Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15: Panggung Virtual, Hati Terbelah
Malam itu, setelah Aisha pamit pulang dengan janji akan mabar dan live stream bersama, Rangga merasakan percampuran emosi yang campur aduk. Ia bersemangat, gugup, dan sekaligus terintimidasi. Ia menatap setup PC gaming barunya yang megah, yang kini terasa begitu nyata dan menantang. Ia sudah mempersiapkan segalanya, memastikan semua kabel terhubung dengan benar, software terinstal, dan internet stabil. Ini adalah langkah pertamanya di dunia streaming, dunia yang dijanjikan Aisha sebagai jalan menuju kesuksesan yang lebih besar.
Tepat pukul delapan malam, ponsel Rangga bergetar. Pesan dari Aisha: "Sudah siap, Ren? Aku sudah mulai live!"
Rangga menarik napas dalam-dalam. Ia menyalakan konsol Synapse VR, lalu mengaktifkan OBS di PC-nya. Ia memposisikan webcam agar hanya menampilkan sebagian kecil area di belakangnya, berusaha agar lingkungan kosannya tidak terlalu terekspos. Ini adalah pertarungan baru, pertarungan antara persona "Ren" yang ia ciptakan dan "Rangga" yang sebenarnya.
Begitu live stream-nya terhubung, Ren merasakan lonjakan adrenalin yang sama seperti saat ia masuk ke dalam match final. Layar chat di monitor sampingnya langsung dipenuhi pesan-pesan yang berkelebat cepat.
"WELCOME BACK, REN!"
"AKHIRNYA STREAM JUGA!"
"SNIPER LEGEND COMEBACK!"
Aisha sudah berada di lobi virtual, menunggu. "Oke, Ren, masuk ke party-ku! Sudah banyak yang menunggu kita!" suaranya terdengar ceria di headset.
"Siap, Teteh Aisha," jawab Ren, mencoba membuat suaranya terdengar sepercaya diri mungkin. Ia menyadari suaranya sendiri terdengar sedikit berbeda di stream, lebih jernih dan berat.
Mereka masuk ke antrian match. Obrolan di chat semakin ramai. Aisha, dengan pengalaman streaming-nya, mendominasi interaksi dengan penonton.
"Halo semuanya! Malam ini aku ditemani si sniper ajaib kita, Ren!" Aisha berseru, tawanya renyah. "Jangan lupa follow channel-nya Ren ya!"
Ren berusaha merespons, namun ia masih canggung. "Uhm... halo semuanya... terima kasih sudah datang..." Ia merasa kata-katanya hambar dan tidak menarik. Ia lebih nyaman berbicara lewat tembakan senapan sniper-nya.
"Nah, Ren, kasih tahu dong perasaanmu setelah Turnamen kemarin?" Aisha bertanya, mencoba memancingnya.
Rangga terdiam sejenak. Ia tidak terbiasa bicara tentang perasaannya di depan umum. "Uhm... senang... Teteh Aisha. Sangat senang..."
"Cuma senang? Padahal kamu headshot di mana-mana!" Aisha tertawa. "Ayo dong, Ren, semangat dikit! Ini live stream pertamamu, lho!"
Di sinilah perbedaan antara Ren dan Aisha terlihat jelas. Aisha adalah streamer alami: karismatik, interaktif, dan tahu cara menghibur penonton. Ren, di sisi lain, adalah seorang pemain game yang brilian, tetapi canggung dan pendiam di depan kamera. Aisha memimpin jalannya stream, menjelaskan strategi mereka, bercanda dengan penonton, dan sesekali mengarahkan pertanyaan kepada Ren.
Meskipun Aisha lebih dominan, ia selalu memastikan untuk menyoroti setiap kill spektakuler Ren. "Lihat itu! Ren lagi-lagi headshot!" seru Aisha, sambil menunjuk ke layar. "Memang sniper terbaik di ZPS!"
Setiap kali Ren berhasil menjatuhkan musuh, notifikasi "PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED..." muncul di layar stream, dan ia bisa mendengar suara cheer dari penonton yang menonton. Ketenaran ini terasa begitu nyata, namun sekaligus aneh. Ia adalah bintangnya, namun Aisha adalah sutradaranya.
Pertandingan pertama mereka berhasil dimenangkan dengan mudah. Ren melancarkan beberapa kill yang impresif, membuat chat semakin heboh. Mereka lalu masuk ke match kedua.
"Oke, guys, kita akan coba map gurun pasir! Ren jago banget di map ini, lho!" Aisha bersemangat.
Di tengah match ketiga, sebuah insiden menegangkan terjadi. Saat tim mereka terdesak dan Aisha sendiri hampir tumbang, Ren melihat peluang. Ia mengambil posisi di puncak bukit pasir, melihat dua musuh bersembunyi di balik sebuah batu besar. Ia mengabaikan desingan peluru di sekelilingnya, fokusnya hanya pada bidikan.
DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'DESERT_OUTLAW'!"
Lalu, ia melihat musuh lain mencoba melarikan diri. Ren bergerak cepat, menyesuaikan bidikan.
DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'SAND_STALKER'!"
Dua kill cepat yang menyelamatkan tim mereka. Aisha berseru lega. "Untung ada Ren! Gila! Selamat, Ren! Kamu memang yang terbaik!"
Chat meledak dengan emotikon api dan pujian. "REN IS A GOD!" "SNIPER DEWA!"
Di tengah semua pujian itu, Rangga merasakan sedikit kenyamanan. Di sini, di dalam game, ia bisa menjadi Ren sepenuhnya. Kecanggungan fisik menghilang. Ia bisa berkomunikasi melalui aksinya. Aisha, dengan segala dominasinya, adalah partner yang sempurna untuk streaming. Ia mengisi kekosongan Rangga dalam berinteraksi, sementara Rangga menunjukkan kemampuannya yang tak tertandingi dalam gameplay.
Sesi live stream berlanjut hingga larut malam. Ribuan orang menonton, menyumbangkan donation, dan membanjiri chat dengan pujian. Ketika stream akhirnya berakhir, Aisha terdengar lelah namun puas. "Oke, Ren, kita sudah selesai untuk malam ini! Kamu luar biasa! Pertama kali stream langsung dapat penonton segini banyak!"
"Terima kasih banyak, Teteh Aisha," kata Ren, suara lega keluar dari mulutnya.
"Nanti aku kirim rekap stream-nya ya! Kamu bisa lihat performamu. Dan jangan lupa, mulai besok cek email dan DM Instagram-mu. Pasti banyak tawaran endorse yang masuk!" Aisha mengingatkan.
Setelah stream selesai, Rangga melepas headset dan kostum Synapse VR-nya. Ia merasa lelah, namun ada kepuasan yang mendalam. Ia telah melampaui batasan dirinya. Ia telah live stream, dan ia berhasil.
Namun, saat ia menatap pantulan dirinya di layar PC yang gelap, bayangan kecanggungan dan rasa malunya kembali menghantuinya. Ia melihat Rangga yang pucat, dengan mata lelah. Bagaimana jika suatu hari Aisha benar-benar tahu siapa Rangga yang sebenarnya? Bukan Ren yang heroik di game, bukan Ren yang dipuji jutaan followers, tapi Rangga yang hanya seorang pelayan kafe biasa. Apakah Aisha akan kecewa? Apakah ketenaran ini akan lenyap?
Rangga tahu, ia tidak bisa terus menyembunyikan identitas aslinya selamanya. Pertemuan langsung tadi siang, saat ia merasa kecil di samping Aisha, masih terngiang di benaknya. Ia tidak hanya harus berjuang di dunia virtual; ia harus berjuang untuk menyatukan dua sisi dirinya yang berbeda. Perjalanan ini baru saja dimulai. Ketenaran adalah berkah, tapi juga beban yang berat untuk hati yang belum siap.