Ketika Ling Xi menjadi putri yang tak dianggap di keluarga, lalu tersakiti dengan laki-laki yang dicintai, apalagi yang harus dia perbuat kalau bukan bangkit? Terlebih Ling mendapatkan ruang ajaib sebagai balas budi dari seekor ular yang pernah dia tolong sewaktu kecil. Dia pergunakan itu untuk membalas dan juga melindungi dirinya.
Pada suatu moment dimana Ling sudah bisa membuang rasa cintanya pada Jian Li, Ling Xi terpaksa mengikuti sayembara menikahi Kaisar kejam tidak kenal ampun. Salah sedikit, habislah nyawa. Dan ketika Ling Xi mengambil sayembara itu, justru Jian Li datang lagi kepadanya membawa segenap penyesalan.
Apakah Ling akan terus bersama Kaisar, atau malah kembali ke pelukan laki-laki yang sudah banyak menyakitinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyerangan
Di dalam kereta, keheningan menyelimuti Jian Li dan Xiu Ying. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya. Dulu, saat ada Ling Xi di antara mereka, semangat Jian Li untuk mendapatkan Xiu Ying begitu menggebu. Xiu Ying pun bersemangat merebut perhatian Jian Li dari Ling Xi.
Namun kini Ling Xi tak ada diantara mereka, membuat Jian Li merasa hampa. Apalagi setelah ia menyadari Ling Xi lah yang tidak takut ular. Hatinya bagai diremas-remas. Meskipun pergi bersama Xiu Ying, pikirannya terus tertuju pada Ling Xi. Jian Li lantas memerintahkan kusir untuk mengikuti kereta Ling Xi dari kejauhan.
Sementara itu Xiu Ying menatap pemandangan hutan hijau di luar jendela kereta. Dengan mata yang masih fokus ke luar, ia bertanya, "Kita mau ke mana?"
Jian Li menoleh ke arah Xiu Ying. Tidak biasanya wanita itu berbicara tanpa menatapnya.
"Ke mana saja asal kau senang," jawab Jian Li berbohong. Padahal hatinya hanya ingin memperhatikan apa yang Ling Xi lakukan.
"Bicaramu manis sekali. Tapi sayangnya aku sedang tidak punya tujuan," balas Xiu Ying, akhirnya menoleh ke arah Jian Li.
"Kalau begitu, ikut saja ke mana aku pergi."
Xiu Ying tersenyum tipis lalu kembali memandangi pemandangan di luar. Perjalanan mereka terasa hambar dan tidak ada yang istimewa. Tiba-tiba kereta berhenti mendadak. Jian Li sigap keluar, diikuti oleh Xiu Ying.
Begitu turun, Xiu Ying melihat kereta kuda milik Ling Xi terparkir di depan. Ia jadi mengerti, rupanya Jian Li sedang mengikuti wanita itu.
Jian Li mengikuti Ling Xi? Menarik. Sepertinya aku bisa membuat sedikit drama. Batin Xiu Ying. Wanita itu tidak ada kapoknya meskipun sudah diberi hukuman membersihkan kandang kuda selama satu minggu.
Namun, saat ia hendak menghampiri, pemandangan yang tersaji membuat langkahnya terhenti. Rupanya, Ling Xi sedang dihadang oleh para perompak. Xiu Ying mundur menjauh, bersembunyi di samping kereta. Dari kejauhan, ia menyaksikan Jian Li bertindak bak pahlawan. Dengan gagah berani, pemuda itu tidak gentar membantu Ling Xi melawan ancaman para perompak.
Pedang Jian Li berkelebat secepat kilat. Ilmu bela diri yang mumpuni terlihat jelas dalam setiap gerakannya. Ia melompat gesit, menghindari tebasan pedang perompak yang datang dari berbagai arah. Suara logam beradu riuh memecah keheningan hutan. Satu per satu perompak berhasil ia kalahkan. Namun jumlah mereka terlalu banyak, membuat Jian Li kewalahan.
Ketika ia lengah, sebuah pedang berhasil menggores lengan kirinya. Jian Li meringis, tapi tidak menyerah. Menggunakan tangan kanannya, ia memutar pedang, menebas perompak yang mencoba menyerangnya dari belakang. Dengan satu serangan pamungkas, ia melumpuhkan pemimpin perompak, membuat yang lainnya lari tunggang langgang.
Jian Li menatap Ling Xi, memastikan wanita itu tidak terluka.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Jian Li, suaranya terdengar cemas.
Ling Xi terdiam menatap Jian Li dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Aku tidak apa-apa." Tapi mata Ling Xi terpaku pada luka di lengan kiri Jian Li.
Mata Jian Li teralih pada luka di lengannya. Ia tidak merasakan sakitnya, karena yang terpenting baginya saat ini adalah Ling Xi selamat. Lagipula luka itu tidak terlalu dalam.
Setelah menerima bantuan, Ling Xi mengucapkan terima kasih kepada Jian Li, lalu langsung pamit pergi meninggalkannya. Hati Jian Li terasa sesak. Ia tidak menyangka Ling Xi bisa berubah sedrastis ini.
Dulu, jangankan terluka, Jian Li tersenggol semut saja, Ling Xi akan mengkhawatirkannya setengah mati. Wanita itu selalu memperhatikan dan memastikan Jian Li baik-baik saja. Namun kini, luka yang didapatnya karena menolong Ling Xi, tidak sedikit pun membuat wanita itu peduli bahkan untuk sekadar mengobati.
Sesakit itu kah hatimu dengan luka yang kubuat, Ling Xi, hingga kau enggan menatapku? batin Jian Li yang nelangsa semakin merana melihat kenyataan bahwa Ling Xi tidak lagi peduli padanya.
"Nona, apakah kita akan melanjutkan perjalanan atau kembali ke kediaman?" tanya sang kusir.
"Lanjutkan saja, sudah setengah jalan," jawab Ling Xi. Kusir itu tampak ragu karena baru saja mereka dihadang perompak, tetapi ia tak bisa menolak perintah nona mudanya.
Biasanya, Ling Xi tidak pernah melewati jalan ini karena berbahaya. Namun, karena ini satu-satunya jalan menuju tempat tujuannya, ia pun lewat sini. Sebelumnya, Ling Xi tidak tahu jika daerah ini rawan.
Mendengar Ling Xi ingin melanjutkan perjalanan alih-alih kembali ke kediaman, Jian Li pun berkata kepada kusir Ling Xi, "Aku akan mengawal kalian dari belakang. Ikuti saja kemauan Nona Ling Xi."
...***...
Jian Li kembali ke keretanya. Di dalam, Xiu Ying sudah lebih dulu duduk. Begitu Jian Li mengambil tempat di sampingnya, wanita itu bergeser sedikit, menjaga jarak. Ia tak sanggup menatap luka dan darah, perutnya seketika terasa mual.
"Jian Li, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Ling Xi tadi. Tapi aku tahu, kau terluka karena berkelahi dengan perompak demi menolong adikku. Terima kasih."
Jian Li hanya mengangguk singkat. Alih-alih menanggapi, ia justru melontarkan pertanyaan lain.
"Xiu Ying, menurutmu Ling Xi itu orang seperti apa? Jujurlah. Aku sudah tidak memiliki hubungan dengannya, dan kini lebih memilih dirimu." Jian Li berkata seakan ia masih berada di pihak Xiu Ying. Ia ingin memancing informasi dari Xiu Ying.
Xiu Ying menatapnya. "Apa ini tentang sikapnya yang langsung pergi meninggalkanmu setelah kau menolongnya? Jian Li, maafkan kelakuan kekanakan adikku. Dia sebenarnya tidak seperti itu. Dia baik dan ceria, hanya perlu sentuhan kelembutan agar dirinya terarah." Xiu Ying berusaha menjelekkan Ling Xi dengan bahasa yang elegan.
"Benar. Dia memang tidak terarah, meskipun memiliki kakak yang perhatian sepertimu," balas Jian Li, sengaja menimpali. "Padahal kau sering dibuat repot olehnya, tapi tetap membelanya. Oh ya, kudengar kau celaka bersama Nyonya Luo karena ulah Ling Xi. Bahkan kau yang mendapat hukuman, bukannya dia."
Xiu Ying tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Aku berharap suatu saat dia berubah menjadi lebih baik. Kau tak perlu mengkhawatirkan aku."
Jian Li mengangguk ringan. Ia merasa saatnya melontarkan pertanyaan inti, setelah berhasil meyakinkan Xiu Ying bahwa ia tidak menyukai Ling Xi.
"Xiu Ying, aku dengar pelayan Ling Xi sewaktu kecil, Bi Hua, akhirnya dipindahkan padamu. Benarkah? Apakah dia terlalu nakal?"
"Iya, benar. Waktu itu aku yang memintanya kepada ayah. Bukan karena nakal, hanya saja aku kasihan melihat Bi Hua, raut wajahnya selalu letih. Jadi aku menukar pelayanku dengan pelayan Ling Xi."
Bohong belaka, sebenarnya Xiu Ying tidak tahan melihat Ling Xi disayang begitu rupa oleh pelayannya.
Jian Li menghela napas. Dalam hati, ia tidak lagi membutuhkan bukti lain karena Ling Xi memang dewi penolongnya di masa kecil. Ia terdiam membiarkan suasana sejenak hening. Sementara itu, Xiu Ying mulai gelisah melihat luka di tubuh Jian Li. Wanita itu lalu berpura-pura kerepotan, berusaha merobek gaunnya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Jian Li.
"Aku ingin membalut lukamu, tapi kain ini sulit sekali dirobek." tidak mungkin kan Jian Li membantu merobek bajuku. Batinnya.
"Tidak perlu repot. Nanti aku yang membalutnya."
Berhasil, lalu masuk ke langkah kedua. Xiu Ying lalu memegangi kepalanya. Jian Li menatapnya waspada. "Kau tidak enak badan?"
"Hanya sedikit pusing."
"Kalau begitu, kembalilah ke kediaman. Aku akan turun di sini," ujar Jian Li sambil memberi tanda agar kereta berhenti.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Tenang saja. Laki-laki di alam bebas seperti ini tahu cara menaklukkannya."
Dalam hati, Xiu Ying tersenyum lega akhirnya ia bisa berpisah dari Jian Li, karena dirinya sudah tidak sanggup menahan rasa mual itu.
.
.
Bersambung.
keselamatan rakyat dan pengawal
juga penting
pilihan bijak
/Determined//Determined//Determined/
Luka api
pasti panas dan sakit