Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
"Aww... " Yumi mendelik kesal saat untuk kesekian kalinya, Dafa tak sengaja menginjak kakinya saat dansa. Sebagian tamu sudah pulang, tinggal keluarga saja yang ada di lokasi, karaokean sambil dansa. Melepaskan tangan Dafa yang melingkar di pinggangnya, lalu pergi begitu saja dengan perasaan dongkol.
Dafa segera menyusul Yumi yang saat ini berada di dekat meja prasmanan, mengambil segelas es sirup, meneguknya dengan tergesa-gesa. "Banyak orang, jangan kayak gini. Malu tahu, kalau ketahuan berantem pas hari pernikahan."
Yumi membuang nafas berat, meletakkan gelas dengan kasar ke atas meja. "Gimana aku gak kesel coba. Kamu itu dansa sama aku, tapi matanya ke arah Sani terus," menatap Sani yang sedang dansa bersama Yusuf. Dadanya bergemuruh melihat Isani tertawa bahagia bersama Yusuf.
"Perasaan kamu aja kali," Dafa mengelak, meski sebenarnya dia memang memperhatikan Sani sejak tadi. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ada rasa menyesal telah mengkhianati Sani dan akhirnya kehilangannya.
"Aku benar-benar nyesel tahu gak, nikah bareng Sani. Hari yang seharusnya menjadi hari bahagia, malah menyebalkan," gerutu Yumi, tangannya memukul meja prasmanan.
Jika Yumi kesal, Isani justru kebalikannya. Ia begitu berbunga-bunga karena sejak tadi, Yusuf terus mengobral kata-kata cinta. Perlakuan laki-laki itu juga sangat manis, membuat dia merasa sangat beruntung kehilangan Dafa dan dapat ganti yang jauh lebih baik.
"Udahan yuk, capek," Sani mengurai kedua lengannya yang berada di leher Yusuf.
"Capek apa pengen buru-buru ke hotel?" goda Yusuf, tersenyum penuh arti.
"Apaan sih, kamu kali," Sani melihat ke arah lain, menyembunyikan pipinya yang bersemu merah.
"Ya udah, pamit yuk," ajak Yusuf, menggandeng tangan Sani meninggalkan pelaminan.
Keduanya mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Fatur dan Farah, ingin pamit pada orang tua Isani tersebut.Namun tiba-tiba ponsel Yusuf berdering.
"Bentar ya, aku angkat telepon dulu, dari Julio." Yusuf melepas tangan Sani, menjauh dari sound sistem agar bisa mendengar suara Julio dengan jelas. Asisten pribadinya itu pasti menelepon untuk hal yang penting.
Melihat Papanya sendirian, Sani berjalan menghampirinya, namun tak sengaja, bersenggolan bahu dengan seorang tamu. "Maaf," ia menunduk sopan, namun saat tahu siapa orang itu, ekspresi wajahnya langsung berubah. "Tante," sapanya. Orang tersebut adalah Nina, ibu dari Dafa.
Nina tersenyum miring, kedua lengannya dilipat di dada. "Selamat ya, udah dapat laki-laki kaya raya. Buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya, ngincernya yang kaya-kaya," ucapnya sarat makna. Dari dulu, ia memang tak suka dengan Isani.
"Terimakasih," Sani tersenyum. "Selamat juga buat Tante, karena udah dapat menantu idaman. Baru tahu saya, kalau tipe menantu idaman Tante, yang suka pergaulan bebas."
PLAK
Mulut Isani terbuka, tangannya reflek menyentuh pipi yang terasa panas.
"Apa-apaan anda, beraninya memukul istri saya!" Yusuf langsung berlari mendekat melihat Isani di tampar. Rahangnya mengeras, menatap Nina tajam. "Kamu gak papa?" memperhatikan pipi Isani yang tampak merah dan ada sedikit bekas jari.
Kejadian tersebut rupanya menarik perhatian beberapa orang yang ada disana, yang rata-rata hanya pihak keluarga.
"Saya bisa laporkan anda dengan pasal penganiayaan," ancam Yusuf.
"Udah, gak papa. Aku gak papa kok," Sani memegang lengan Yusuf, berusaha meredam emosinya.
"Ada apa ini?" Fatur dan Farah, serta Dafa dan Yumi, langsung mendekat.
"Ada apa, Bu?" Dafa menarik lengan Ibunya sedikit menjauh dari Yusuf.
"Oh.. jadi dia ibumu!" Yusuf tersenyum miring. "Pantas saja anaknya tidak ada etika, tukang selingkuh, ternyata hasil didikan dari perempuan akhlakless."
"Tutup mulut kamu!" Dafa ganti membentak. "Jangan pernah menjelek-jelekan ibuku."
"Siapa yang jelekin?" Yusuf tersenyum sinis. "Semua orang tahu, kalau barusan dia menampar istriku. Jadi, siapa disini yang gak ada akhlak?"
"Aku hanya geram dengan ucapannya," balas Nina. "Dia menjelekkan menantuku, mengatainya yang tidak-tidak."
"Menjelekkan bagaimana? Dia memang sudah jelek karena perilakunya sendiri," Yusuf tak mau kalah.
"Sudah-sudah, lebih baik kita duduk, kita bicarakan baik-baik," Fatur mencoba menengahi. Meski yang ada disana rata-rata pihak keluarga, namun tetap saja ada orang lain, seperti pekerja katering, hal seperti ini tak seharusnya terjadi di acara pernikahan. Takutnya ada yang iseng memvideokan, lalu viral.
"Kamu akan menyesal nanti," Nina menatap Yusuf tajam, tak menggubris ucapan Fatur untuk menyelesaikan ini dengan baik-baik. "Kamu bisa sombong sekarang karena kaya. Tapi suatu saat ini, saat kamu jatuh miskin, wanita ini akan ninggalin kamu. Dia itu anak pelakor, kelaku_"
"Cukup Bu Nina!" potong Fatur, ikut geram juga dengan mulut besannya tersebut. Erna memang pelakor, dan dulu ninggalin dia karena usahanya bangkrut, dan Erna dapat yang jauh lebih kaya. Tapi bukan berarti, Nina bisa langsung menyamakan dengan Sani.
"Pah, jangan marah sama Ibu dong," Yumi membela, memeluk pinggang mertuanya. "Papa denger sendirikan, Ibu itu marah karena Isani ngejelekin aku. Gak akan ada asap kalau gak ada api."
"Aku gak pernah ngejelekin kamu, aku hanya bicara fakta," Sani membela diri, merasa telah difitnah.
"Faktanya itu, kamu itu anak pelakor, anak perebut suami orang," teriak Yumi, menunjuk wajah Isani.
"Udah-udah!" Fatur kembali berteriak. Sumpah, dia malu sekali, merasa merasa telah gagal menjadi kelapa rumah tangga. Selain itu, dia seperti sedang dikuliti sekarang, aibnya dibuka lebar-lebar. "Acara sudah selesai, lebih baik kita pulang."
Saat suasana mulai sedikit kondusif, Yusuf malah cari gara-gara.
Bugh
"Aaa!" beberapa wanita yang ada disana langsung teriak saat Yusuf memukul Dafa hingga laki-laki itu jatuh ke tanah.
"Sayang," Yumi langsung berjongkok, membantu Dafa bangun.
"Itu balasan yang adil karena ibumu telah menampar istriku," Yusuf tersenyum puas.
Dafa ingin membalas Yusuf, namun tubuhnya ditahan sang ayah. "Sudah, jangan makin diperpanjang."
Sani juga menarik lengan Yusuf menjauh dari Dafa, tak mau sampai terjadi perkelahian. "Jangan berantem, please."
"Udah Yusuf, udah," Fatur menepuk-nepuk bahu Yusuf, ikut menenangkannya.
"Siapa pun disini, dengar ucapan saya!" teriak Yusuf lantang, mengedarkan pandangan pada semua yang ada disana. "Siapapun yang berani menyakiti Isani, lawannya saya," menunjuk diri sendiri. "Ayo kita pergi dari sini!" Yusuf menggenggam tangan Isani, membawanya pergi dari sana.
Pak Jamal yang ikut menyaksikan kerusuhan itu, gegas berjalan cepat ke mobil, membukakan pintu untuk majikannya.
"Mama kenapa diam aja sih?" Yumi menatap Mamanya kesal. "Kenapa gak belain aku dan Dafa. Papa juga, kenapa malah belain Yusuf?"
Farah menarik Yumi, membawanya sedikit menjauh. "Udah, gak usah nyari masalah sama Yusuf," bicara lirih di dekat telinga Yumi. "Perusahaan tempat Papamu kerja udah kembang-kempis mau bangkrut. Rencananya Papa mau minta kerjaan sama Yusuf, jadi gak usah nyari masalah sama dia. Mama udah tua, gak mau hidup susah."
Yumi menendang batu kecil yang ada di dekat kakinya. Pengen rasanya ia berteriak kalau saja tak sedang banyak orang disini.
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup