Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahagia yang dibuat-buat
Meski pun itaewon di kenal sebagai pusat kehidupan malam yang ramai di seoul, ada beberapa sudut tersembunyi dan tenang yang bisa ditemukan jika menjelajah sedikit lebih jauh dari jalan utama. Itulah yang sedang Kairos lakukan, terus berjalan sampai akhirnya tiba di Itaewon Land Back Alley / Gang Kecil Dekat Gyeongnidan.
Jalanan sempit dan rumah-rumah kecil yang tersebar rapi menciptakan suasana seperti di pedesaan dalam kota. Lampu rumah menyala lembut, dan jarang ada kendaraan yang lewat. Di antara keheningan, suara sepatuh yang beradu dengan lantai milik Kairos terdengar intens di telinga seseorang yang sedang menunggu.
"Benar kamu Kairos Lim, atau hanya orang suruhannya?" tanya seorang wanita yang katanya memiliki rekaman suara yang berada di rooftop.
Kairos menghela napas panjang, segera melepas masker juga kacamata hitamnya sehingga memperlihatkan wajah tampan. Sebenarnya Kairos tidak berniat untuk menyamar, hanya saja tidak ingin memar di wajahnya di lihat oleh orang lain. Terlebih takut berpapasan dengan pengemar yang bisa membuat mereka khawatir berlebihan dan membesar-besarkan masalah di media sosial.
"Benar Kairos Lim." Wanita itu tersenyum lebar, dia sangat ngefans pada Kairos Lim, dan sebuah keberuntungan baginya bisa bertemu secara langsung. "Apa aku boleh memeluk oppa sebentar saya?"
"Maaf tapi ini bukan tujuan pertemuan kita," tolak Kairos halus.
"Bukan aku yang mengambil rekaman suara itu Oppa, jika aku yang mendengarnya aku tidak akan menyebarkan ke sosial media."
"Jadi kamu tidak memiliki rekamannya?"
"Ini ...." Menyerahkan ponsel kepada Kairos. "Ini punya oppa aku."
"Kamu mencurinya?"
"Iya aku mencurinya demi Oppa, tidak adil jika Oppa terus diserang padahal tidak salah apa-apa. Aku percaya oppa bukan orang jahat."
"Gamsahamnida." Kairos membungkukkan tubuhnya. "Saya tidak akan melupakan kebaikanmu. Jika masalahnya meredah, kamu bisa menghubungi saya lewat nomor ini." Kairos menyerahkan kartu namanya pada gadis remaja tersebut. "Ralat, bahkan jika beritanya tidak mereda tapi kamu dalam bahaya karena membantu saya, hubungi saya."
"Hati-hati Oppa, Zelos selalu mendukungmu!" teriak gadis remaja itu ketika Kairos berjalan menjauh. Zeloz adalah nama pengemar untuk Kairos Lim.
Kairos langsung pulang ke apartemennya untuk mendengar rekaman yang baru saja ia dapatkan. Berharap rekaman itu benar dan dia bisa terbebas dari ketidakadilan publik.
Sedangkan di belahan dunia lainnya, tepatnya di Kanada, Hanna sedang duduk di kursi balkon kayu menikmati udara segar dan sedikit dingin, menusuk kulit dengan lembut tapi menyegarkan. Ditemani secangkir kopi hangat di tangan, mengepulkan uap tipis ke udara. Dari balkon, ia dapat melihat lampu-lampu jalan mulai menyala, jendela gedung-gedung memantulkan cahaya jingga dari matahari yang perlahan turun ke cakrawala.
Bunyi jauh suara mobil dan kereta LRT berpadu dengan desiran angin dan sesekali tawa orang di jalanan, tidak membuat lamunannya berakhir begitu saja.
Pembicaraan beberapa jam lalu bersama manajernya membuat ia tidak mampu untuk berkata-kata. Bagaimana dia akan memberitahu Kairos? Pria itu akan terluka sepertinya, jika mengetahui orang yang beru saja menjatuhkan mereka sangat dekat sampai tidak bisa diduga oleh siapapun.
"Haruskah aku terus diam dan membiarkan semuanya?" gumam Hanna.
"Nona, keberangkatan kita sudah dijadwalkan."
"Aku tidak mau pulang Unnie, aku tidak siap bertemu Oppa. Aku takut ...," ucapnya dengan bibir melengkung ke bawah.
"Tapi sebentar lagi ulang tahun Kairos, apa nona akan melewatkannya?"
"Akan aku pikirkan nanti."
Hanna meletakkan kopi hangatnya di atas meja kemudian memasuki kamar. Ia bimbang akan hatinya, tentu dia sangat merindukan sang kekasih, tapi apakah dia mampu terus berbohong agar hubungan tetap terjaga.
"Apa aku jujur sana Unnie?" Shin Hanna menoleh ke belakang.
"Aku ikut nona saya, aku tahu keputusan yang nona ambil pasti yang terbaik."
"Berikan aku alasan kenapa harus menyembunyikannya dan begitu pun sebeliknya Unnie."
Wanita yang di panggil kakak itu terdiam, pikirannya sedang menyusun kata demi kata yang baik agar tidak menyesatkan atasan yang telah ia anggap sebagai adiknya. Namun, jujur tidaknya sama-sama mempunyai resiko retaknya sebuah hubungan.
"Jika nona terus menyembunyikannya, besar kemungkinan Kairos akan salah paham dan menganggap kalian bekerjasama untuk menjatuhkan nama baiknya, akan tetapi jika jujur hubungan kalian tetap rusak."
"Artinya jujur atau tidak sama-sama merusak hubungan?"
Hanna lagi-lagi menghela napas panjang melihat anggukan manajernya. Berat melakukan tetapi ia harus mengambil keputusan.
"Kai ...."
"Akan ku jawab." Merebut ponselnya yang berada di tangan manajer.
Ia langsung menjawab panggilan dari sang kekasihnya dan tersenyum lebar seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kabarmu baik Jagiya? Sungguh pikiran dan hari-hari oppa sangat kacau tanpa kabarmu. Oppa mengira hari ini pun tidak bisa melihat suara dan wajahmu. Neomu bogo sipeo."
Hanna tertawa, Kairos seperti anak kecil saja yang sedang merindukan orang tersayangnya.
"Mianhae Oppa, aku sangat sibuk sehingga tidak sempat memegang ponsel."
"Tidak apa-apa jagiya, yang penting waktu makan dan istirahat kamu cukup. Melihatmu baik-baik saja sudah membuat oppa tenang."
"Oppa sendiri bagaimana?" Selama melalukan panggilan Video, tidak sekalipun Hanna menatap retina berwarna biru milik Kairos. Rasa bersalah bersemayang di hatinya sebab menutupi sesuatu yang begitu besar.
"Baik, memangnya siapa yang berani melukai oppa, hm? Lagi pula jika ada yang berani, rasanya tidak akan sakit."
"Sok kuat."
"Selama kamu di sisi oppa, semuanya akan baik-baik saja."
"Gombalannya lempeng, aku tidak tersentuh sama sekali." Hanna tertawa, tawa yang dibuat-buat dan Kairos menyadari akan hal itu.
"Bahagianya terlalu dipaksakan Jagiya, pulanglah dan menangis di pelukan oppa."