Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)
“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”
...
New Book, On Going!
No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...
Bab 14 – Bayangan, Alianasi, dan Rahasia yang Terungkap
Pagi itu, gurun masih diselimuti kabut tipis, memberi kesan seolah dunia menahan napas sebelum hari dimulai. Lyra duduk di tenda penelitian, menyalin simbol-simbol yang ia temukan semalam ke buku catatannya. Tangan masih gemetar, matanya sesekali menatap ke luar, ke arah bukit pasir yang masih menyimpan jejak energi misterius.
Ardelia duduk berseberangan, wajahnya serius, memandangi Lyra dengan tatapan yang sulit ditebak. “Aku… tidak menyangka kau mampu mengendalikan energi itu,” ucapnya akhirnya, suaranya lembut tapi tegas.
Lyra menoleh, tersenyum tipis. “Aku… tidak tahu aku bisa. Tapi bayangan Theron membimbingku. Tanpa itu, aku pasti gagal.”
Ardelia mengangguk, kemudian mencondongkan tubuh, menurunkan suara. “Kau harus tahu, faksi yang kau hadapi semalam bukan sembarangan. Mereka dipimpin oleh vampir tua yang sangat kuat. Mereka… memiliki agenda sendiri, dan manusia seperti kita dianggap penghalang.”
Lyra menarik napas panjang. “Jadi… mereka tahu aku ada? Mereka mengawasi semua gerakanku?”
“Lebih dari itu,” Ardelia menekankan. “Dan kau perlu berhati-hati. Ada yang ingin memanfaatkan kemampuanmu, atau bahkan… menghapusmu jika dianggap terlalu berbahaya.”
Lyra menatap catatan “–A” di tangannya, rasa penasaran bercampur takut. “Dan siapa ‘A’? Kenapa mereka ingin aku menemui mereka?”
Ardelia tersenyum tipis, mata pirangnya menatap jauh. “Aku tidak tahu pasti. Tapi aku punya firasat, Lyra… ini bukan sekadar ujian. Ada yang ingin menguji seberapa jauh kau mampu menghubungkan dunia manusia dengan dunia vampir. Dan kau… salah satu kuncinya.”
Lyra terdiam. Kata-kata itu bergema di kepalanya. Ia sudah merasakan tarikan dunia itu, tapi sekarang terasa jauh lebih nyata—lebih berat dari sebelumnya.
...
Siang itu, mereka berdua meninggalkan tenda untuk memeriksa lokasi bukit pasir. Setiap langkah terasa tegang. Pasir yang bergeser di bawah kaki Lyra seolah berbisik, mengingatkan bahwa malam sebelumnya adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.
Saat mereka tiba di lokasi, Ardelia berhenti sejenak. “Perhatikan baik-baik,” katanya. Tangan pirangnya menunjuk ke garis-garis pahatan yang separuh tertutup pasir. “Simbol ini bukan hanya untuk perlindungan. Ada lapisan lain, tersembunyi, yang bisa mengaktifkan jalur energi jika disentuh dengan benar.”
Lyra menatap simbol, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia merasakan sensasi hangat dan dingin bersamaan, sama seperti malam sebelumnya. “Kau tahu caranya?” tanyanya.
Ardelia menggeleng. “Belum. Aku juga masih belajar. Tapi aku bisa membantumu menafsirkan alurnya. Bersama, kita lebih aman daripada sendirian.”
Lyra menatap Ardelia. Ada ketulusan, tapi juga misteri yang belum terpecahkan. Ia merasa Ardelia lebih dari sekadar rekan arkeolog—ada sesuatu yang tersembunyi, dan intuisi Lyra mengatakan itu bukan hal baik maupun buruk, hanya… rahasia.
Sore harinya, ketika matahari mulai turun, mereka mencoba menyalurkan energi melalui simbol. Lyra menempatkan tangan di atas pahatan utama, mengikuti garis-garis yang terpahat dengan hati-hati. Ardelia menirukan gerakan yang sama, membimbing secara samar dari samping.
“Rasakan alirannya. Jangan paksakan,” bisik Ardelia. “Jika kau terburu-buru, energi itu bisa menyebar liar, dan faksi tadi bisa mendeteksi kita.”
Lyra menarik napas dalam, menutup mata, dan membiarkan semua rasa takut dan penasaran mengalir. Ia membayangkan bayangan Theron di sisinya, membimbingnya, menenangkan setiap ketegangan. Perlahan, cahaya lembut muncul di tangan Lyra, berdenyut selaras dengan detak jantungnya.
Dan kemudian… suara itu kembali terdengar, samar namun jelas.
Lyra… jangan salah langkah…
Lyra menahan napas. Bayangan Theron muncul kembali, memudar dari pasir seperti kabut yang menari di bawah sinar bulan. “Aku di sini. Fokus. Kau harus menyadari batasmu, tapi jangan takut untuk melangkah.”
Rasa hangat aneh menyusup ke tubuh Lyra. “Aku… bisa merasakannya. Ini energi yang sama dari relief di situs… tapi lebih kuat.”
Bayangan itu mengangguk. “Itu karena kau dekat dengan jalur utama. Ada yang menunggu di ujung. Sosok bermahkota hitam itu… bukan sekadar legenda. Ia nyata, dan mengawasi setiap gerakanmu. Jika kau lengah…”
Lyra menggigit bibir, memahami bahaya yang mengintai. Ia menatap Ardelia, yang matanya kini menatap simbol dengan serius, seperti menimbang risiko. “Kita harus bersiap. Apa pun yang terjadi, kita harus saling percaya.”
Ardelia mengangguk. “Aku di sisimu. Tapi kau juga harus bersiap menerima kebenaran yang mungkin tak kau duga.”
...
Langit menggelap, mereka kembali ke tenda dengan tubuh lelah, tapi pikiran yang terus bergerak. Lyra menulis setiap simbol dan pengalaman dalam buku catatannya, sambil terus merasakan bayangan Theron yang tidak benar-benar pergi.
Di balik bukit pasir, sosok bermahkota hitam diam mengintai. Mata merah menyala, memperhatikan setiap gerak manusia yang mencoba menghubungkan dunia yang berbeda. Ia tersenyum tipis, seolah menemukan hiburan dalam keberanian Lyra, tapi juga mencatat kelemahannya.
Lyra tahu—perjalanan ini baru saja dimulai. Dunia arkeologi dan dunia vampir kini saling bertaut, menciptakan labirin yang harus ia hadapi sendiri. Namun dengan Ardelia di sisinya, dan bayangan Theron sebagai panduan samar, ia merasakan kekuatan baru dalam dirinya.
Dan suara bisikan itu kembali terdengar, kali ini bukan dari bayangan, tapi dari inti pikirannya sendiri:
"Setiap langkahmu, Lyra, akan menentukan nasibmu… dan nasib mereka yang kau cintai."