Kalian pernah nggak sih suka sama sahabat kalian? Yah kali ini aku sadar kalau aku suka sama sahabat dari kecil ku. Dari umur 3 tahun hingga sekarang aku umur 23 tahun baru sadar kalau aku suka bahkan cinta sama dia. Namun bagaimana mungkin aku menyatakan perasaan ini? Kami itu sahabatan. Bagaimana aku menaruh hati dengannya/ bahkan dia juga sudah punya pacar. Pacar yang selalu dia bangga-banggakan. Aku bingung bagaimana harus mengungkapkannya!
Hai namaku Dion! Umur ku saat ini 23 tahun, aku baru saja lulus kuliah. Aku suka banget dengan kedisiplinan namun aku mendapatkan sahabat yang selalu lalai terhadap waktu dan bahkan tugasnya. Bagaimana cerita kami? Lest go
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang sekolah
PULANG SEKOLAH
Setelah pulang sekolah, Dion langsung mengganti bajunya dan juga meminum jus berinya. Setelah itu, pria itu bergegas ke apartemen Reta. Dia bingung apa yang terjadi pada Reta. Dia menekan tombol apartemen Reta setelah tiba di sana. Namun, yang membuka bukan Reta, melainkan ibu-ibu paruh baya. Sepertinya pengasuh Reta.
"Permisi, Bi. Maaf sebelumnya mengganggu, saya teman Reta. Saya boleh ketemu dia?" tanya Dion dengan sopan kepada ibu-ibu di depannya. Ibu itu menatap Dion dari atas sampai bawah.
"Kamu itu kayak muka orang yang di foto dompet Reta, deh," ujar ibu-ibu tersebut mengamati wajah Dion. Dion bingung apa maksud ibu ini. Lagipula, Dion tidak pernah berfoto dengan Reta. Bagaimana mungkin Reta ada foto Dion?
"Sepertinya Ibu salah lihat. Tapi saya boleh ketemu sama Retanya, Bu?" ujar Dion sekali lagi bertanya. Ibu itu langsung memberi masuk Dion.
"Boleh dong, Den. Untuk pacarnya Mbak Reta, pasti Mbak Reta senang kalau pacarnya jenguk dia," ujar ibu-ibu tersebut sembarangan. Dion semakin bingung. Pacar? Foto? Apa maksudnya? Dion menjauhkan pertanyaan-pertanyaan itu dari benaknya dan masuk menemui Reta. Reta tergeletak lemah di atas kasur itu. Bibirnya sangat pucat kelihatannya.
"Reta, aku datang," ujar Dion sangat lembut dan pelan. Reta melihat Dion dan tiba-tiba menutup wajahnya.
"Jangan lihat aku, Ion. Aku jelek banget, nanti kamu ilfil," ujar Reta menutupi wajahnya. Dion menggelengkan kepalanya, menandakan ucapan Reta itu salah.
"Kamu salah, Ret. Justru kamu cantik apa adanya, jadi jangan malu, ya," ujar Dion dengan sangat lembut dan menarik tangannya untuk tidak menutupi wajahnya itu.
Setelah Reta membuka wajahnya, Reta menangis menatap Dion. "Makasih, Ion, karena kamu sudah memenuhi list hidupku dalam satu hari dua sekaligus," ujar Reta menangis sesenggukan. Dion bingung. Apa maksud Reta? Karena pertanyaan di kepala Dion sudah sangat banyak, akhirnya dia bertanya ke Reta.
"Hah? List kehidupan? Dua sekaligus? Aku? Maksudnya, Ret?" tanya Dion bingung. Reta pun duduk dan menyuruh Dion mendekat kepadanya. Reta mulai bercerita.
"Aku bingung gimana ceritanya, Ion. Aku bingung harus bilang apa terlebih dahulu," ujar Reta bingung.
"Mulai dari mana saja, terserah kamu," ujar Dion menatap wajah Reta dengan sangat serius dan kepo. Reta pun menarik napasnya panjang dan mulai bercerita.
"Sebenarnya aku kagum ke kamu dari mulai kita kelas sepuluh. Aku kagum bukan karena kamu pintar atau bahkan karena kamu juara umum, tapi karena kamu menolong Dori," ujarnya dengan sangat lembut dan suara yang lemas. Dori adalah anjing kesayangan Reta.
"Waktu pesta ulang tahun Voni, aku membawa Dori ke pesta itu, dan Dori jatuh ke parit. Untung ada kamu yang mau nolonginnya. Padahal di situ kamu posisinya sudah pakai setelan jas untuk ketemu ke Voni merayakan ulang tahunnya di pesta itu, tapi baju kamu malah kotor, dan kamu ganti menjadi kemeja biasa. Di situ aku mulai tertarik ke kamu," ujar Reta memberi jeda sedikit waktu, sedangkan Dion tidak ingin berkata apa-apa. Dia hanya diam menatap gadis di depannya.
"Pas kelas sebelas semester pertama, aku terkena penyakit kanker otak, Ion. Entahlah, aku juga bingung kenapa itu bisa terjadi. Aku selalu ikut kemoterapi, tapi itu hanya memperlama masa penyebaran kanker, bukan untuk menyembuhkan. Aku berdoa ke Tuhan. Aku bingung kenapa aku harus menerima ini semua. Aku menutupi penyakitku dari orang tuaku, terutama mamaku. Aku minta ke Papi agar aku dibelikan apartemen. Yah, seperti yang kamu lihat kemarin, perlakuan mamaku memang selalu begitu, dan aku nggak mau dia tahu. Lalu dia jadi baik dan sayang ke aku. Aku takut dia akan merasa kehilangan. Jadi lebih baik seperti ini. Makanya kalau nanti aku pergi, aku tidak takut lagi kepadanya," ujarnya sambil tersenyum.
"Gila, gadis ini menceritakan kisahnya sambil tersenyum? Sesakit apa hatinya sebenarnya?" ujar Dion dalam hatinya.
"Setelah aku tahu kalau waktu ku nggak lama lagi, kata dokter, aku buat list kehidupan sebanyak mungkin. Sepertinya ada tiga puluh list. Dan kini sudah dua puluh tujuh. Awalnya dua puluh lima, tapi karena ada kamu jadi dua puluh tujuh," Reta memberi list kehidupannya. Dion melihat list yang terakhir, yang Dion sendiri membantu gadis itu mewujudkan list kehidupannya. Adapun list kehidupan yang diwujudkan Dion untuk Reta adalah nilai yang memuaskan, dekat ke Dion, dan belajar bareng dengan Dion. Dion juga melihat list yang ada namanya lagi yang belum terkabulkan, yaitu pergi ke gereja bareng dan menjadi pacar Dion. Dion menatap Reta. Reta tersenyum.
"Maaf ya, Ion, sebelumnya aku terlalu berharap dulu, tapi ini akan aku coret," ujar Reta mengambil buku list tersebut dan ingin menyoretnya. Namun, Dion menghentikan hal itu.
"Biar aku ikutin list kamu, Ret," ujar Dion menghentikan tangan Reta yang ingin menyoret list-nya itu. Reta menggelengkan kepalanya.
"Enggak, Ion. Aku nggak mau karena kamu kasihan, apalagi terpaksa," ujar Reta menolak ucapan Dion. Dion menatap wajah Reta, sebaliknya juga Reta.
"Aku nggak terpaksa dan aku juga bukan karena kasihan. Anggap saja aku sekalian ingin membuka hati, Ret. Aku juga bingung kenapa diriku terlalu tidak peka dan bahkan tidak memperdulikan wanita selain Voni. Maka itu, tolong beri aku kesempatan, Ret, agar aku bisa merasakan cinta dan aku bisa memenuhi list kamu ini," ujar Dion memohon. Reta menangis sekencang-kencangnya.
Kini penyakit Reta sudah di Grade III (Tingkat Tinggi - Maligna/Ganas):
Tumor ini dianggap ganas (maligna).
Sel-selnya terlihat sangat abnormal, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan aktif dan reproduksi yang cepat.
Mereka cenderung menyebar ke area otak di sekitarnya dan memiliki kemungkinan tinggi untuk kambuh, sering kali sebagai tumor grade IV.