Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Aku, Kamu dan Dia
Laras hanya terdiam saat Gus Farid menyampaikan permintaannya. Ia berfikir keras, bukan hal mudah untuk menerima permintaan Gus pujaan para gadis di desa mereka.
"Maaf, Gus...." Lirih Laras yang menunduk.
Hanya kata - kata itu yang keluar dari mulutnya karna ia tak tau harus bicara apa lagi.
"Gak apa - apa kalau kamu belum siap, Ras, saya ngerti." Ujar Gus Farid dengan tenang.
Laras lalu mendongak melihat ke arah pria yang duduk tak jauh darinya. Wajah teduhnya kini sedang tersenyum pada Laras.
"Saya harap, kita gak akan jadi canggung karena permintaan saya tadi. Tetap berteman seperti biasa, bedanya, saya akan terang - terangan mendekati kamu, selama belum ada yang mengikatmu." Gelak Gus Farid.
"Terima kasih karna sudah mengerti, Gus." Ujar Laras yang ikut tersenyum.
Mereka berdua mengobrol sejenak di tempat yang sama, hingga Gus Farid mendapat telfon dari Gus Farhan yang meminta mereka kembali Ball Room.
"Sini, biar saya yang gendong Sakhi." Ujar Gus Farid saat melihat Laras hendak mengangkat tubuh Sakhi.
Laras pun mempersilahkan Gus Farid mengambil alih Sakhi dari pangkuannya. Gus kecil itu tampak tak terusik saat Gus Farid mengambilnya dari pangkuan Laras.
Orang - orang yang sedari tadi berlalu lalang, nampak selalu melihat ke arah mereka berdua. Ya, orang - orang pasti mengira kalau mereka adalah pasangan suami istri muda dengan seorang putra.
"Ammah...." Lirih Sakhi saat berada di gendongan pamannya.
"Ssstt... Ammah di sini, Gus." Lirih Laras setengah berbisik di dekat telinga Sakhi yang kepalanya ada di bahu Gus Farid.
"Ch! Gak mau banget jauh dari Ammah barunya." Cicit Gus Farid yang membuat Laras tersenyum.
Mereka berdua lalu berjalan kembali ke Ball Room dengan Laras yang berada di belakang Gus Farid sambil mengawasi Sakhi.
Sesampainya di Ball Room, Mereka berdua langsung berpisah. Gus Farid dengan menggendong Sakhi, bergabung dengan para laki - laki, sementara Laras kembali duduk di sebelah Ning Fahira.
"Sakhi ngerepotin ya, Ras? Maaf ya." Ujar Ning Fahira sambil memegang tangan Laras.
"Gak ngerepotin kok, Ning. Gus Sakhi nurut banget." Jawab Laras.
"Makasih banyak ya, Ras. Tumben banget dia kayak gini, biasanya selalu anteng kalai ikut kajian." Ujar Ning Fahira.
"Iya sama - sama, Ning. Saya seneng kok main sama Gus Sakhi."
"Lho, Sakhi dimana, nduk?" Tanya Bu Nyai.
"Gus Sakhi tidur, Bu Nyai. Itu di bawa sama Gus Farid." Jawab Laras.
"Gus Farid nututi to? (Gus Farid ngikutin to?)" Tanya Uti.
"Tadi saya minta tolong Gus Farid anter susunya Sakhi, Ti. Soalnya sudah jam tidur Sakhi, takut anaknya rewel dan makin merepotkan Laras." Ning Fahira menjelaskan.
Tak lama kemudian, acara kajian itu selesai. Tiga rombongan itu kemudian beranjak menuju ke Masjid Agung untuk melaksanakan sholat zuhur.
Mereka pun mampir ke restauran untuk makan siang bersama sebelum kembali ke pondok Kiyai Sa'ad.
Kali ini, Gus Farhan juga ikut ke pondok orang tuanya. Mereja berencana menginap beberapa malam, sekaligus akan ikut melaksanakan acara punggahan (syukuran menyambut bulan suci Ramadhan) yang selalu di lakukan oleh pondok seminggu sebelum Ramadhan.
Sore itu, Gus Farid lah yang mengantarkan Laras dan Uti kembali kerumah. Tentu saja karena Sakhi yang merengek ingin ikut bersama Ammah Laras.
Tak langsung pulang, Gus Farid singgah terlebih dulu di rumah Uti demi menuruti keinginan keponakannya yang masih ingin main di sana.
Laras, Gus Farid dan Sakhi berada di teras rumah Uti. Laras tampak asyik bermain dengan Sakhi sembari mengobrol dengan Gus Farid.
"Ammi, ini gak bisa!" Sakhi yang duduk di antara Laras dan Gus Farid, memberikan kepingan puzzle pada pamannya.
Mereka bertiga tampak asyik menyusun puzzle itu sambil bersenda gurau. Gus Farid membujuk keponakannya untuk pulang karena waktu mendekati surup.
Dengan berat hati, akhirnya Sakhi menuruti pamannya dan berpamitan pada Laras dan juga Uti.
"Om Dimas......." Seru Sakhi dan langsung berlari ke arah Dimas saat keluar dari teras rumah Uti.
Dimas sendiri langsung berjongkok dan menyambut Sakhi yang langsung memeluknya.
"Om Dimas kok ada di sini? Om Dimas kok udah lama gak main ke rumah Sakhi?" Cicit Sakhi yang nampak akrab dengan Dimas.
Dimas menggendong putra sahabatnya itu dan membawanya kembali pada Gus Farid yang ada di halaman rumah Laras, tentu saja Laras pun masih ada di sana.
"Maaf ya, Om belum sempat main kesana." Jawab Dimas.
"Om ngapain di sini?"
"Rumah Om Dimas di situ." Jawab Dimas sambil menunjuk ke arah rumahnya.
"Rumah Om Dimas ada di sebelah rumah Ammah Laras." Ujar bocah kecil itu.
Dimas mengerutkan dahinya saat mendengar Sakhi memanggil Laras dengan sebutan Ammah. Yang ia tau, panggilan itu hanya di tujukan untuk memanggil bibi atau tante yang merupakan keluarga dekat.
Gus Farid menyalami Dimas yang sedang menggendong Sakhi. Berbeda dengan Gus Farid yang memang mengetahui kedekatan Dimas dengan Sakhi, Laras justru tampak heran.
"Apa semua laki bisa kayak gini, sih? Kalo di belakang kayak rival, kalo ketemu kayak sohib banget! Belum aja om - om itu tau kalo aku tadi di ajakin ta'aruf. Tapi jangan sampe tau deh, bisa kacau." Batin Laras.
"Kok Sakhi neng kene? (Kok Sakhi di sini?)" Tanya Dimas pada Gus Farid.
"Iyo, Mas. Gus Farhan karo Ning Fahira dolan merene. Arep sisan punggahan neng kene. (Iya, Mas. Gus Farhan dan Ning Fahira main kesini. Mau sekalian punggahan di sini)." Jawab Gus Farid.
"Kok bisa akrab?" Laras menunjuk Dimas dan Sakhi yang ada di gendongan Dimas.
"Sering main bareng." Jawab Dimas.
"Kok bisa?" Tanya Laras masih heran.
"Ya bisa to, kan Mas Dimas sahabatnya Gus Farhan." Sahut Gus Farid.
"Yo wes, tak mulih sek, Mas. Dolan pondok, lho, mumpung Gus Farhan enek. (Yaudah tak pulang dulu, Mas. Main ke pondok, lho, mumpung ada Gus Farhan)" Ujar Gus Farid.
"Waleh ndelok Farhan. (Bosen lihat Farhan)" Ujar Dimas yang membuat mereka berdua terkekeh.
"Ayo, kita pulang dulu. Pamit sama Om Dimas." Gus Farid mengajak Sakhi.
"Om, Sakhi pulang kerumah Njit dulu ya. Om Dimas besok main kerumah Njit ya, kita mainan lagi sama Ammah Laras juga." Ujar Sakhi dengan polosnya.
"In syaa Allah ya. Kalau ada waktu, Om samperin Sakhi di rumah Njit." Jawab Dimas.
Mereka berdua kemudian tos. Tos khusus yang selalu di lakukan Dimas dan Sakhi saat mereka saling berpamitan.
Gus Farid dan Sakhi pun meninggalkan rumah Laras. Kini, tinggal lah Dimas yang menatap tajan ke arah Laras.
"Kenapa kok liatinnya gitu?" Cicit Laras.
"Kok bisa?" Tanya Dimas.
"Kok bisa, kok bisa apaan sih, Mas?" Tanya Laras.
"Kok bisa kamu sama Sakhi dan Farid?" Tanya Dimas.
"Ooh itu tadi ternyata keluarga pondok tuh ngajak Uti sama aku ikut kajian ustadz yang lagi naik daun itu di Kabupaten. Terus, Gus Farhan sama Ning Fahira juga dateng bawa Gus Sakhi dan Ning Naima." Cerita Laras.
"Kenapa Sakhi manggil kamu Ammah?" Selidik Dimas.
"Ya suka - suka Gus Sakhi, lah. Aku juga gak tau, tiba - tiba dia manggil aku Ammah." Jawab Laras.
"Aneh! Biasanya panggilan itu cuma buat keluarga aja." Gerutu Dimas.
"Ya mungkin Gus Sakhi mau aku jadi keluarganya." Sahut Laras yang menggoda Dimas.
"Gak boleh!" Ujar Dimas.
"Lah, kenapa? Kalo aku mau, gimana?"
"Ay!"
"Sst udah jangan kebanyakan protes. Mas Dimas pulang sana, udah mau magrib. Aku juga mau mandi." Ujar Laras.
"Awas ya kamu! Kopi susu nanti malem!" Kata Dimas sembari beranjak dari tempatnya berdiri.
"Ih, iya - iya, nanti malem aku buatin. Tuker jajan loh ya." Gelak Laras yang di jawab acungan jempol oleh Dimas.
update trus y kk..
sk bngt ma critany