NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#15

Wei Li tidak langsung tidur malam itu. Ia berbaring telentang di ranjang besar yang terlalu empuk, menatap langit-langit kamar yang luas dan mahal. Lampu sudah dimatikan, hanya cahaya kota yang masuk dari balik tirai tipis, memantul samar di dinding. Lengannya terasa sedikit perih setiap kali ia bergerak. Bukan karena lukanya sakit luka itu kecil, hampir tidak berarti. Tapi karena maknanya.

Ia melipat kedua tangannya di atas perut, jari-jarinya saling bertaut. Sesekali ia melepasnya, lalu menggenggam lagi, seperti tidak tahu harus menaruh tangan di mana. 'Gue kena' pikirnya. Bukan hampir. Bukan kemungkinan. Tapi beneran.

Wei Li menghembuskan napas panjang, lalu tertawa kecil tanpa suara. “Selamat datang,” gumamnya, “ke bagian novel yang nggak seru buat dibaca.” Di dunia nyata, adegan begini sering dilewati. Di dunia ini, ia harus menjalaninya. Pintu kamar terbuka pelan. Wei Li tidak menoleh. Ia sudah hafal langkah kaki itu. “belum tidur? ,” suara Kun A Tai terdengar datar. Wei Li mengangkat bahu tanpa menoleh. “kau juga.”

Kun A Tai masuk dan berdiri di samping ranjang. Ia tidak duduk. Hanya berdiri, tangan di saku celana, tubuhnya tegak tapi bahunya sedikit turun tanda kelelahan yang jarang ia tunjukkan. “Pengamanan sudah beres,” katanya. “Untuk sementara.”

Wei Li memiringkan kepala. “Sementara, itu kata favorit orang-orang seperti mu.” Kun A Tai tidak membantah. “Jae Hyun?” tanya Wei Li. “Masih kerja,” jawab Kun A Tai. “Dia nggak suka ada celah.” Wei Li mengangguk pelan. Ia menatap langit-langit lagi, lalu berkata tanpa emosi berlebihan, “Orang yang menabrak ku itu… bukan amatir.”

Kun A Tai menoleh. “Kenapa kau yakin?” Wei Li menggerakkan tangannya, telapak menghadap ke atas. “Cara dia berjalan. Cara dia minta maaf. Cara dia meninggalkan luka sekecil itu tapi cukup buat ngasih pesan.” Ia menoleh ke Kun A Tai. “Itu orang yang tau persis apa yang dia lakuin.” Kun A Tai terdiam beberapa detik. “tak ku sangka kau cepat tanggap,” katanya.

Wei Li tersenyum tipis. “aku hidup dari menangkap hal-hal kecil.” Kun A Tai akhirnya duduk di kursi dekat jendela. Ia menatap ke luar, ke arah lampu kota.

“takut?” tanyanya tiba-tiba. Wei Li diam sejenak. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu menjawab jujur, “Iya.”

Kun A Tai menoleh. “Tapi bukan jenis rasa takut yang membuatku berhenti,” lanjut Wei Li. “Lebih ke… sadar.”

Kun A Tai mengangguk kecil. “Itu berbeda.” Wei Li menoleh ke arahnya. “Dan itu membuatku ingin lebih hati-hati.”

Keesokan paginya, Wei Li tidak keluar kamar. Bukan karena dilarang. Tapi karena ia memilih begitu. Ia duduk di sofa kecil dekat jendela, laptop terbuka di meja. Tidak ada kode berjalan. Tidak ada serangan. Tidak ada pergerakan agresif. Ia hanya… membaca. Data lama. Pola lama. Pergerakan orang-orang yang selama ini ia anggap latar. Tangannya sesekali menopang dagu. Kadang ia melipat lengannya, kadang mengetuk meja pelan dengan ujung jari.

'Kalau gue diserang sekarang', pikirnya, 'berarti gue terlalu kelihatan'. Ia membuka ulang kronologi beberapa minggu terakhir. Siapa yang bergerak lebih cepat. Siapa yang mulai gelisah lebih dulu. Nama itu muncul lagi. Shen Yu An.

Wei Li menyipitkan mata. Tangannya berhenti bergerak. “Lo nggak kelihatan,” gumamnya, “tapi jejak lo… berisik.” Ketukan pintu terdengar.

Jae Hyun masuk dengan wajah lelah, tapi masih sempat tersenyum kecil. “Pagi, nyonya ada masalah?,” katanya. Wei Li mendengus. “Pagi, korban lembur.” Jae Hyun duduk di sofa seberangnya, menjatuhkan tubuhnya dengan napas panjang.

“anda kelihatan tenang,” katanya. Wei Li mengangkat bahu. “hmm.” deheman Wei Li membuat Jae Hyun menatapnya beberapa detik. “Itu bukan reaksi normal.”

Wei Li menutup laptop pelan. “ya Gue tau. Tapi panik nggak bikin gue lebih aman.” Jae Hyun mengangguk. “ya saya setuju itu.” Wei Li menyilangkan kaki. Tangannya bertumpu di lutut. “Orang yang ngasih peringatan itu,” katanya, “nggak mau perang. eh belum.” Jae Hyun mengangkat alis. “Kenapa?”

“Kalau mau perang, gue udah dirawat di rumah sakit sekarang,” jawab Wei Li datar. “Atau lebih buruk lagi.” Jae Hyun menghela napas. “Jadi menurut anda ini apa?”

“Pengukuran,” jawab Wei Li. “Mereka ngecek sejauh mana gue berani.” Jae Hyun tersenyum tipis. “Dan?” Wei Li menatapnya lurus. “Dan gue nggak bakal mundur. Tapi gue juga nggak bakal maju sembarangan.”

Sore hari, Wei Li akhirnya keluar kamar. Bukan ke publik. Hanya ke taman dalam mansion. Ia berjalan pelan di jalur batu. Tangannya sesekali mengusap lengannya sendiri, kebiasaan yang muncul saat pikirannya terlalu penuh. Langkah-langkahnya terukur. Bahunya rileks, tapi punggungnya tegak.

Kun A Tai berdiri di dekat kolam kecil. Ia menoleh saat Wei Li mendekat. “Udara,” kata Wei Li singkat. Kun A Tai mengangguk. “Kadang itu sudah cukup.” Mereka berdiri berdampingan, tidak saling menatap. “aku nggak akan memberi pergerakan besar dulu,” kata Wei Li tiba-tiba.

Kun A Tai menoleh. “Kenapa?” Wei Li melipat kedua tangannya di depan dada. “Karena mereka ingin sebuah reaksi. Dan aku tak ingin memberi.” Kun A Tai mengangguk perlahan. “Itu keputusan dewasa.”

Wei Li terkekeh. “Kedengerannya tak cocok dengan ku .” Kun A Tai meliriknya. “kau lebih dewasa dari yang kau kira.” Wei Li menatap air kolam. “yah aku cuma tau satu hal.”

“Apa?”

“Kalau gue mau hidup lama di dunia ini,” katanya pelan, “gue harus tau kapan harus diam.” jelas Wei Lo dengan mata kosong. Kun A Tai menatapnya lama. Dan untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu Ia tidak melihat gadis yang terlempar ke dunia gelap ini secara kebetulan.

Ia melihat seseorang yang mulai memilih jalannya sendiri. Di malam hari, Wei Li kembali ke kamarnya. Ia duduk di depan laptop lagi. Kali ini tidak membuka sistem apa pun. Ia menulis. Catatan. Pola. Dugaan. Di baris terakhir, ia menulis satu kalimat: “Serangan pertama bukan untuk membunuh. Tapi untuk menguji.”

Wei Li menutup laptop, lalu berbaring. Tangannya tidak gemetar lagi. Di luar sana, permainan terus berjalan. Dan Wei Li Tidak melangkah maju. Tidak mundur. Ia berdiri. Menunggu.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!