NovelToon NovelToon
Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Tentara / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:19.9k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 : Kesepian

Dengan kasar Devan menghempaskan tubuh di kursi kerjanya. Ia mengangkat dagunya ke atas, menatap langit-langit menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Memikirkan nasib rumah tangganya yang semakin jauh dari kata normal apalagi romantis.

Suara ketukan di pintu ruang kerja dan derap suara sepatu PDL di depan pintu mengalihkan perhatian Devan. "Masuk Wis!" ucapnya. "Ada apa Wisnu?"

"Mohon ijin komandan, foto wedding anniversary ke-8 kemarin sudah saya pindahkan ke flashdisk. Ibu ingin fotonya di perbesar dan dicetak pada canvas, kami mohon arahan foto yang mana yang terbaik menurut komandan untuk di cetak ?" tanya Wisnu sambil menyerahkan flashdisk.

"Saya pilih dulu Wis, kamu boleh lanjutkan pekerjaan lain." Wisnu sang caraka langsung balik kanan jalan untuk memberi waktu Devan memilih.

Devan menyambungkan flashdisk pada laptop. Lama ia menggeser kursor laptop, setelah setengah jam mengamati satu persatu foto wedding anniversary dirinya dengan Kasandra, tidak ada satu pun yang ia pilih.

Semua terlihat palsu. Senyuman itu, palsu. Tatapan mata tanpa kebahagian, genggaman tangan tanpa kehangatan, kecupan di kening tanpa makna, juga pelukan tanpa rasa.

Semua hanya sebuah drama untuk menyempurnakan euforia.

Mereka berdansa dan bernyanyi hanya untuk menghibur para bawahan, agar terlihat mereka adalah pasangan romantis yang harus dicontoh dan menjadi role model keluarga prajurit di kesatuan yang Devan pimpin.

Devan tersenyum miris jika mengingat malam itu, moment dimana para anak buahnya menyiapkan surprise party untuknya, memanjatkan doa-doa agar rumah tangganya langgeng dan sukses selalu.

Sementara mereka berdua menjalani rumah tangga dalam kehampaan, kesunyian, dinding kepercayaan telah lama retak. Komunikasi terjalin dalam jaring karma, tidak pernah benar-benar lahir menjadi setetes embun. Pondasi yang dibangun tidak cukup kuat menopang tingginya ego dan gengsi. Beban perasaan yang dirasakan terlalu berat.

Bukannya Devan tidak pernah berusaha memperbaiki keadaan, ia pernah dan masih terus berusaha agar rumah tangganya normal dan ada kebahagiaan. Tapi semua terasa sia-sia.

Rumah tangganya dengan Kasandra seperti halnya menjalani kerjasama bisnis dengan ikatan kontrak tidak terbatas, tidak lebih.

Devan menyandarkan salahsatu tangan di atas meja, tangan lainnya menjadi tumpuan dagu, ia mencondongkan tubuhnya ke bibir meja, termenung. Lalu menatap jejeran hadiah mewah dan puluhan souvenir dengan tulisan dengan kata indah yang tertata rapih di ruang kerjanya. Semua kiriman senior, junior, relasi juga para sahabatnya saat acara wedding anniversary yang ke -8 kemarin. Mereka mendoakan rumah tangganya langgeng hingga menua bersama.

Belasan kue tart yang dijejer di atas meja panjang, tanpa pernah ada yang menyentuh dan mencicipinya karena larangan Kasandra. Katanya, untuk dijadikan pajangan dan pamer di sosmed agar lebih banyak mendapatkan pujian dan doa-doa dari followers juga rekanan bisnis Kasandra.

Ada nyeri di hati Devan.

Devan justru ingin berlari dari rumah tangga yang membuatnya semakin terpenjara dalam kemunafikan dan kepalsuan. Dadanya sesak. Ada resah yang seringkali hadir tidak mengenal waktu. Kebahagiaan tenggelam di hati yang dingin, tidak ada jiwa, tidak ada cahaya yang mampu menerangi jalannya. Amarahnya ia peluk sendiri.

Ia melangkah dengan goyah ke arah jendela besar di ruang kerjanya. Tatapannya jatuh pada para anak buahnya yang sedang berkumpul di lapangan apel untuk menunggu Pluit apel dibunyikan. Mereka menikmati berbagi roti kering dengan canda tawa, berbagi kopi dari gelas plastik yang kehangatannya telah menghilang, tapi canda tawa mereka lebih hangat dari kopi itu sendiri. Bahkan ada yang mengunyah kerupuk disiram kecap sebagai menu cemilan pagi hari mereka.

Moment seperti Itu tidak pernah ia rasakan, kehidupan Devan hanya mengikuti rel yang sudah disiapkan dengan sempurna oleh papanya.

Kini pandangannya ia alihkan pada belasan kue tart yang di tata rapih di meja panjang. Devan mengambil dua buah kue tart, lalu ia membawanya keluar ruangan. Setelah memanggil tiga orang anak buahnya, belasan kue tart itu kini berpindah tempat ke lapangan apel.

Ia duduk bersila bersama seluruh anak buahnya menikmati kue tart, kopi hitam dari gelas plastik dengan diselingi canda tawa. Banyak doa dan ucapan terima kasih yang membanjiri paginya. Namun, kali ini doa itu ia syukuri. Karena moment ini tidak pernah terjadi di dalam hidupnya.

Ponselnya bergetar. Masih dengan senyuman yang menghias bibirnya, ia menatap layar handphone seakan tidak percaya. Pesan masuk dari barista kecil. Segera ia geser layarnya untuk membuka pesan dari barista kecil.

💌 Barista Kecil : 😡

Senyuman di wajah Devan perlahan menghilang. Keningnya mengkerut dalam. Ia mencoba menghubungi Dea, namun panggilannya tidak tersambung. Kegelisahan merayap dengan cepat mempengaruhi hatinya.

💌 Devan : Apa aku berbuat salah padamu?

Balas Devan setelah panggilannya tidak di respon Dea.

☕Tubuhnya menyimpan memori luka (Sub bab)

Stadion Utama Gelora bung Karno

Sejak pagi para pengisi acara dari artis ibukota, ribuan penari dan ratusan kru sudah memadati gelora bung Karno. Menjelang sore tenda-tenda darurat untuk ruang ganti dan tempat istirahat sudah di padati penari dari berbagai daerah dan sanggar terkenal.

Dea merasa kecil diantara ribuan orang yang terus berlalu lalang, dadanya terasa sesak. Sebisa mungkin ia tepis perasaan takut, namun respon tubuhnya menolak melupakan luka yang telah tergores begitu dalam. Luka itu belum mengering, bahkan belum sempat ia obati. Seolah meditasi yang ia lakukan di setiap malam panjangnya tidak berarti.

Suara tawa dan obrolan hangat dari rekannya tidak membawa semburat kebahagiaan di wajahnya. 'Apakah kebahagiaan benar ada dalam hidupku setelah ini?' gumam Dea dalam lirih hatinya.

Ia berjongkok di rumput beralaskan karpet tipis lalu bersandar pada dinding tenda yang rapuh. Ia memeluk kakinya dengan erat sambil merebahkan kepalanya di atas lutut.

"Dea, Are you okey?!" tanya Laras. Dea mengangguk dan tersenyum tipis.

"Dea kamu kuat, kamu hebat!" seru Johanes, asisten Laras.

Jempolnya ia angkat ke udara. Senyum tipisnya tetap terpasang, tidak berani jujur jika ia sedang tidak baik-baik saja. Semua orang memuji performanya saat menyambut para tamu Kedutaan besar dari berbagai negara tadi pagi. Tarian dan senyumannya sempurna, meski hatinya masih retak dan serangan trauma bisa menyerang kapan saja.

Dea hanya berusaha tenang.

Pura-pura tenang adalah sebuah permainan peran yang melelahkan. Menahan tangis agar tidak tumpah, meski hatinya patah. Berusaha tertawa di atas luka yang sakitnya terasa menggila.

Kini, Dea takut sendirian tapi jiwanya hancur ditengah keramaian.

Mendekati malam, acara pembukaan Asean games akan segera di mulai. Para penari yang bertugas tampil sudah bergerak mengosongkan tenda. Malam itu, Dea kebagian menjaga barang-barang sanggar di tenda dengan beberapa orang kru. Karena tugas tampilnya sudah selesai. Ia masih di posisi yang sama sejak tadi, karena tubuhnya semakin menggigil hebat.

Membeku di tempat, menahan perih yang tidak bisa dijelaskan.

Giginya gemerutuk, jari-jarinya sudah sedingin es. Suara percakapan dan tawa di luar tenda terdengar hanya gaung yang jauh tertinggal di belakangnya. Ia semakin kesulitan bernapas, tanpa seorang pun menyadari keadaannya.

"Dealova?" suara lembut namun berat menyapa kesadarannya yang kian menipis.

Dea mengangkat pandangan matanya ke atas, di depannya berdiri tegak sosok dengan tatapan mata yang hangat. Saat tangan lembutnya menyentuh bahu Dea, tangis gadis itu pecah. Tubuhnya yang selama ini menyimpan memori cerita luka, seakan menemukan penawarnya. Dea terus terisak dengan tatapan sendu memberikan signal SOS pada sosok yang tiba-tiba hadir tanpa diminta.

Devan berjongkok menyeimbangkan posisi tubuhnya, lalu duduk di samping Dea masih dengan tatapan hangat, "menangis lah di sini." Devan menunjuk bahunya yang kekar.

Dengan patuh Dea merebahkan wajahnya di bahu Devan sambil terus terisak hingga nyaris tercekik oleh kesedihan. Kata-kata terasa terkunci di dalam dadanya. Derai airmata seakan mengeluarkan semua sampah luka yang mengendap di hatinya dan selama ini ia tahan.

"Tubuhmu dingin, lebih baik kita ke rumah sakit," ajak Devan berusaha menyentuh kepala Dea, akan tetapi ia urungkan. Tangannya hanya menggantung di udara.

Dea menggeleng, "bawa aku keluar dari keramaian ini, dadaku sesak."

"Baiklah, kamu bisa berjalan?" tanyanya pelan. Dea mengangguk lalu berusaha berdiri di kakinya yang gemetar.

Devan tidak menyentuhnya, dia membiarkan Dea berpegangan erat pada ujung kemejanya. Mereka berjalan membelah keramaian hingga sampai di sebuah parkiran khusus anggota keamanan VVIP, Devan meminta Dea menunggu di sana. Kemudian ia meminta waktu untuk berkoordinasi dengan beberapa anak buahnya. Setelah itu dia menghampiri Dea yang bersandar di pohon akasia.

"Maaf, terpaksa kita harus menggunakan motor. Dimana-mana jalan macet parah. Apa tidak apa-apa jika kita naik motor?" tanyanya hati-hati.

"Tidak apa-apa."

Tangannya mengulur untuk menggenggam tangan Dea, tapi gadis itu berpegangan pada ujung baju Devan. Segaris senyuman terbit di wajah Devan, bahwa ia mengerti Dea butuh jarak aman.

Sebenarnya tidak mudah bagi Dea untuk percaya begitu saja pada seseorang, apalagi orang asing yang dikenal hanya lewat pesan singkat, hubungan yang dikatakan jauh dari sebuah keakraban. Tapi saat itu, hanya ada Devan yang bisa ia percaya.

Yang Dea inginkan saat itu pergi menjauh dari keramaian.

...~~~...

Pesan Emoticonnya di bales dengan kehadiran, langsung cuzz ke Jakarta. Pesona suami orang💃

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
jangan salahkan dea, derick. dea tak tau apapun. kalaupun tau semua masih samar, belum jelas. 😢😢😢😢😢😢😢😢😢😢😢😭😭
Aksara_Dee: Derick blm tau perjalanan hidup Dea, kalau tau gimana yaa... 🥺
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sudah diduga. tak ada ibu kandung seperti Andini.
Aksara_Dee: love 💗💗 sekebon buat kaka ❤️
total 7 replies
Astrid Kucrit
pantesan andini gak ada sayang2nya ke dea
Aksara_Dee: sakit hati sama ayahnya Dea, balas dendam ke anaknya, huftt
total 1 replies
Aan_erje
aaah di gantung deh
Aksara_Dee: hihi maaf ka, baru sempet edit draft... otw lanjutannya ya ka
total 1 replies
Dee
Who’s Derick? Is he related to Dea or something?
Aksara_Dee: penolongnya untuk melawan Dini
total 1 replies
Astrid Kucrit
eh ada surprise apa nihh
Aksara_Dee: cekidot episode besok pagi kaa...😅
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
apakah derick saudara dea?
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: oke sist. 🤩🙏
total 4 replies
Dee
Penasaran, gimana nasib Akbar setelah ini, dokter keluar bawa kabar apa ya sebenernya?
Aksara_Dee: episode selanjutnya... cekidot 🤣
total 1 replies
Dee
duh, kasian banget nggak tega ih😢
Aksara_Dee: aku yg kejem nih sama Akbar. tapi sayang /Sob//Sob/
total 1 replies
Astrid Kucrit
legowo ya bar....akbar
Aksara_Dee: harus legowo, biar tenang hidupnya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
nyesek di part ini
Aksara_Dee: perjuangan single parent yang pontang panting menjalani hidupnya
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
part akbar selalu jadi part yg menyesakkan untuk dibaca, kasihan dia. masalah hidupnya Komplikatif sekali. mungkin dia kurang dekat dengan Tuhannya.
dea seberat apapun kehidupannya selalu kuat.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: iya. minta maaf & bertobat
total 2 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
lelaki hebat pasti menepati janjinya.
akbar, cobalah untuk tidak selalu menjadi pecundang.
Aksara_Dee: sama-sama punya obsesi tinggi
total 3 replies
Dee
Mantul Devan..
Aksara_Dee: wkwkwkwk
total 3 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
semua yang devan ucapkan jujur & penuh kebanggaan. dea memang pantas dibanggakan.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
total 8 replies
Astrid Kucrit
pada kicep kan....iya dongg....masa nggak sih. tegakkan kepalamu dea....devan pelindungmu
Aksara_Dee: Bab selanjutnya bahagia terus buat Devan dan Dea
total 1 replies
Astrid Kucrit
pokoknya dea nikah saya devan yaa kak thorrrrrr
Aksara_Dee: iya ka, meski perjalanan cinta ya hrs berliku
total 1 replies
Dee
Aduh no komen dah Akbar or Devan, dilema akut, serius ribet banget ini wkwk. Akbar-Devan ayo suit aja lah, yg kalah...langsung minggat 😂
Aksara_Dee: aseekkk 🤣🤣
total 3 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
bu Toni tolong dikondisikan sikapnya. ini bukan bu Akbar, tapi calon pak Devan. jangan sampai pak Toni dipindah tugaskan ke daerah yg belum terpetakan, ya.
Aksara_Dee: ibu-ibu kalau kumpul emang suka berlebihan
total 5 replies
Elisabeth Ratna Susanti
top banget 🥰
Aksara_Dee: kaaa... ❤️❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!