Kehidupan yang di alami orang sekitarnya, terutama kakak nya sendiri membuat Harfa tak mau menjalani yang namanya pernikahan.
Apalagi, setelah Biru, membatalkan pernikahan mereka. Membuat hati Harfa begitu dingin akan yang namanya cinta. Mengunci hati hingga sulit di tembus.
Perubahan Harfa membuat kedua orang tuanya merasa sedih. Apalagi usia Harfa tak lagi mudah.
"Nak, menikahlah. Usia kamu sudah matang?"
"Tidak. Aku gak mau menikah, Ummah."
Jawab tegas Harfa membuat hati umma Sinta teriris.
yuk ikuti kisah nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Kecelakaan
Di rumah sakit nampak sibuk dan ricuh akibat kecelakaan terjadi. Beberapa polisi mengamankan situasi agar memudahkan dokter menangani korban.
Ambulance yang membawa korban kecelakaan baru sampai di rumah sakit. Beberapa dokter sudah siap menyambut.
Saat pintu ambulance di buka nampak dokter Harfa keluar dari dalam ambulan sana dengan raut wajah tegang. Mata dokter Harfa memerah menahan sesak.
Semua korban di dorong langsung menuju ruang UGD ada juga langsung ke ruang ICU karena mengalami luka parah yang harus di tangani dengan intensif.
Baju dokter Harfa penuh darah karena melakukan pertolongan pertama di tempat kejadian.
Dokter Harfa tak menyangka jika perjalanan pulangnya ia harus menyaksikan kejadian yang sangat mengerikan.
Tubuh dokter Harfa sangat tegang, keringat dingin bercucuran.
"Dokter tak bisa membantu. Tolong keluar."
Titah dokter Raftha yang menangani korban yang harus segera melakukan operasi.
Dokter Harfa di seret keluar karena tak bisa membantu lebih.
Keadaan dokter Harfa terguncang saat ini dan itu membuat dokter Harfa tak bisa membantu lebih.
"Dokter Harfa."
Dokter Zahra dan Dokter Langit berlari ke arah dokter Harfa yang terlihat kacau.
"Kamu baik-baik saja?"
"Mama, ayah di dalam Ra. Mereka ..,"
Dokter Harfa tak bisa melanjutkan ucapannya karena tak sanggup. Dokter Harfa masih Shok dengan apa yang ia alami.
"Kamu tenang, mereka akan baik-baik saja."
Dokter Zahra memeluk dokter Harfa tak peduli dengan darah yang memenuhi baju dokter Harfa.
"Mama, ayah."
Deg!
Dokter Harfa tercekat menatap Bumi dan Zahira. Bibir dokter Harfa bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.
"Bagaimana keadaan orang tua saya?"
Tanya Bumi berusaha tenang walau dirinya juga terguncang.
"Keadaan mereka kritis ketika di bawa ke sini. Berdoa saja, semoga mereka baik-baik saja."
Dokter Langit angkat bicara karena melihat dokter Harfa masih terguncang.
Bumi mengusap wajahnya kasar, sekilas melihat dokter Harfa yang terdiam dengan keadaan kacau.
Bumi dan Zahira duduk dengan perasaan tak tenang. Bumi dan Zahira saling menguatkan satu sama lain.
Hal itu membuat dokter Harfa sakit. Harusnya Harfa yang berada di posisi itu. Menguatkan Bumi.
Tapi siapa dokter Harfa. Dokter Harfa hanya bisa diam dengan perasaan tak menentu.
"Duduk lah. Kamu harus tenang."
Dokter Harfa menurut, duduk saling berhadapan dengan Bumi. Bumi bisa melihat itu, perhatian dokter Langit. Rasanya dada Bumi semakin sesak.
"Keluarga pasien."
Semua orang langsung berdiri dengan perasaan cemas menatap dokter yang keluar dengan wajah tegang.
"Pasien ingin bertemu dengan saudara Bumi dan dokter Harfa."
Deg!
Hati Zahira mencelos mendengar semua itu. Merasa jika dirinya tersisihkan. Dirinya tak berarti apa-apa.
Bumi dan dokter Harfa saling tatap. Mereka masuk kedalam.
Terlihat, Mama Bumi sulit sekali bernafas. Wajahnya penuh luka akibat goresan kaca yang sudah di bersihkan oleh dokter.
Mata teduh itu penuh air mata melihat Bumi dan Dokter Harfa.
"Mama,"
"Maafkan mama, nak. Maafkan mama."
"Stop ma, jangan banyak bicara."
Dokter Raftha terus memantau layar detak jantung pasien.
Bumi menangis, memegang lengan sang mama.
"Mama akan baik-baik saja. Mama pasti sembuh."
"Tolong jaga Zahira ya."
"Ma."
"Maafkan mama sayang, maaf atas keegoisan mama."
"Jangan banyak bicara Ma. Ma--"
Dokter Harfa tak bisa melanjutkan ucapannya lagi. Melihat Mama Bumi sudah menutup kedua matanya.
Dokter Harfa rasanya tak bisa berpijak melihat orang yang selalu menyayanginya pergi.
Bruk!
Zahira menahan tubuh Bumi begitupun dengan dokter Zahra yang menahan tubuh dokter Harfa.
Ruangan itu menjadi saksi bisu pulangnya mama Bumi.
Dokter Harfa tak bisa berkata, itu terlalu sakit. Begitupun dengan Bumi. Kehilangan orang di cintai sangatlah menyakitkan apalagi harus dengan cara seperti ini.
Bumi tak menyangka jika mama nya akan pergi secepat ini. Bumi belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Itu hal yang paling menyakitkan.
"Ma, ayah! Dimana Ayah saya?"
Bumi baru ngeh, jika di ruangan itu hanya ada mama nya saja. Lantas, dimana keberadaan ayah ya.
"Maaf, ayah anda di nyatakan meninggal dunia saat di perjalanan menuju rumah sakit."
Duarr!
Lengkap sudah penderitaan Bumi kali ini. Dengan sekejap, kedua orang tuanya pergi. Rasanya baru kemaren mereka bercanda, membicarakan seorang cucu yang lucu. Kini harus pergi untuk selama-lamanya.
"Sabar, mas. Mama dan ayah sudah tenang."
"Mereka meninggalkan saya sendiri."
"Ada aku di sini, aku tak akan meninggalkan kamu. Kamu harus kuat, mas."
Bumi memeluk dokter Harfa erat, menumpahkan segala rasa sedihnya. Namun, itu hanya bayang dokter Harfa semata.
Sebenarnya, Dokter Harfa menatap Bumi, rasanya dokter Harfa Ingin menarik Bumi kedalam pelukannya. Menenangkan Bumi dan berbisik jika dirinya ada. Tidak akan meninggalkan Bumi. Namun, posisi itu sudah bukan miliknya lagi. Dokter Harfa bukan siapa-siapa Bumi.
Bumi berdiri di bantu Zahira membiarkan dokter mencabut alat-alat medis yang menempel di tubuh mama Bumi.
Kabar kepergian kedua orang tua Bumi sudah menyebar luas.
Ketika Bumi akan masuk kedalam mobil ambulans yang mengantarkan kedua jenazah kedua orang tuanya, Bumi di hadang polisi.
"Tuan, bisa bicara sebentar?"
Ucap polisi sopan. Bumi terdiam sejenak menatap polisi. Walau dalam keadaan kacau Bumi masih sadar apa yang harus ia lakukan.
"Ya."
Bumi dan seorang polisi menepi, sang polisi terlihat serius berbicara pada Bumi.
"Dokter Harfa melaporkan jika ini kejadian pembunuhan, kami mendapatkan rekaman kejadian dari mobil dokter Harfa sendiri. Karena cctv di tempat kejadian semuanya mati. Seperti nya ini bukan sebuah kecelakaan tapi kesengajaan. Apakah anda punya musuh tuan?"
Bumi tercekat dengan mata memerah menatap rekaman cctv dimana memperlihatkan mobil kedua orang tuanya di hantam truk besar. Bukan hanya sekali melainkan dua kali sampai terpental jauh dan menimpa mobil lain yang tiba-tiba datang di arah yang berlawanan hingga sekilas kejadian itu seolah mobil kedua orang tua Bumi hilang kendali dan menubruk mobil lain.
Tangan Bumi mengepal kuat, menggambarkan betapa emosinya Bumi. Tapi, Bumi berusaha menahannya.
"Rekaman mobil kedua orang tua saya?"
"Itu dia. Kami tidak menemukannya. Seperti nya sudah ada yang mengambil sebelum kami datang. Kami juga belum bertanya pada dokter Harfa lebih jauh karena dokter Harfa juga mengalami Shok berat atas kejadian itu."
"Terimakasih atas laporan nya pak. Saya harus pergi untuk mengkebumikan kedua orang tua saya."
Sang polisi ingin bertanya lagi, tapi urung melihat Bumi yang nampak sedih. Seperti nya mereka harus mendapatkan keterangan dari Bumi setelah situasi kondusif.
"Silahkan tuan, kami turut berduka cita."
"Terimakasih pak."
Bumi langsung pergi masuk kedalam ambulance dimana kedua orang tuanya berada.
Bumi menatap jenazah kedua orang tuanya dengan perasaan campur aduk. Bumi tak menyangka jika kedua orang tuanya secepat ini pergi.
"Ma, ayah. Maafkan Bumi. Bumi telah menyebabkan kalian pergi. Andai Bumi tahu ancaman itu akan seperti ini Bumi memilih mundur. Tapi, semua sudah terlanjur Bumi akan menuntut keadilan."
Sorot mata Bumi memerah dengan tangan mengepal erat. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
Kasus apa yang sedang Bumi tangani? Dan siapa yang Bumi hadapi?
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...