NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Bab 15

Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Angin masuk lewat celah jendela rumah Ziyad, membawa aroma tanah basah sisa hujan sore tadi. Yasmin duduk kaku di kursi kayu ruang tamu, tubuhnya bergetar, wajahnya pucat. Suara Ziyad yang barusan ia dengar masih terngiang-ngiang, seakan menusuk dadanya tanpa henti.

“Aku bagian dari malam itu…” begitu pengakuan yang keluar dari bibir Ziyad, lirih namun menghancurkan.

Yasmin menatapnya dengan mata yang membesar, nafasnya tersengal, air mata jatuh deras. “Jadi… benar, Ziyad? Ayahku… meninggal malam itu… bersamamu?” ucapnya lirih dengan nada syok.

Ziyad menunduk, kedua tangannya mengepal di lutut. Rahangnya kaku, matanya berair. “Ya… aku ada di sana. Aku kehilangan kendali, Min. Tunanganku… dia tewas di pelukan malam itu. Dan ayahmu—ayahmu juga ada di jalan itu. Aku tidak bisa menyelamatkan siapa pun,” ucapnya parau dengan suara pecah.

Tangis Yasmin pecah seketika. Ia memegang kepalanya dengan kedua tangan, seakan dunia runtuh. “Astaghfirullah… cinta yang kubela mati-matian, ternyata terikat pada darah keluargaku sendiri,” ucapnya putus asa dengan suara pecah.

Ziyad mencoba mendekat, hendak menyentuh tangannya. Namun Yasmin cepat menepis. “Jangan… jangan sentuh aku dulu,” ucapnya tercekat dengan nada menolak.

Wajah Ziyad makin tenggelam, matanya berkaca-kaca. “Aku takut… aku takut kau akan membenciku kalau tahu semua. Tapi aku tidak sanggup lagi menahan,” ucapnya lirih dengan suara getir.

 

Keheningan terasa mencekik. Yasmin masih terisak, matanya basah. Ziyad menghela napas panjang, lalu mulai membuka lembaran yang selama ini ia kunci rapat.

“Malam itu hujan deras. Jalan licin. Aku sedang mengantar tunanganku… namanya Aulia. Kami pulang agak larut setelah menghadiri pengajian di rumah saudaraku. Aku mengendarai motor, dia duduk di belakang. Tawa kami masih terdengar saat hujan mulai turun. Tapi aku terlalu cepat, Min. Ban motorku tergelincir. Kami terjatuh di tengah jalan,” ucap Ziyad dengan suara serak.

Ia terdiam sejenak, air matanya mengalir. Yasmin memeluk lututnya, tubuhnya kaku mendengarkan.

“Dari arah berlawanan, sebuah mobil melaju. Aku panik, tubuhku membeku. Aulia terpental, aku mencoba meraih, tapi tanganku kosong. Lalu… aku melihat seorang pria berlari dari sisi jalan. Dia mencoba menolong… dia mencoba menarik Aulia dari jalur mobil itu,” suara Ziyad bergetar, dadanya naik turun cepat. “Dia… ayahmu, Min.”

Yasmin menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tangisnya pecah lagi. “Ya Allah…” ucapnya lirih dengan nada terisak.

Ziyad menatap tanah, suaranya makin berat. “Mobil itu menabrak keduanya. Keras. Seketika, mereka tergeletak di aspal, tak bergerak. Aku hanya bisa berteriak… aku hanya bisa memeluk tubuh Aulia yang sudah dingin, sementara ayahmu terbaring tak bernyawa. Aku berdiri di sana… tubuhku gemetar, otakku kosong. Malam itu… aku kehilangan segalanya,” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Yasmin menangis tanpa suara, bahunya berguncang hebat. Ia bisa membayangkan ayahnya yang baik hati itu berlari menolong, hanya untuk berakhir tragis. Dan semua itu terjadi di hadapan lelaki yang kini ia cintai.

“Kenapa… kenapa kau baru sekarang mengaku, Ziyad? Kenapa tidak dari dulu?” ucapnya lirih dengan nada getir.

Ziyad menggeleng, wajahnya tenggelam dalam rasa bersalah. “Aku pengecut. Aku pikir, dengan diam, waktu bisa menyembuhkan. Tapi ternyata luka itu hidup… bahkan semakin dalam. Dan ketika aku jatuh cinta padamu… aku tahu aku sedang menjerumuskan diriku sendiri,” ucapnya lirih dengan nada hancur.

 

Suara pintu berderit membuat keduanya tersentak. Yasmin mendongak, matanya membesar. Di sana berdiri Nek Wan, dengan tongkat kayu di tangan, wajah tuanya muram dan mata merah menatap mereka.

“Jadi benar, kau akhirnya mengaku, Ziyad…” ucapnya lirih dengan nada dingin.

“Nek…” Yasmin tercekat, tubuhnya gemetar. “Sejak kapan di sana?” ucapnya tergagap dengan nada panik.

Nek Wan melangkah perlahan, setiap ketukan tongkatnya terdengar berat. “Cukup lama untuk tahu kebenaran yang seharusnya kau ceritakan sejak dulu, Ziyad,” ucapnya keras dengan nada getir.

Air mata Yasmin jatuh, ia segera berlutut di hadapan neneknya. “Nek, jangan salahkan dia. Itu kecelakaan. Ziyad juga kehilangan tunangannya,” ucapnya memohon dengan suara bergetar.

Namun Nek Wan menggeleng, wajahnya keras. “Kecelakaan atau tidak, Min… luka itu nyata. Anak lelaku mati, istrinya ditinggalkan janda, cucuku kehilangan ayah sejak kecil. Dan sekarang kau malah ingin menyerahkan hatimu pada lelaki yang jadi bagian dari malam itu? Kau sudah lupa siapa yang membesarkanmu selama ini?” ucapnya tajam dengan nada marah.

Ziyad menunduk dalam, air matanya jatuh. “Nek Wan, salahkan aku. Jangan salahkan Yasmin. Aku yang bersalah. Aku yang menanggung semua,” ucapnya lirih dengan nada pasrah.

Nek Wan menatapnya lama, air mata menetes di pipinya yang berkerut. “Kau sudah menghancurkan hidup kami sekali, Ziyad. Jangan seret cucuku ke dalam luka yang sama,” ucapnya tegas dengan nada getir.

 

Saat suasana menegang, pintu kembali terbuka. Ridho muncul, membawa bungkusan makanan. Ia terdiam melihat Yasmin menangis, Ziyad pucat, dan Nek Wan dengan wajah penuh amarah.

“Ada apa ini? Kenapa Yasmin menangis?” ucapnya cepat dengan nada cemas.

Yasmin buru-buru mengusap air matanya. “Tidak ada, Ridho. Kau tak perlu ikut campur,” ucapnya cepat dengan nada gugup.

Ridho menatap Ziyad dengan sorot tajam. “Kau lagi, Ziyad. Selalu kau yang membuatnya menangis. Bukankah cukup dengan masa lalumu? Apa belum cukup ayahnya mati karena malam itu?” ucapnya keras dengan nada menuduh.

Wajah Ziyad memerah, tangannya mengepal. “Jangan bicara seolah kau tahu segalanya, Ridho. Ini bukan urusanmu,” ucapnya tegas dengan nada dingin.

Ridho maju, menantang. “Urusanku ketika Yasmin terseret luka karena kau. Semua orang tahu kau bagian dari tragedi itu. Dan sekarang kau tega merayunya? Kau tak tahu malu, Ziyad!” ucapnya lantang dengan nada marah.

Yasmin cepat berdiri, menahan mereka. “Berhenti! Kalian berhenti! Aku sudah cukup hancur dengan semua ini. Jangan tambah siksa aku!” ucapnya putus asa dengan suara pecah.

Nek Wan menepuk bahu cucunya, suaranya berat. “Dengar, Min. Cinta ini hanya akan melahirkan luka baru. Lepaskan dia sebelum semuanya terlambat,” ucapnya lirih dengan nada getir.

 

Malam itu berakhir tanpa kata damai. Nek Wan menarik Yasmin masuk, meninggalkan Ziyad berdiri di beranda. Ridho memandangnya penuh kebencian, lalu berbalik pergi dengan langkah keras.

Di kamar, Yasmin duduk di lantai, memeluk lututnya erat. Air matanya mengalir deras. Nek Wan duduk di samping, mengusap kepalanya. “Min… lepaskan dia. Kau masih punya jalan lain. Jangan ikat nasibmu pada lelaki yang membawa luka ini,” ucapnya lirih dengan nada penuh harap.

Yasmin menutup wajahnya, tangisnya pecah lagi. “Tapi aku mencintainya, Nek. Aku tak bisa berhenti… meski hatiku terbelah,” ucapnya lirih dengan suara parau.

Nek Wan menahan tangisnya sendiri. “Cinta tak selalu berarti harus memiliki. Kadang cinta berarti merelakan… demi menyelamatkan dirimu,” ucapnya lirih dengan nada getir.

 

Di rumahnya, Ziyad terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangan. Bayangan Aulia dan ayah Yasmin kembali menyeruak, bercampur dengan wajah Yasmin yang menangis.

“Aku bodoh… aku egois… aku biarkan luka ini menjerat orang yang kucintai,” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Tangisnya pecah, tubuhnya bergetar hebat. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa sendirian—terhimpit oleh masa lalu dan kehilangan harapan pada masa depan.

 

Malam itu, dua hati menangis di tempat berbeda. Yasmin di kamar neneknya, Ziyad di rumahnya yang sunyi. Cinta mereka kini terbelah, diguncang oleh takdir kejam yang mempertemukan cinta dengan luka.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!