MENDADAK NIKAH

Suasana di dalam mobil cukup berisik, sebab Hazel sedang bernyanyi diiringi musik yang di putar Pak Didit didalam mobil. Lelah dengan pekerjaannya hari ini membuat Hazel ingin melepas penat dengan bersantai sambil bernyanyi beragam jenis lagu kesukaannya. Ditemani botol minum yang dia gunakan sebagai microphonenya.

Di mobil itu Hazel asik berkaraoke, Pak Didit yang sesekali ikut bersenandung sementara Dave, pria itu memijat keningnya. Suara Hazel yang melengking membuatnya sakit kepala. Dave juga menjadi tidak fokus pada artikel yang dia baca di iPadnya. Pria itu menarik nafas panjang, ya, dia harus bersabar.

Dave pun mencoba fokus pada bacaannya, namun tiba-tiba saja Hazel menyodorkan botol minumnya pada Dave, meminta Dave untuk melanjutkan nyanyiannya. Tingkah Hazel itu membuat Pak Didit menahan tawa, sebab Dave terlihat kaku tanpa ekspresi, dia pun menjauhkan botol itu dari mulutnya.

"Hey, Hazel?."

"Kamu asik begini memangnya sudah buat materi presentasi besok?."

"Udah, kamu tenang aja."

"Aku ini kan pro-fe-ssio-nal."

Hazel kembali bernyanyi setelah menjawab pertanyaan Dave. Dia bernyanyi semakin lepas dengan suara yang semakin menggelegar. Dave memejamkan kedua matanya, meskipun tersiksa, dia harus terbiasa dengan segala tingkah perempuan yang satu ini. Asalkan Hazel tidak sedih dan menangis, dia bebas kan Hazel melakukan apa pun.

Tiba di depan rumah, Hazel enggan turun dari mobil. Dia merentangkan kedua tangannya, memberi kode pada Dave untuk menggendongnya. Bukannya menolak dan meminta Hazel untuk berjalan sendiri, Dave justru tersenyum sambil mengusap kepala Hazel.

Dia pun menyambut Hazel, mengangkat bokongnya sampai istrinya itu duduk di gendongannya. Sepertinya Hazel sedang manja, dia bersandar dengan mesra disalah satu bahunya. Tentu Dave senang jika Hazel menginginkannya seperti ini. Itu tandanya, Hazel merasa bahagia berada di dekatnya, Dave merasa Hazel membutuhkan dirinya.

"Sayang? Nanti habis mandi kita jenguk Ibu, ya?."

"Iya."

"Yes! Yes! Aku udah kangen banget sama Ibuuu."

Tingkah Hazel lagi-lagi membuat Dave tersenyum. Mendengar mereka akan pergi kerumah sakit, Hazel tampak bahagia, dia mengguncang-guncang tubuhnya di gendongan Dave. Untungnya pria itu sangat kuat, guncangan Hazel tidak membuatnya terhuyung apa lagi membuat mereka jatuh.

Dave semakin mempererat dekapannya pada tubuh Hazel, dia merasa gemas dengan kebahagiaan istrinya ini.

"Terus lah bahagia seperti ini Hazel."

Sambil memeluk buket bunga, Hazel berlarian di koridor rumah sakit menuju kamar inap Widya. Rasanya dia tidak sabar lagi bertemu dan memeluk wanita kesayangannya itu.

Dan benar saja, tiba di dalam, Hazel mendekap Widya sangat erat, dia usap punggung Ibunya itu penuh sayang. Dave pun tersenyum haru melihat momen kehangatan di depan matanya.

Setelah menaruh kantong makanannya, Dave ikut mengusap kepala Hazel. Wajar saja jika sang Ibu sangat menyukai dan menyayangi Hazel, istrinya ini memang lembut dan tulus, cinta Hazel untuk Widya benar-benar nyata.

"Hazel kangen banget sama Ibu, kangen terus setiap hari."

"Hehe, Ibu juga kangen sekali sama kamu, Sayang, anak Ibu."

"Oh iya, Hazel bawa bunga lho, buat Ibu" Hazel mempersembahkan buket itu untuk Widya,

"Buat perempuan paling cantik di dunia."

Tanpa sadar, Widya meneteskan air matanya. Bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan. Widya memeluk Hazel sekali lagi dan meninggalkan kecupan di kedua pipinya. Kehadiran Hazel membuatnya bahagia, kehadiran Hazel lah selalu dia nantikan setiap harinya

"Oh iya, gimana hubungan kamu sama Dave, Hazel?" Pertanyaan Widya membuat Hazel dan Dave saling bertatapan,

"Ibu sangat berharap hubungan kalian ada kemajuan, bukan hanya sebatas hubungan di kantor."

"Ya, saya menyayangi Hazel."

"Huh?" Hazel terbelalak dengan ucapan Dave, namun sedetik kemudian, wajahnya berpaling kearah lain, jawaban Dave cukup membuatnya tersipu malu

"Hazel? Kamu dengar kan kata Dave?."

"Ah, haha...iya, Bu" Hazel mendadak canggung, "Hm, Ibu makan buah dulu ya, Hazel siapin."

Hazel langsung beralih pada kegiatannya, memotong beberapa macam buah untuk Widya. Dan melihat perubahan sikap Hazel, membuat senyum Dave tidak luntur, dia tahu istrinya sedang tersipu malu. Untuk itu, dia hampiri Hazel dan memeluk pinggangnya dari belakang, tidak peduli meski Hazel meminta untuk melepaskannya.

"Kamu malu?."

"Enggak, biasa aja."

"Tapi pipi kamu merah."

"Hey, cukup, ada Ibu."

"Saya mau peluk kamu."

"Pak Dave?" Hazel berbalik, dia membungkam Dave dengan menyuapinya sepotong apel.

"Lebih baik kamu duduk, Ibu udah nunggu."

"Ya, baik lah" Terpaksa Dave melepaskan pelukannya, dia pun beralih duduk di sofa namun pandangannya tidak lepas dari Hazel, memperhatikan setiap gerakan Hazel dengan senyuman. Lagi-lagi Dave harus mengakui bahwa dia mulai menyukai Hazel. Sedetik pun tidak bisa dia lewatkan tanpa menatap, memeluk dan mencium istrinya itu.

Selesai menemani Widya beberapa jam, Hazel dan Dave pamit meninggalkan rumah sakit. Andai besok adalah hari libur, mereka pasti sudah menginap menemani Widya sepanjang malam, namun kesibukan masih menanti mereka esok hari. Waktu berlalu dengan sangat cepat, Hazel pun melepas pelukannya untuk Widya dengan berat hati.

Enggan melihat Hazel sedih karena berpisah dengan sang Ibu, Dave pun berinisiatif membeli beberapa cup ice cream dan mengajak Hazel berbincang selama di perjalanan pulang. Dave harus terus membuat Hazel tersenyum sebab kejutan besar sudah menantinya dirumah.

Suasana didepan rumah cukup ramai, beberapa orang berbondong-bondong menurunkan tiga lemari besar dari mobil truk yang berhenti di depan rumah. Beberapa orang lainnya terlihat membawa puluhan kotak sepatu dan barang-barang lainnya kedalam rumah.

Hazel dibuat tercengang melihatnya, perasaannya pun mulai tidak enak. Dia teringat tentang Dave yang membeli puluhan pasang sepatu heels untuknya, mungkin kah semua barang-barang itu sudah tiba?

Sangat jelas dugaannya sebab Hazel langsung menghampiri ruangan dimana lemari-lemari besar itu di simpan. Di dalam ruangan itu, semua pelayan wanita mengeluarkan satu persatu sepatu heels dan menatanya dengan rapih didalam lemari. Hazel mendengus sambil menepuk jidatnya, sungguh, suaminya itu tidak main-main. Dave telah membeli semua sepatunya.

Hazel pun menghampiri Dave untuk meminta penjelasannya, namun belum sempat membuka suara, Dave terlihat mengambil satu set perhiasan dan dia buka tepat di depan wajah Hazel. Apa-apaan pria ini? Apa lagi yang akan dia berikan?

"Aku nggak butuh-"

"Hey? Saya nggak mau dengar ocehan kamu."

Dave mengambil sebuah kalung berlian untuk dia pasangkan pada leher Hazel. Dia pun tersenyum lebar sebab kalung itu membuat leher Hazel semakin indah dan tentu membuatnya semakin cantik.

"Ini semua buat apa? Aku nggak butuh ini."

"Tapi saya butuh, ini buat membahagiakan istri saya."

"Saya sadar, waktu itu kita menikah terburu-buru tanpa persiapan."

"Dan menurut saya, cincin pernikahan nggak akan cukup" Ucap Dave sambil meraih tangan Hazel yang tersemat cincin pernikahan di jarinya

"Kamu pantas mendapatkan lebih dari ini karena kamu udah bersedia jadi istri saya."

"Apa pun akan saya berikan untuk kamu."

"Tapi ini berlebihan banget Pak Dave?."

"Nggak ada yang berlebihan buat kamu, istri saya."

"Oh, Ya Tuhaaan."

...••••...

jangan lupa tinggalkan jejaknya💋💋