karina. "Lebih baik kau minta cerai, dari pada di sini nyusahin dan tidak ada gunanya!" Sumarni langsung balik badan, hendak menyusul Pram ke rumah sakit.
"Bu, sabar Bu.." ucap Mbok Minah tidak tega melihat perlakuan mereka terhadap Karina.
"Tidak Mbok, apa yang Ibu katakan benar." Karina balik badan melangkahkan kakinya. "Aku juga tidak sudi hidup satu atap dengan wanita lain, lebih baik aku cerai."
Karina membuka pintu kamarnya di ikuti Mbok Minah yang terlihat khawatir.
"Zahra! aku tidak menduga kau tega!" pekik Karina.
"Bu, sabar Bu.."
"Mas Pram, kau ternyata pria brengsek!" jerit Karina. Ia menjatuhkan dirinya di lantai. "Apa salahku pada kalian!"
Mbok Minah terdiam mendengarkan semua kata kata Karina. Hatinya ikut perih merasakan apa yang Karina rasakan saat ini.
moga tidak ya klu iya gk semangat lagi baca nya