Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia adalah aktris A-class yang hidupnya terlihat sempurna — sampai semuanya runtuh di puncak kariernya.
Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya.
Namun ketika takdir memberinya kesempatan untuk hidup lagi, Cassia hanya ingin satu hal: menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis.
Ia ingin menebus hidup yang dulu tak sempat ia nikmati — dengan caranya sendiri.
Tapi siapa sangka, hidup tenang yang ia impikan justru membuka pintu ke masa lalu yang belum sepenuhnya selesai… dan pada satu sosok CEO muda yang selalu mendukungnya selama ini dan diam-diam menunggu untuk menyembuhkannya.
💫 Ayo klik dan baca sekarang — ikuti Cassia mengubah takdirnya dan menemukan cinta yang benar-benar menenangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Hembusan Rumor
Setelah mengantarkan Cassia kembali ke rumahnya, Maura langsung kembali ke kantor karena Felix menghubungi untuk bertemu.
Pintu terbuka pelan.
Maura masuk dengan langkah hati-hati, ia juga memastikan semua karyawan sudah pulang.
Begitu masuk, Maura langsung mencium aroma tembakau mahal yang samar di dalam ruangan ini. Asap tipis mengepul di udara, menambah suasana tegang dalam ruangan ini.
Di balik kaca besar yang menghadap kota, Maura melihat Felix berdiri membelakangi pintu, bahunya kaku, satu tangan menggenggam gelas bourbon yang hampir kosong.
Ia sudah tahu, sejak Felix memanggilnya terburu buru seperti ini, pria itu pasti tidak dalam situasi yang baik.
“Duduk,” ucap Felix singkat tanpa menoleh.
Nada suaranya dingin, tapi di balik nada itu, Maura bisa merasakan amarah yang ditahan dengan susah payah.
“Sepertinya semua orang sedang membicarakan Cassia, ya?” katanya akhirnya, suaranya datar tapi tajam. “Bukan karena promosi drama yang dibahas di Meet and Greet sesuai rencana, tapi karena pria itu—Maximillan Dalton.”
Maura menelan ludah pelan memilih kata katanya, “Mereka memang sedang jadi sorotan, pak Felix. Tapi—”
“Jangan panggil aku Felix.” Suaranya memotong cepat. “Gunakan ‘Pimpinan’ saat bicara urusan kerja.”
Maura langsung diam, juga tidak berniat menyelesaikan perkataannya barusan. Atmosfer di ruangan itu berubah dingin seketika.
Lalu Felix berbalik, menatap Maura.
Sorot matanya tajam, tapi di baliknya Maura melihat ada sesuatu yang jauh lebih gelap: campuran cemburu dan kehilangan kendali.
“Dia makin jauh dariku,” gumamnya lirih, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri. “Dulu Cassia tidak akan bisa membuat keputusan besar tanpa berdiskusi denganku. Sekarang… dia bahkan tidak menatapku saat berpapasan di kantor. Seolah aku orang asing.”
Felix menaruh gelasnya di meja, suaranya pelan tapi terukur. Sepersekian detik nadanya berubah.
“Dan pria itu… dengan entengnya berdiri di panggung, dan bilang seolah dialah satu satunya pendukung Cassiaku selama ini” menggeram kesal.
Maura tahu betul ini bukan soal pekerjaan tapi tentang gengsi dan masalah hati. Felix merasa kehilangan kendali atas sesuatu, yang tadinya pria itu pikir akan sama selamanya menjadi miliknya. Ia tidak siap untuk kehilangan, namun juga tidak ada kemampuan untuk mempertahankan. Maura sangat tahu, bahkan sedikit banyak menunggu celah itu hadir sejak dulu.
“Pimpinan, apa ada yang aku bisa lakukan untuk membantu?” suaranya lembut, profesional — tapi ada nada halus penuh pengamatan.
Felix tidak langsung menjawab. Ia mengambil rokok baru, menyalakannya perlahan, dan menatap Maura dari balik kepulan asap.
“Katamu kamu punya cara membuatnya kembali kepadaku? Kenapa tidak kamu lakukan? Kalau tidak sekarang, aku takut Cassia semakin jauh dariku.”
Maura tersenyum kecil, seperti seseorang yang tahu persis arah pembicaraan akan ke mana.
“Mohon sabar dulu pak pimpinan, tadi aku masih sibuk mengurus persiapan Meet and Greet. Namun hal ini bisa langsung diskusikan kok sekarang.”
“Iya, pikirkanlah caranya dengan cepat. Aku tidak bisa bersabar lagi. Kamu lihat sendiri kan berita tentang Cassia dan Max hari ini?”
“Siapa juga yang belum melihatnya, Pak? Cassia dan pak Max jadi tranding topik hangat hari ini. Semua media membicarakannya. Ponselku juga tidak berhenti berdering dari orang orang yang terus mencari informasi lebih lanjutnya.”
Felix mendecak pelan. “Lucu. Dulu dia selalu bilang tak suka diekspos… tapi lihat sekarang.”
Dia yang dimaksud Felix sudah pasti Maximillan. Sejak kapan pria itu menjadi berani mengejar Cassia, pikirnya.
Efek berpikir terlalu keras, Felix merasakan kepalanya yang berdenyut pusing.
Maura maju beberapa langkah. Suara dari heelsnya berirama menadakan langkah kakinya stabil, “Kalau boleh jujur, Pak, ini bukan sekadar eksposur biasa. Publik mulai menghubungkan nama mereka. Dan sebagian besar… berpihak pada Cassia. Jadi, aku rasa kita bisa menggunakan momen ini.”
Nada suaranya terdengar seperti bisikan, lembut tapi menusuk.
Felix menatapnya. “Maksudmu?”
Maura pura-pura menatap keluar jendela, seolah mencari kata yang tepat.
“Aku hanya berpikir… Biasanya publik terlalu mudah percaya yang mereka lihat baca dan dengar kan. Bahkan mereka tidak tahu siapa Cassia sebenarnya. Selama ini Cassia berhasil memainkan citra wanita sempurna, tapi siapa yang tahu apa yang dia lakukan di balik layar?”
Felix mengerutkan kening. “Jaga bicaramu. Kau bicara seolah—” Felix tersinggung Cassia dibicarakan seperti itu.
Maura berbalik, tersenyum tipis.
“Aku tidak menuduh apa pun, Pak. Tapi… Kamu tahu sendiri, rumor bisa sangat kuat bila diarahkan dengan halus. Misalnya, bukan menuduh Cassia berselingkuh, tapi cukup membuat publik bertanya-tanya… apakah Maximillan Dalton adalah pria satu-satunya yang ‘mendukung’ Cassia selama ini?”
Felix menatap Maura lama sekali. “Kau mau aku sebar rumor tentangnya?” Felix sepertinya tidak suka dengan ide yang Maura sampaikan.
“Bukan rumor,” sahut Maura cepat, langkahnya ringan tapi nada suaranya tegas. “Cukup percikan. Satu potongan berita kecil, satu komentar dari akun anonim, satu foto lama yang bisa diartikan macam-macam. Media akan melakukan sisanya.”
Felix terdiam, antara marah dan ragu.
“Untuk apa aku harus menjatuhkannya?” gumamnya akhirnya, lirih. “Aku hanya… ingin dia sadar, dia tidak bisa meninggalkan ku begitu saja. Aku ingin dia memberiku kesempatan menjelaskan bahwa pernikahanku bukan karena cinta, aku ingin tetap memilikinya dan berjanji tidak ada yang berubah dariku untuknya.”
Maura tersenyum samar, menyembunyikan niatnya sendiri di balik topeng empati.
“Tentu saja, Pak. Aku sangat mengerti. Ini bukan tentang menjatuhkan… tapi mengingatkan. Terkadang cinta perlu sedikit ‘guncangan’ agar orang sadar siapa yang benar-benar peduli.”
Felix menatap Maura sejenak — lalu akhirnya mengangguk pelan.
Felix menatap Maura lebih dekat, suaranya merendah. “Kalau rumor itu cukup bergaung, Cassia akan datang padaku sendiri. Meminta bantuanku menurunkannya. Seperti dulu.” Mulai terbujuk
Ada jeda hening panjang.
“Lakukan sebisamu. Tapi jangan sampai dia tahu ini datang dariku.” Felix memutuskan ikut rencana Maura.
“Tenang saja, Pak.”
Maura membungkuk sedikit, lalu berbalik keluar ruangan dengan langkah ringan.
Begitu pintu menutup, senyum lembutnya berubah dingin.
Ia menatap ponselnya, jemarinya mengetik cepat sebuah pesan kepada seseorang di media gosip.
“Ada rumor menarik tentang Cassia. Katakan sumbernya dekat dengan manajemen. Gunakan judul: ‘Bintang yang terlalu banyak disponsori cinta?’”
Di luar, hujan tipis mulai turun — pelan tapi pasti. Dan di dalam hati Maura, badai kecil itu sudah dimulai.
Bersambung
ih nusuk juga