Emily tak menyangka bahwa dia masuk ke sebuah novel yang alurnya membuatnya harus menikah dengan seorang miliarder kaya.
Pernikahan absurd itu malah sangat menguntungkannya karna dia hanya perlu berdiam diri dan menerima gelar nyonya serta banyak harta lainnya.
Namun sayangnya, dalam cerita tersebut dia akan mati muda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
《Chapter 25》
Orang bilang, waktu bisa menyembuhkan luka, melupakan masa lalu dan membuat masa depan uang lebih baik, tapi Emily masih merindukan Albert, suaranya, tatapannya dan segala kebiasaan tentang dirinya.
Kurang lebih sudah hampir 3 bulan Emily tinggal di desa kecil dengan pemandangan indahnya itu, menikmati kedamaian desa yang tidak memiliki suara ribut dari kendaraan, juga belum tercemar karna polusi.
Pagi ini, seperti biasa, ia bangun dari tidur dan merawat tanamannya, wajahnya gembira ketika melihat sayuran sudah mulai tumbuh meski belum terlalu besar, pohon persiknya juga sudah mulai berbuah, mungkin dua bulan lagi sudah bisa di panen.
"Selamat pagi Kakak cantik!," Emily menoleh dan mendapati Annchi sedang membawakan makanan, ia tersenyum dan menghampirinya.
"Ada apa ini?," tanya Emily.
"Mama membuat terlalu banyak makanan karna hari ini peringatan kematian Kakek, jadi mereka memberikan ini pada kakak," jawab Annchi dengan tatapan yang membuat Emily merasa gemas.
"Ok, sampaikan terimakasihku pada Bibi ya.."
Annchi segera menganggukkan kepala lalu meminta izin pulang, biasanya peringatan kematian hanya akan di hadiri keluarga besar, mereka mempersiapkan berbagai makanan dan menyalakan dupa lalu berdoa bagi jiwanya.
"Tepat sekali, aku sudah lapar," ucap Emily lalu segera sarapan, makanan yang Annchi bawa juga masih panas, sepertinya Ibunya langsung menyuruh anak itu membawakannya begitu ia selesai memasak.
Keluarga Bibi sudah dekat dengannya, terkadang mereka akan menitipkan Annchi jika mereka pergi ke ladang, itu sangat menyenangkan karna Emily bisa punya teman bermain dan bercerita, tentu Bibi dan Paman juga senang karna tidak terlalu repot membawa Annchi dan bisa fokus bekerja.
Setelah itu ia menyalakan tv dan hendak memotong buah untuk di makan, namun ketika akan mengambil pisau, perutnya terasa sakit, jadi ia memutuskan pergi mengambil obat lalu meminumnya.
Ia berbaring di sofa yang berhadapan dengan tv, mendengar berita tentang orang yang ia rindukan.
"Hari ini, pebisnis terkenal asal Beijing, Albert Juan, telah melakukan peresmian perusahaan di Amerika Serikat, beberapa tamu yang......"
Pembawa berita masih menyampaikan informasi namun Emily sudah terlelap dalam tidur, mungkin karna efek obat yang baru saja ia minum.
***
"Albert! Apa kau sungguh tidak akan menceraikan wanita itu?"
Albert tak menanggapi, ia fokus dengan laptop, ibu dan ayahnya sedang berada dalam ruangannya, mereka masih berada di Amerika setelah peresmian kemarin.
"Sudah ku bilang tidak," jawabnya.
Orangtuanya sudah beberapa kali menyuruhnya bercerai dan menikah dengan Clara, mereka sudah melihat foto naked mereka yang gadis itu perlihatkan.
"Albert, ayah bersungguh-sungguh, berdiri dan ikut kami pulang ke Beijing untuk melangsungkan pernikahan!," ucap ayahnya, namun Albert tidak bergeming, ia tetap pada keputusannya.
"ALBERT!," bentak ayahnya.
"STOP Ayah!, ini keputusanku, jika ayah tidak setuju silahkan hapus namaku dari penerus keluarga Juan, aku akan tinggal disini, perusahaan ini sudah sepenuhnya atas namaku jadi kalian bisa melakukan apapun yang kalian inginkan di Beijing!"
Albert keluar dari sana, menyuruh sopir membawanya ke tepian danau, ia butuh waktu untuk menenangkan diri.
Pencariannya pada Emily tidak mendapatkan hasil, semua kota dan negara sudah di telusuri tapi tak ada nama Emily Harlet disana.
Mereka tidak tau nama Cina Emily, gadis itu juga membeli tiket dengan nama itu.
Albert yang sekarang sangat menutup diri dan cepat emosi, ia masih menyuruh bawahannya untuk mencari gadis itu.
Dalam hidupnya, baru kali ini seorang gadis membuatnya gila.
***
Keesokan hari, Emily tidak bisa terbangun dari tempat tidur, dadanya masih agak sesak padahal ia sudah memakai nassal yang ia beli dengan tabung oksigen sedang.
Perutnya juga sakit, padahal ia tak pernah mengalaminya, gadis itu berfikir jalan terbaik untuk segera sembuh, jadi ia menelpon kepala deda, meminta tolong mereka agar mengantarkan ia ke rumah sakit terdekat.
Disana, hanya beberapa orang yang memiliki mobil, salah satunya kepala desa, meski mobil itu adalah mobil pick up barang.
"Permisi, Nona Emily?," Kepala desa masuk ke dalam rumah karna memang Emily tidak mengunci pintu, ia datang dengan anak laki-lakinya.
"Maaf merepotkan," ucap Emily saat anak itu menggendongnya untuk naik ke mobil, ia masih berusia 16 tahun dan bersekolah disana, namun postur tubuhnya sudah lebih tinggi dari Emily sehingga gampang untuk mengangkatnya.
Kepala desa pergi bersamanya karna anak itu harus segera pergi ke sekolah, tak banyak perbincangan dalam perjalanan, kepala desa terlihat khawatir dengannya.
Ia pernah bercerita bahwa ia memiliki seorang anak perempuan seusia dengan Emily dan sedang bekerja di Fuyang, mungkin sekarang ia melihatnya seperti anaknya.
Setibanya di Rumah Sakit, Emily langsung di larikan ke ICU, sedangkan Kepala desa menjadi wakilnya, ia mengisi formulir menurut yang ia ketahui tentang gadis itu.
Emily tetap sadar selama pemeriksaan berlangsung, jadi ia langsung menanyakan kondisinya pada dokter begitu ia selesai di periksa.
"Kondisi anda sekarang kekurangan vitamin dan juga kondisi paru-paru tidak baik, terlebih karna anda sedang mengandung"
Kepala desa yang ada disana kaget mendengar hal itu, selama ini Emily tidak pernah terlihat bersama seorang pria di rumah atau mengencani seseorang, namun ia melihat Emily hanya kaget sebentar lalu menganggukkan kepala.
"Anda harus menerima beberapa botol infus, sepertinya besok baru anda bisa pulang, saya permisi dulu," dokter itu pergi dari sana.
Kini Kepala desa duduk di samping ranjang, ia melihat Emily namun tidak memberikan pertanyaan, takut menyinggung gadis itu.
"Paman bisa pulang, besok saya akan naik taksi dari sini," ucap Emily padanya dengan tersenyum, ia belum berniat menceritakan apapun.
Kepala desa mengiyakan lalu pergi dari sana, Rumah Sakit ini memiliki jarak sekitar 2 jam perjalanan dan akses jalannya sudah besar, jadi sudah banyak alat transportasi seperti bus atau taksi di sana.
Kini, Emily termenung sendiri.
Jika mengikuti alur novel, maka delapan bulan lagi ia akan mati, sedangkan di dalam perutnya sudah ada makhluk hidup, meski belum bisa di katakan bayi namun bukankah janin sudah bisa merasakan emosi dari sang ibu?
Emily tidak ingin memberatkan pikirannya agar janin itu juga tidak stress, namun ia tetap harus berfikir bagaimana caranya untuk tetap hidup.
Sekarang, ia bertekad hidup, ia tidak ingin seperti Ibunya yang ada di dunia nyata, meninggal setelah melahirkannya.
Bukankah itu sangat tidak bertanggungjawab?, mempertahankan bayi namun ketika anak itu lahir ia pergi begitu saja.
Keberanian muncul di dalam benak Emily, ia memanggil suster agar bisa mendaftar untuk pemeriksaan menyeluruh, jika mereka menemukan masalah dengan tubuhnya maka ia akan berusaha untuk berobat atau melakukan operasi agar bisa terus hidup.