Mantan pembunuh bayaran jadi pengasuh 4 anak mafia?
Selena Dakota, mantan pembunuh bayaran, mencoba mengubur masa lalunya dengan bekerja sebagai babysitter. Tapi pekerjaan barunya justru membawanya ke mansion Charlie Bellucci — mafia bengis yang disegani, sekaligus ayah angkat dari empat anak dengan luka masa lalu yang kelam.
Di balik peran barunya sebagai pengasuh, Selena harus berjuang menyembunyikan identitasnya. Namun semakin lama ia tinggal, semakin kuat tarikan gelap yang menyeretnya: intrik mafia, rahasia berdarah, hingga hubungan berbahaya dengan Charlie sendiri. Selena terjebak dalam dunia di mana cinta bisa sama mematikannya dengan peluru.
Bisakah Selena melindungi anak-anak itu tanpa mengorbankan dirinya… atau ia justru akan tenggelam dalam romansa terlarang dan permainan maut yang bisa menghancurkan mereka semua?
“Lakukan apa saja di sini, tapi jangan libatkan polisi.” Tegas Charlie Bellucci.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MMF — BAB 15
DINGIN HATINYA SEPERTI DINGINNYA HUJAN
Hening di sebuah gudang tua, aroma tanah basah dan ladang menjadi satu. Suasana yang gelap dan hanya terlihat pemandangan hujan. Ya, mereka terjebak saat mobil Charlie terkena tembakan di bagian ban depannya.
“Kita akan tinggal di sini?” tanya Alma yang masih duduk di samping Selena, namun pertanyaan tadi mengarah ke Charlie yang masih berdiri seolah mencari-cari sesuatu.
“Dia bertanya kepadamu, Mr. Charlie!” kata Selena yang ditoleh oleh Charlie dua detik, sebelum akhirnya pria itu meraih sesuatu dari balik kain tertutup yang memperlihatkan mesin giling tua.
“Kau bisa menjawabnya bukan.” Kata Charlie dengan nada tenang namun tegas.
Selena memutar malas bola matanya dan menoleh ke Alma seraya tersenyum. “Ya, kita di sini sampai hujan redah dan mobil... Diperbaiki!” ujar Selena yang dibalas senyuman kecil oleh Alma.
Cklek! “Bawa dia masuk!” pinta Charlie yang berhasil membuat sebuah pintu. Cukup mengesankan, namun Selena segera membawa Alma masuk, karena berada di luar di saat hujan tidaklah baik.
Saat Selena masuk bersama Alma. Mereka menatap seisi ruangan yang usang, namun masih komplit barang-barangan di sana, seperti adanya sofa, meja tua, radio tua, televisi tua, dipan ranjang tanpa kasur dan kamar mandi.
“Boleh aku menyentuh dan memeriksa radionya?” kata Alma kepada Selena.
“Sure ( tentu)! Lakukan saja!” kata Selena yang akhirnya dia melepaskan gandengan tangannya sehingga Alma berlari dan duduk di kursi kayu sambil mengutak-atik radio yang masih berfungsi hingga mengeluarkan beberapa musik.
Kini Charlie berjalan dari arah belakang dan berbisik sekilas. “Perbincangan kita belum selesai. Ikut aku!” pintanya yang berjalan melewatinya dan duduk di sofa singel.
Selena hanya menghela napas panjang dan mengikuti Charlie—duduk di sofa panjang sembari menatap ke bosnya.
“Jika kau ingin membunuhku... jangan di depan anak itu. Itu akan membuat nya trauma, termasuk perkelahian tadi.” Ujar Selena yang menatap tegas ke Charlie.
Sekilas, Charlie menatap ke Alma yang masih sibuk dengan radio. “Aku tidak akan membunuhmu selagi kau tidak berkutik denganku.” Balas Charlie yang masih terkesan santai.
Selena menatap lekat bos tampannya itu yang mulai bersandar lelah sembari menengadahkan kepalanya yang juga ikut bersandar. Selena menoleh ke Alma, lalu kembali menatap ke Charlie.
“Kau tidak bertanya siapa saja yang aku bunuh dan siapa saja yang membayar ku saat itu?”
“For what? (untuk apa)?” tanya Charlie yang masih memejamkan matanya. “Berurusan dengan para bajingan tidak akan ada habisnya.” lanjutnya sehingga Selena terdiam sedikit menunduk.
“Apa tujuanmu kepada anak-anak itu? Apa kau akan menjadikan mereka seperti kita?”
Cukup lama hening terjadi diantara mereka berdua saat hanya ada suara musik dari radio yang Alma putar.
“Yeah!” jawab Charlie dengan jujur. Yang artinya, tujuan Charlie menjadikan keempat anak angkatnya itu seperti dirinya, alias menjadi anteknya kelak.
Selena cukup terkejut dan tersenyum kecil tak habis pikir akan ucapan Charlie. bagaimana bisa dia setega itu.
“Apa kesalahan mereka? Sehingga kau menyiksanya seperti itu Mr. Charlie?” tanya Selena yang kini menatap berani hingga Charlie kembali duduk dan menatap balik Selena dengan tegas.
“Because I like it. (Karena aku menyukainya).”
Mereka berdua kembali diam dengan kontak mata indah yang saling bertemu. “Aku bisa melihat ke dalam mata Anda, ada penyesalan yang tidak bisa terbalaskan!” kata Selena menyeringai kecil sehingga Charlie hanya memberinya tatapan tajam.
Wanita itu berdiri dari duduknya dengan senyuman santai. “Bagaimanapun, aku berterima kasih karena kau tidak memecat ku Tuan Charlie! Aku akan berkerja sebaik mungkin! Dan mungkin saja Anda juga membutuhkan perubahan seperti anak-anak itu!” kata Selena yang akhirnya berjalan ke arah kamar mandi.
“Selena!” panggil Alma yang berlari menghampirinya.
Anak itu juga ikut ingin buang air kecil. Charlie bisa melihat dan mendengar betapa dekatnya Alma dengan Selena meski mereka baru kenal beberapa hari. Dan kini Charlie yakin, ucapan Selena saat itu mengenai kasih sayang. Mungkin itulah yang saat ini Alma rasakan terhadap Selena.
“Fuck!” umpat pelan Charlie yang akhirnya memilih keluar untuk menenangkan pikirannya.
...***...
Mansion Jaitly
“Nona!”
Jeniffer berbalik menatap ke anak buahnya yang baru saja tiba. Tatapan dari wanita cantik itu berkerut alis nan tajam penuh harapan. “Apa ada kabar baik?”
“Ini soal serangan itu. Wanita yang bersama tuan Charlie, dia hanya seorang pengasuh.”
Wanita berpenampilan elegan itu masih berkernyit heran. “Kalau begitu cari tahu tentangnya. Aku sangat yakin Charlie menutupi sesuatu, tidak mungkin dia tidak tahu siapa pembunuh ayahku.” Kata Jeniffer dengan antusias dan ambisi.
Ia berjalan pergi meletakkan segelas wine nya. Tentu, bagaimana pun dia akan mengurus perusahaan nya sambil mencari pembunuh ayahnya. Jika dibunuh secara manusiawi tidak masalah, tapi ayahnya di bunuh Dnegan kepalanya terlepas dan dibakar. Itu pemandangan yang membuat hati Jeniffer robek.
Sementara di perjalanan, Damian menyetir dalam kecepatan tinggi sampai sebuah mobil hitam berpapasan dengannya dan berhenti di depannya. Tentu, Damian langsung menginjak rem saat itu juga.
“Gawat! Itu Isabelle dan Han.” Kata Miles yang membuat Damian dan Clara hanya saling memandang pasrah.
Benar juga, Isabelle keluar di antara hujan yang turun dengan deras. Tatapan tajam dan tegas saat dia mengetuk jendela mobil dan menyuruh Clara untuk membukanya.
Gadis itu membuka dengan pasrah. Melihat senyuman Isabelle yang seperti mengejek.
“Saatnya pulang anak-anak!” ucapnya sembari menatap lekat ke Damian yang masih fokus ke depan.
“Jika kami tidak mau pulang?” kata Damian menantang.
Isabelle menghentikan langkahnya dan kembali berbalik, menunduk menatap lekat seraya tersenyum kecil. “Kalian akan mendapat hukuman. Ini sudah peraturannya.”
“Benarkah? Lalu bagaimana dengan si pembuat peraturan itu? Dia saat ini juga sedang bersenang-senang dengan pengasuh sialan itu.” Kata Clara menyeringai kecil.
Isabelle berkerut alis heran. “Kalau begitu katakan kepada Charlie jika kau berani, sayang.” Balas Isabelle dengan tenang lalu pergi dan memberi isyarat untuk melaju lebih dulu.
Sementara Damian menatap lekat ke Han yang masih berada di dalam mobil dan menatapnya dengan penuh ketegasan. Tentu saja dia berpikir dua kali jika mau melawan Han apalagi Charlie. Hingga mau tak mau, akhirnya Damian melajukan mobilnya.
.
.
.
“Kau suka melihat hujan ya?”
Charlie menoleh mendengar suara kecil barusan. Dan ternyata itu Alma— gadis polos nan kecil yang kini berdiri di samping Charlie.
pria itu menatapnya cukup lama, lalu kembali menatap lurus. “Ya.“ Jawabnya. “Kenapa kau keluar, di mana pengasuh mu?”
“Dia sedang di kamar mandi, membersihkan sesuatu. Aku suka dengannya, kau juga menyukainya?” kata Alma yang sekilas ditoleh oleh Charlie.
“Hm.. Kau perlu waspada dengannya.”
“Tapi menurutku... Dia tidaklah seburuk itu! Damian dan yang lain berpikir Selena wanita yang buruk, tapi aku rasa tidak. Apa mungkin kah dia ibuku?” anak itu menatap Charlie dengan mata berbinar dan penuh harap.
Mendengar itu, Charlie menatap diam seolah ada sesuatu yang mengganjal setiap kali menatap wajah Alma. “Jangan berpikir seperti itu. Dia hanya orang asing.”
Balasnya yang membuat Alma terdiam lalu menatap lurus ke hujan yang turun.