Rabella membenci Alvaro, adik angkatnya!
Semua orang tau itu, tapi apa jadinya kalau Rabella malah jadi istri kedua Alvaro karena kecerobohannya sendiri? Setelahnya, Rabella harus menanggung nasib paling buruk yang tak pernah dia impikan!
Apa yang terjadi sebenarnya?
Yuk simak cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alnayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alvaro Sesat
Lyan sudah pergi meninggalkan perusahaan Keluarga Wilson. Tapi senyum lebar di wajah Rabella belum luntur juga, dia senang! Fakta bahwa Lyan tidak suka akan pernikahannya dengan Alvaro, ya tentu saja itu tidak terlepas dari hubungan Lyan dan Mika yang merupakan saudara kandung.
Jika Rabella berada di posisi Lyan, mungkin dia akan melakukan hal yang sama.
Entah kenapa, perasaan Rabella jadi menghangat berkat Lyan yang menawarkan bantuan padanya.
Selama dua minggu, Rabella menjalani kehidupannya dengan baik. Baik di kantor maupun di rumah. Tak ada masalah, sampai hari itu tiba.
Sebuah mobil mewah yang sangat Rabella kenali sudah berada di garasi.
Rabella jadi memutar bola matanya malas.
"Sialan, anak itu udah balik? Kenapa juga dia harus ke sini? Bukannya dia udah punya rumah sendiri?" pikir Rabella, jelas 'anak' yang dimaksud Rabella adalah Alvaro! Adik angkatnya! Rabella hampir lupa, bahwa ini sudah satu bulan sejak Alvaro menikah. Artinya, masa honeymoon pria itu juga sudah berakhir!
Rabella masuk ke dalam mansion dengan langkah pelan, sialnya pria yang sangat enggan dia temui malah duduk santai di ruang tamu sembari mengobrol dengan papanya!
Kedatangan Rabella membuat kedua pria berbeda generasi itu mengalihkan perhatian.
Alvaro tersenyum, seperti biasanya.
Sedangkan Felix hanya diam saja. Dalam hati pria tua itu, dia takut kalau putrinya bertindak gegabah setelah bertemu dengan Alvaro.
"Malam kak, Rabel. Kakak baru pulang kerja?" Alvaro menyapa dengan santai, seolah mereka benar-benar pernah menjadi saudara yang penuh kasih sayang.
Rabella berdecih, langsung membuang mukanya.
"Buta lo? Udah tahu, masih aja tanya."
"Rabella," tegur Felix. Tapi Rabella abai, segera mengabaikan mereka dan kembali melanjutkan perjalanan ke kamarnya.
"Sudah, tidak apa-apa, Pa." Rabella masih bisa mendengar ucapan Alvaro barusan, hingga membuatnya tersenyum sinis.
"Masih aja suka cari perhatian, dasar anak angkat gak tahu diri."
Rabella benar-benar meninggalkan mereka berdua.
Felix menghela nafas kasar.
"Papa jadi gak enak sama kamu, Alvaro. Harusnya kamu gak perlu menikahi Rabella, dia masih saja bersikap seperti itu pada kamu. Padahal sekarang kamu sudah jadi suaminya," ucap Felix, menatap senduh putra angkatnya.
Alvaro hanya tersenyum tipis.
"Papa tidak perlu merasa seperti itu, ini semua adalah bentuk tanggung jawab aku buat kak Rabella. Harusnya aku yang minta maaf sama Papa, karena gak bisa menjaga Kak Rabella. Kalau saja malam itu aku lebih berhati-hati, mungkin..."
"Nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana pun lagi kalian sudah jadi suami istri. Papa harap, kamu bisa bersabar dengan tingkah Rabella. Papa benar-benar berharap anak itu bisa berubah lebih sopan dan baik pada kamu," ucap Felix lagi, menyela ucapan Alvaro yang menurutnya terlalu berlebihan untuk seorang korban di masalah ini.
Felix tahu, bahwa kejadian waktu itu juga merupakan ide putri kandungnya. Entah bagaimana, akhirnya mereka menikah juga.
Walau ada sedikit keraguan, tentang perasaan putrinya pada Alvaro. Tapi, pada akhirnya fakta menyatakan bahwa putri kandungnya sudah bercampur dengan putra angkatnya ini.
Setidaknya, Felix merasa lega. Karena Rabella menikahi pria yang sudah sangat dikenalnya, bahkan sejak kecil.
Felix tahu sikap Alvaro, baik, lembut, dan penyayang. Bahkan terkadang, Felix merasa Alvaro terlalu baik ketika pria itu selalu menerima perlakuan buruk dari Rabella sejak kecil.
Jika orang normal, mungkin mereka akan membenci Rabella. Sama seperti Rabella yang membenci Alvaro.
Tapi, Alvaro benar-benar tak memperlihatkan bahwa dia membenci Rabella.
Ya, Felix harap keputusannya menikahkan Rabella dengan Alvaro adalah keputusan yang tepat dan tidak akan merugikan siapapun.
Alvaro hanya mengangguk saja, membenarkan ucapan papanya.
"Kalau begitu, kamu istirahat dulu saja. Temani Mika di kamar, dia pasti udah nungguin kamu dari tadi. Papa juga masih ada urusan di luar," ucap Felix, yang kemudian meninggalkan Alvaro.
Pria tampan itu tersenyum menatap kepergian Felix.
Mengeluarkan ponselnya, lalu mengirim pesan pada Mika.
[Anda : Sayang, aku akan pergi keluar sebentar bersama papa. Kamu istirahat duluan saja ya] 20.30
Terkirim
Kemudian, pria itu akhirnya melangkah naik ke lantai dua. Bukan ke kamarnya, melainkan kamar Rabella. Kakak angkatnya, juga sekaligus istri keduanya.
Clek
"Lo nggak diajarin sopan santun ya? Berani banget lo masuk ke kamar orang tanpa izin, hah?" Suara Rabella sangat tegas, terdengar sekali kalau dia tidak suka dengan kehadiran pria yang sangat dibencinya ini.
Ya, pelakunya adalah Alvaro.
Tapi, pria itu tak menggubris ucapan Rabella sama sekali. Terus masuk, kemudian kembali mengunci pintu kamar kakak angkatnya itu.
Rabella yang tadinya duduk di balik meja rias, akhirnya berdiri karena Alvaro mengabaikan tegurannya barusan.
"Kenapa Kak Rabella suka marah-marah sih? Aku jadi makin suka melihatnya, Kak. Bagaimana ini? Kakak harus bertanggung jawab," tanya Alvaro, dia sudah berhadapan langsung dengan Rabella.
Jarak keduanya sangat dekat dan Alvaro terus saja memangkas jarak diantara mereka.
Rabella menggeram kesal. "Sialan lo! Berhenti main-main sama gue, Alva!" pekik Rabella kesal. Dia berusaha mendorong Alvaro, agar pergi dari kamarnya.
Tapi, dengan cepat kedua tangan itu digapai Alvaro, digenggam erat, sampai tak bisa dilepas sama sekali.
Kali ini, jarak di antara mereka benar-benar habis. Tak tersisa apapun. Bahkan Rabella bisa merasakan bagaimana pria di depannya ini menghirup nafas.
Wajah mereka kembali bertemu, bukan tatapan rindu antar kekasih yang sudah lama berpisah.
Tapi, tatapan penuh menantang yang tak mau kalah satu sama lain.
"See, anak kesayangan papa gue tenyata kayak gini ya? Otak sesat lo!"
"Kenapa Kak Rabella suka sekali mengucapkan kata-kata kasar seperti itu? Sekarang, kita adalah suami istri, Kak. Panggil aku 'sayang', aku ingin mendengar suara kakak yang memanggilku seperti itu."
Alvaro juga tak mau mengalah, terus meladeni Rabella, bahkan menantang wanita cantik yang sudah dipojokkan sampai tak bisa berkutik sekarang.
"Cuih, minta aja sana sama istri lo! Inget ya, sampai kapan pun gue gak sudi jadi istri lo!"
Alvaro memejamkan matanya sejenak, sesaat setelah Rabella berani meludah pada wajah tampannya.
Detik selanjutnya, matanya kembali terbuka. Kali ini, bukan mata sayu seperti sebelumnya. Tapi mata dengan sorot tajam, layaknya macan yang sudah menemukan mangsanya.
"Tapi, Kakak juga istriku sekarang, bukan? Jadi, kenapa tidak kakak saja yang memanggilku dengan panggilan yang romantis itu?"
"Hah, lo pikir gue bakal mau? Gak bakal. Awas, minggir lo! Atau lo mau gue teriak dan bikin semua orang di mansion ini, termasuk papa, tahu kelakuan busuk lo yang sesat kayak gini?" ancam Rabella, sembari berusaha melepaskan diri dari Alvaro.
Senyuman aneh, terpampang di wajah pria tampan yang masih menyudutkan Rabella.
"Kakak pintar sekali, malam ini aku memang akan membuat kakak berteriak-teriak, tak masalah jika ada yang menonton.. Tapi mungkin kakak yang akan malu," tukas Alvaro, dalam sekali gerakan dia langsung menjatuhkan Rabella ke atas ranjang.
Bruukk....
"Maksud lo apa sih, anj-"
"Mmmhh, ini manis sekali.. sama seperti terakhir kali."