NovelToon NovelToon
Dinikahi Suami Kembaranku

Dinikahi Suami Kembaranku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Selingkuh / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Misstie

Syima dan Syama adalah kembar identik dengan kepribadian yang bertolak belakang. Syama feminim, sementara Syima dikenal sebagai gadis tomboy yang suka melanggar aturan dan kurang berprestasi akademik.

Hari pernikahan berubah menjadi mimpi buruk, saat Syama tiba-tiba menghilang, meninggalkan surat permintaan maaf. Resepsi mewah yang sudah dipersiapkan dan mengundang pejabat negara termasuk presiden, membuat keluarga kedua belah pihak panik. Demi menjaga nama baik, orang tua memutuskan Devanka menikahi Syima sebagai penggantinya.

Syima yang awalnya menolak akhirnya luluh melihat karena kasihan pada kedua orang tuanya. Pernikahan pun dilaksanakan, Devan dan Syima menjalani pernikahan yang sebenarnya.

Namun tiba-tiba Syama kembali dengan membawa sebuah alasan kenapa dia pergi dan kini Syama meminta Devanka kembali padanya.

Apa yang dilakukan Syima dalam mempertahankan rumah tangganya? Atau ia akan kembali mengalah pada kembarannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misstie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tujuh menit

Baru bangun tidur, Syima langsung tersentak kaget. Tinggal sepuluh menit lagi menuju pukul sepuluh. Sedangkan kelas Devanka dimulai tepat jam sepuluh. Tidak lebih, tidak kurang. Dari rumah menuju kampus saja butuh minimal dua puluh menit.

“Sial!” umpatnya sambil melompat dari kasur. Rambut pendeknya berantakan ke segala arah, sementara kaos oblong yang dipakainya untuk tidur sudah kusut.

Syima langsung berlari ke kamar mandi, mandi secepat kilat, dan memakai baju seadanya, kaos oversize hitam polos, sweater hitam dan celana cargo hijau army yang sudah pudar warnanya. Dia tidak sempat merapikan rambut atau bahkan melihat cermin. Prinsipnya yang penting tidak telanjang.

Motor Byson-nya kembali meraung, mengganggu ketenangan komplek ketika Syima melajukannya dengan kecepatan tinggi keluar dari gerbang rumah. Beberapa ibu-ibu yang sedang menyapu dan menjaga anaknya di depan rumah menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya.

"Dasar anak nakal, beda banget sama Syama," terdengar ocehan salah satu dari mereka.

Syima tidak peduli dengan komentar tetangga. Yang ada di pikirannya sekarang, dia harus sampai di kampus sebelum Pak Devanka menutup pintu kelas. Dosen wali sekaligus kekasih Syama itu, terkenal disiplin dan tidak suka mahasiswa yang terlambat. Kalau dia sampai terlambat, bisa-bisa nilai akademiknya yang sudah jelek tambah anjlok. Bukankah Syima sudah bertekad untuk memperbaiki nilainya kan? Jadilah Syima memutar gas motornya hingga kecepatan tinggi.

Syima memarkirkan motor di parkiran mahasiswa lalu berlari sekuat tenaga menuju gedung Fakultas Teknik. Nafasnya terengah-engah, keringat menetes di dahinya.

"Syim! Tunggu!"

Syima menoleh dan melihat Rio. Cowok keturunan Tionghoa itu berlari mengejarnya sambil mengangkat tas ranselnya tinggi-tinggi.

"Apa?" tanya Syima sambil terus berlari.

"Pak Devanka lagi bad mood hari ini," kata Rio sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Syima. "Tadi katanya dia marah-marah sama mahasiswa yang telat ngumpulin tugas."

"Sial," gumam Syima. "Kita udah telat nih."

"Lah kagak pakai alarm?"

"Gak kedengeran. Gak usah komentarin orang, kamu sendiri aja telat."

"Abis rapat UKM. Gak ikut rapat?"

Syima menggeleng, langkahnya kian cepat. Mereka tiba tepat ketika Devanka menutup pintu kelas. Dosen berkemeja putih dan celana chino krem itu berbalik, menatap Syima dan Rio dengan wajah datar.

"Syima Yuri Wijaya dan Rio Tanuwijaya," kata Devanka dengan suara rendah yang tenang namun mengintimidasi. "Kalian terlambat."

"Maaf, Pak. Macet di jalan," bohong Syima sambil berusaha mengatur napasnya.

Devanka melirik jam tangan mahalnya. "Terlambat tujuh menit, cukup untuk kehilangan sepuluh persen dari nilai partisipasi hari ini."

"Pak, please deh. Cuma tujuh menit," protes Syima.

"Kedisiplinan tidak mengenal toleransi, Syima. Kalau kalian bisa terlambat tujuh menit hari ini, besok mungkin lima belas menit, lusa tiga puluh menit. Dimana batas akhirnya?"

Rio hanya bisa menundukkan kepala, tapi Syima masih berusaha membela diri. "Pak, katanya mau bantu kita berdua naikin IPK. Kasih kelonggaran hari ini aja, kan kuliahnya belum dimulai."

"Kamu pikir kuliah ini main-main?" suara Devanka naik sedikit, menunjukkan bahwa kesabarannya mulai habis. "Kamu adalah mahasiswa semester tujuh, Syima. Seharusnya kamu sudah dewasa dan bertanggung jawab."

"Saya sudah dewasa kok, Pak."

"Dewasa? Dewasa tidak hanya soal umur, Syima. Dewasa itu soal mental, soal sikap, soal tanggung jawab."

"Maksud Bapak?"

"IPK kamu 2.7, karena kamu sering bolos kuliah, tugas-tugas sering telat, dan sekarang datang terlambat lagi. Itu yang kamu sebut dewasa dan bertanggung jawab?"

Syima merasa heran, Devanka yang berada di depannya ini begitu berbeda dengan Devanka saat bimbingan perorangan, ataupun saat datang kerumah menemui Syama.

"Pak, saya memang kurang di akademik, tapi saya nggak pernah berbuat onar atau merugikan orang lain kan?"

"Kamu merugikan diri sendiri, dan itu sama saja merugikan orang tua yang membiayai kuliahmu," jawab Devanka tajam. "Kamu pikir uang kuliah itu murah? Kamu pikir orang tuamu tidak berharap anaknya bisa lulus dengan prestasi yang baik?"

Syima terdiam, mengerucutkan bibirnya. Kata-kata Devanka memang menyakitkan tapi ada benarnya juga.

"Masuk, sekarang," kata Devanka akhirnya. "Ini peringatan terakhir. Kalau kamu terlambat lagi, kamu tidak usah masuk ke kelas saya."

Syima dan Rio masuk ke ruang kuliah dengan hati yang berat. Mata semua teman sekelas tertuju pada mereka. Ada yang simpati, ada yang mengejek, dan ada yang acuh tak acuh.

Selama kuliah berlangsung, Syima sedikit sulit berkonsentrasi. Apalagi pikirannya berkeliaran kesana-kemari.

"Syima," panggil Devanka tiba-tiba di tengah kuliah.

"Ya, Pak?"

"Coba jelaskan rumus yang baru saja saya tulis di papan."

Syima melirik papan tulis dan merasa kepalanya pusing. Rumus-rumus matematika kompleks membuatnya mual. Dia memang paling lemah di mata kuliah ini. Dua kali mengulang pun masih belum lulus.

"Saya... belum terlalu bisa, Pak."

"Tidak bisa karena kamu tidak memperhatikan, atau tiba bisa karena mau mengerjakan?"

"Saya memang lemah di matkul ini, Pak."

"Lemah atau malas belajar?"

Pertanyaan itu membuat Syima semakin terpojok. Semua mata tertuju padanya, dan dia merasa seperti kriminal yang diadili.

"Mungkin... malas belajar," akunya, malas berdebat lebih panjang di khalayak ramai.

"Oke" kata Devanka. "Sekarang saya beri kamu tugas tambahan. Kamu harus mengerjakan 20 soal yang akan saya berikan, dikumpulkan besok sebelum kuliah dimulai."

"Pak, besok kan hari Sabtu. Saya ada rencana-"

"Saya tunggu tugasnya. Kalau lewat dari jam yang saya tentukan, maka nilaimu mentok di C."

Syima terbelalak. Padahal besok rencananya dia ingin membeli sesuatu untuk Dewi, karena ibunya ulang tahun besok. "Baik, Pak," pasrah Syima

Sisa kuliah berlangsung dalam suasana yang tidak nyaman. Syima merasa semua orang memandangnya dengan tatapan aneh, campuran iba dan meremehkan. Dan yang paling menyebalkannya adalah dia seakan diincar Devanka hari ini. Apa dia membalas sikap tidak sopannya saat bimbingan?

"Tapi kan sudah minta maaf?" gumam Syima pada diri sendiri.

Setelah kuliah selesai, Syima bergegas keluar dari ruangan. Dia tidak ingin bertemu dengan Devanka lagi hari ini. Tapi sepertinya takdir berkata lain.

"Syima, tunggu sebentar."

Suara Devanka membuatnya berhenti. Dengan langkah berat, dia menghampiri dosen itu yang sedang membereskan tas kerjanya.

"Ada apa, Pak?"

"Saya ingin bicara empat mata denganmu. Duduklah."

Seperti anak SD yang dipanggil guru karena nakal, Syima duduk di kursi depan.

"Kamu tahu kenapa saya keras padamu?" tanya Devanka sambil duduk di kursi di hadapan Syima.

"Karena saya mahasiswa yang bermasalah?"

"Karena saya tahu kamu sebenarnya bisa," jawab Devanka mengejutkan. "Saya tahu kamu punya potensi, tapi kamu tidak mau mengembangkannya."

Syima mendongak, sedikit terkejut dengan jawaban itu.

"Kamu punya kemampuan analisa yang bagus ketika kamu mau berpikir. Kamu juga punya kreativitas yang tinggi. Terlihat dari cara kamu menyelesaikan beberapa tugas yang membutuhkan solusi kreatif. Tapi kamu memilih untuk mencurahkan kepintaranmu di organisasi."

Devanka berdiri dan mengambil tasnya. "Tugas 20 soal itu serius. Kalau kamu tidak mengumpulkannya besok, nilai tengah semestermu akan saya kurangi."

Setelah Devanka pergi, Syima tetap duduk di kursinya dengan perasaan campur aduk. Sebagian dari dirinya merasa kesal, sebagiannya lagi lebih kesal.

Pulang ke rumah sore hari, Syima merasa dunianya mulai berubah. Perasaan kesal Syima yang tadi sudah berkurang, kini bertambah besar karena melihat mobil milik Devanka terparkir di halaman rumahnya.

1
Ibvundazaky Ibundazaky
ditunggu up nya thor
Misstie
Ceritanya menarik.. 🥰🥰
muznah jenong
thanks untuk double up Thor.....
love you..../Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Rose//Rose//Rose/
Misstie: Sama-sama Kak...
Makasih udah jadi pembaca setia Syima
🥰🥰
total 1 replies
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
muznah jenong
wah gawat pak dosen udah yoblos sebelum hari H..,..
Krisna Flowers
👍
muznah jenong
jangan2 bentar lagi pak Devan bucin lagi
di tunggu gaya bucin pak Devan ....pasti konyol istriya tomboy suami ya kaya kanebo ga ada expresi... di tunggu update selanjutnya thor/Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
Mepica_Elano
Aaaahhh! Begitu seru sampe gak berasa waktu berlalu!
Rizitos Bonitos
Bikin galau.
Rakka
Ngakak banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!