Dilarang memplagiat karya!
"Pernikahan kontrak yang akan kita jalani mencakup batasan dan durasi. Nggak ada cinta, nggak ada tuntutan di luar kontrak yang nanti kita sepakati. Lo setuju, Aluna?"
"Ya. Aku setuju, Kak Ryu."
"Bersiaplah menjadi Nyonya Mahesa. Besok pagi, Lo siapin semua dokumen. Satu minggu lagi kita menikah."
Aluna merasa teramat hancur ketika mendapati pria yang dicinta berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Tak hanya meninggalkan luka, pengkhianatan itu juga menjatuhkan harga diri Aluna di mata keluarga besarnya.
Tepat di puncak keterpurukannya, tawaran gila datang dari sosok yang disegani di kampus, Ryuga Mahesa--Sang Presiden Mahasiswa.
Ryuga menawarkan pernikahan mendadak--perjanjian kontrak dengan tujuan yang tidak diketahui pasti oleh Aluna.
Aluna yang terdesak untuk menyelamatkan harga diri serta kehormatan keluarganya, terpaksa menerima tawaran itu dan bersedia memainkan sandiwara cinta bersama Ryuga dengan menyandang gelar Istri Presiden Mahasiswa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 5 The Unbeatable
Happy reading
Sebagai tuan rumah, Arjuna dan Ayu menyambut kedatangan dua tamunya dengan tangan terbuka serta senyuman ramah.
Mereka ... Xavier dan Edo. Ketua dan Wakil Jendral Geng Bima Sakti. Musuh bebuyutan Sang Presiden Mahasiswa--Ryuga Mahesa.
Arjuna memandu para tamu masuk ke ruang utama dan mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa. Sementara Ayu bergegas mengayun langkah menuju dapur untuk membuatkan minuman--tiga cangkir 'vanilla latte'.
Tadi sebelum menemui Xavier dan Edo, Ayu menitipkan Aruna pada Ryuga. Ia berpesan, supaya mereka berdua tinggal di dalam kamar sampai para tamu pulang. Tentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat kedua tamunya masih sering bersitegang dengan ketua dan anggota BEM inti.
"Silahkan diminum!" tutur Ayu sambil meletakkan nampan berisi tiga cangkir vanila latte di atas meja kaca.
Tidak ada tanggapan.
Aura dingin terlihat jelas di wajah Xavier. Namun, baik Ayu maupun Arjuna tidak mempermasalahkan hal itu, sebab mereka sangat paham bagaimana watak dan karakter Xavier.
"Luna, ayo pulang! Ada hal penting yang mau gue omongin sama lo." Suara Xavier terdengar datar. Namun penuh penekanan.
"Aku juga. Ada yang ingin aku omongin sama Kak Vier," cicit Aluna sambil menunduk. Sembunyikan raut wajah sendu sekaligus ... takut.
"Tentang Baskara dan Tifany?" tebak Xavier dan dijawab dengan anggukan oleh Aluna.
"Tadi di butik, aku melihat Baskara dan Tifany berciuman, Kak. Mereka tega mengkhianati kepercayaan-ku dan ngehancurin hidupku. Sampai aku 'sempat' berpikiran untuk bunuh diri --"
"Bastard !!!!" Xavier mengumpat dan meninju meja kaca.
Kemurkaannya terhadap Baskara dan Tifany kian menjadi setelah mendengar pengakuan Aluna--'sempat berpikiran untuk bunuh diri' karena kelakuan dua makhluk menjijikan itu.
Prankkkk
Suara itu menggema. Untungnya tidak sampai membuat Aruna--si gadis kecil terkejut dan menangis. Tetapi sukses membuat Aluna mengangkat wajahnya yang semula menunduk.
Lantas bagaimana dengan Arjuna dan Ayu?
Mereka hanya menghela napas dan berusaha untuk mengendalikan emosi. Meski inginnya memaki--menyaksikan meja kaca dan tiga cangkir hancur tak berbentuk.
Darah mengalir dari buku-buku jari Xavier. Namun pria bermata elang itu seolah tak merasakan perih.
Amarah mendominasi, menjadikan Xavier mati rasa dan tak peduli pada luka yang masih mengalirkan darah.
"Kak, kendaliin emosi Kak Vier. A-aku takut kalau Kakak begini." Suara Aluna lirih dan sedikit terbata ketika mengucap kalimat itu.
Sungguh, ia merasa tidak enak hati pada tuan rumah karena kelakuan Xavier yang tak terkendali.
"Maaf --" lirih Xavier--menyesal.
Aluna mengangguk samar dan segera membalut luka Xavier dengan pasmina yang semula dijadikannya syal. Lantas meminta maaf pada Ayu dan Arjuna.
"Kita ke rumah sakit, Kak --"
"Nggak. Langsung pulang."
"Tapi tangan Kak Vier --"
"Ck, cuma luka kecil. Nggak usah khawatir. Lagian, darahnya udah berhenti. Ayo kita pulang sekarang --"
Lagi, Aluna mengangguk--menanggapi ucapan Xavier.
"Sebelum pulang, aku mau menemui Kak Ryuga dulu," ucapnya ragu.
Xavier mengerutkan dahi dan menatap lekat wajah adik bungsunya.
"Maksud lo ... Ryuga Mahesa? Si ketua BEM?"
"Iya, Kak. Dia yang nyegah aku bunuh diri. Alhamdulillah, Allah masih memberi-ku kesempatan untuk hidup dengan mengirim Kak Ryuga di waktu yang tepat --"
"Berkat perantara Kak Ryuga, aku bisa terlepas dari maut. Berkat perantara Kak Ryuga juga, aku bisa temui tenang di rumah ini."
Xavier menghembus napas kasar dan mengepalkan tangan. Bukan karena marah. Tapi, karena rasa tak nyaman yang singgah setelah mendengar ucapan Aluna.
Bagaimana bisa, orang yang ditasbihkan sebagai musuh malah berperan sebagai malaikat penolong bagi adik terkasih.
"Kak, berdamai lah dengan Kak Ryuga. Aku ingin, kalian berteman seperti dulu. Sewaktu kalian duduk di bangku SMA."
Xavier menghela napas, lantas memaku atensinya pada Aluna. Tatapan matanya menyiratkan luka yang selama ini disimpan dan enggan dibagi.
"Gue nggak bakal mau berdamai, sebelum dia mundur dan nyerahin tahta ketua BEM."
"Kenapa? Apa yang Kak Vier dapetin kalau Kak Ryu mundur dan nyerahin tahta ketua BEM? Nggak ada kan?"
"Jelas ada. Geng Bima Sakti yang gue diriin bisa lebih kuat dan dikenal hebat ketimbang Geng Brawijaya."
Xavier sejenak terdiam setelah mengutarakan jawaban. Ingatannya menerawang ke masa lalu. Saat duduk di bangku SMA.
"Gue dan Ryuga adalah inti dari Geng Brawijaya. Ryuga sosok Jendral yang selalu dipuja dan jadi pusat perhatian. Semua anggota geng menyebutnya 'The Unbeatable'. Sementara gue, cuma jadi wakil jendral. Bayang-bayang yang nggak pernah terlihat. Gue selalu berada di belakang, ngerencanain strategi buat kemenangan Geng Brawijaya. Tapi, pujian selalu jatuh ke Ryuga. Dan itu, bikin gue sakit hati --"
"Gue mau validasi. Gue juga mau berada di puncak tertinggi. Gue pingin buktiin ke semua orang ... Xavier Aditama adalah pemimpin yang nggak terkalahkan--'The Unbeatable' sejati. Dan Ryuga, hanya seorang pecundang yang berotak udang."
Perkataan Xavier yang cukup panjang mendorong Ayu untuk mengudarakan tawa.
Ia merasa geli sekaligus miris.
"Stupid !!!"
Makian itu terlontar ringan dari bibir Ayu.
Tak ada rasa takut. Tak ada rasa sungkan. Dan tak peduli jika objek yang dimakinya akan murka.
"Lo ngatain gue?" Tatapan nyalang dilayangkan oleh Xavier. Namun Ayu--sang mantan Ketua Geng Srikandi tak sekalipun merasa takut dan malah balas menatap mata elang Sang Ketua Geng Bima Sakti yang 'katanya' dikenal kejam.
"Pertanyaan bodoh. Seperti orangnya." Ayu tersenyum mencemooh dan melipat kedua tangan di dada.
"Lo --"
"Apa? Kamu mau nantangin aku cuma gara-gara ngungkapin fakta kalau kamu 'stupid'?"
"Ay, sudah." Arjuna menginterupsi dan berusaha menenangkan istrinya yang 'mungkin' terpancing emosi dengan melabuhkan usapan di bahu.
Aluna pun melakukan hal yang sama. Berusaha menenangkan Xavier yang bisa saja kian tak terkendali.
"Please, Kak. Kontrol emosi. Aku nggak enak sama Kak Ayu dan Kak Juna." Suara Aluna laksana hembusan angin lalu, yang tak perlu didengar. Apalagi diindahkan.
"Gue tantangin lo! Gue bakal buktiin ... kalau gue nggak 'bodoh'."
"Oke. Mau tanding apa? Gelut atau ... cerdas cermat. Aku jabanin dua-duanya kalau kamu mau memvalidasi kebodohan hakiki."
"Bloody hell !!!" Xavier mengumpat dan membawa tubuhnya berdiri.
Sungguh, ia tidak terima dengan hinaan yang dilontarkan oleh Ayu.
"Liat aja! Lo nggak bakal bisa tenang ke mana-mana --"
"Ancaman basi, dilontarkan oleh seorang pecundang sejati yang ingin validasi. Jadi, nggak perlu didengar, apalagi ditakuti." Ayu memangkas ucapan Xavier dan turut membawa tubuhnya berdiri.
"Stupid, to-lol, otak udang, banci. Makian itu pantas dihibahin buat kamu. Ketua geng yang 'hanya' berani mengancam seorang wanita dan ngibarin bendera perang yang cuma bertujuan buat dapet validasi 'The Unbeatable'."
"Dengar, Vier. The Unbeatable sejati nggak perlu validasi, karena mereka punya konstanta yang menarik. Membuat orang disekelilingnya tertarik dan mengagumi. Dia adalah seseorang yang memiliki kesabaran luar biasa, ketangguhan dalam menghadapi segala kondisi, dan kemampuan menguasai diri. Bukan orang yang hanya ngandelin kekuatan atau kekuasaan cuma untuk dianggap terhebat dan tak terkalahkan."
Bungkam.
Senyap.
Tidak ada kata yang terucap untuk mendebat perkataan wanita bergelar 'istri Arjuna Tsaqif'.
Xavier kalah telak. Bukan karena adu fisik. Tapi karena rangkaian kata 'frontal' yang tercetus. Meremas hati dan berhasil membuat otak-nya terprovokasi.
🍁🍁🍁
Bersambung
kreatif. Tapi nilai kreatifnya akan bermakna jika digunakan ke arah hal yg lbh positif. ngritik boleh. Tapi lbh baik jika energinya dibuat utk ikut membangun aja kan... membangun bukan yg berarti harus ini dan itu, terjun di politik atau apalah..berpikiran kayak anak muda di kisah ini, itu udah bagian dari membangun. membangun mental bangsa yang udah terlalu banyak dicekoki parodi---yang sementara dianggap lucu, tapi justru tanpa sadar menanamkan nilai tidak mrncintai negeri ini....
ah..kok ngomongnya jadi kemana2 ya..
aku nyimak ya..sambil goleran
kalau di lingkup personal gak. Tapi itu emang udah sesuai porsi. kan judulnya sandiwara cinta Presma...😍😍
nyonya kaya raya ketipu arisan bodong bisa darting juga ya😄😄
ada sesuatu nih dgn nama ini