Update tiap hari ~
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.
Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.
Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.
Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.
Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...
[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]
Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.
Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara lang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Musim Semi (2)
Setelah percakapan yang mengalir lembut antara mereka, tanpa peringatan apa pun, Feng Jian perlahan meraih tangan Qin Aihan dan menggenggamnya dengan erat namun penuh kelembutan. Telapak tangannya hangat, sentuhannya lembut seperti sutra yang membalut hati. Qin Aihan terkejut sejenak mata indahnya melebar, napasnya tertahan namun seketika senyum merekah di wajahnya, seperti bunga yang mekar di bawah cahaya fajar. Bahagia, itu yang ia rasakan.
Mereka pun berjalan keluar dari tempat rahasia itu, masih saling bergandengan tangan. Langkah mereka ringan, seolah dunia telah menyambut kisah baru yang sedang dituliskan oleh mereka berdua.
Feng Jian, dengan suara yang tenang namun penuh antusiasme, mengajak Qin Aihan untuk berjalan-jalan dan bermain di berbagai tempat romantis di dalam Kota Nine Treasures Paviliun. Kota itu begitu luas, pusat perdagangan terbesar di wilayah kekaisaran, mampu menampung lebih dari dua ratus ribu penduduk. Bangunan-bangunan tinggi menjulang, dihiasi ornamen emas dan batu roh, berdiri berdampingan dengan taman-taman yang dipenuhi tanaman spiritual, air mancur yang memancarkan cahaya, serta jembatan lengkung yang melintasi sungai-sungai kecil dengan air sebening kristal.
Mereka mengunjungi tempat satu per satu paviliun musik tempat para musisi memainkan guqin dan seruling spiritual, taman kupu-kupu spiritual dengan kelopak-kelopak bersinar, toko makanan manis khas kultivator, bahkan menaiki kereta roh yang membawa mereka melintasi langit-langit kota.
Dan untuk semua itu, Feng Jian membayar semuanya. Sekalipun Qin Aihan berusaha membujuknya untuk berbagi, Feng Jian menolaknya dengan lembut namun pasti.
“Aku pria yang mengajakmu jalan, dan aku ingin melihatmu tersenyum tanpa khawatir soal apa pun.” katanya sambil menatap mata Qin Aihan.
Qin Aihan hanya bisa tersenyum, senyum yang tak bisa disembunyikan, senyum seorang gadis yang merasa dihargai dan dicintai.
Sepanjang hari itu, mereka berdua seperti pasangan sempurna. Pria yang luar biasa tampan dengan sikap hangat, dan wanita yang cantik anggun dengan sorot mata penuh cinta. Penduduk kota yang melihat mereka tak bisa menahan decak kagum. Banyak yang berbisik pelan, menyangka mereka adalah pasangan bangsawan tinggi yang turun dari istana langit, atau pasangan dewa dan dewi yang ditakdirkan bertemu kembali di dunia fana.
Dan dalam keindahan kota itu, cinta mereka tumbuh bukan sebagai angan atau mimpi, melainkan sebagai kenyataan yang hangat dan nyata.
Waktu pun bergulir perlahan, membawa cahaya langit senja menjadi kelam malam yang lembut. Kota Nine Treasures Paviliun mulai dihiasi lampu-lampu kristal yang bersinar redup, seperti bintang yang diturunkan dari langit untuk menerangi jalan-jalan. Dalam keheningan malam yang tenang, Feng Jian menggandeng tangan Qin Aihan dengan lembut dan mengajaknya makan malam bersama.
Tempat yang mereka datangi terletak di sisi danau kecil, jauh dari keramaian pusat kota. Di sana hanya ada beberapa meja, diterangi lentera gantung yang memancarkan cahaya hangat berwarna oranye. Angin malam bertiup pelan, membawa aroma bunga malam yang segar. Suasana begitu tenang, seolah waktu berhenti hanya untuk mereka berdua.
Setelah memesan makanan dan duduk berhadapan, Feng Jian menatap Qin Aihan dengan serius namun penuh kelembutan. Ia membuka percakapan dengan nada pelan namun dalam.
“Besok... apakah keluargamu akan segera kembali ke Provinsi Wuzong?”
Qin Aihan menunduk sesaat, lalu mengangguk. “Iya... Kami hanya tinggal tiga hari di kota ini. Tujuan utama kami memang hanya untuk menjual Pill yang dibuat keluarga kami.”
Feng Jian terdiam sejenak. Matanya menatap ke permukaan air danau yang memantulkan cahaya lentera. Lalu dengan nada tulus, ia berkata, “Kalau begitu... apakah aku perlu datang bersamamu? Untuk berbicara langsung dengan kedua orang tuamu. Meyakinkan mereka... bahwa aku serius padamu.”
Qin Aihan yang mendengarnya menahan napas. Matanya membesar, lalu bibirnya perlahan membentuk senyum indah. Jantungnya berdetak cepat, dan wajahnya sedikit memerah.
“Feng Jian...” suaranya lembut, seperti bisikan angin. “Tentu saja kamu boleh ikut bersamaku. Aku... aku akan sangat bahagia jika kau melakukannya.”
Feng Jian tersenyum mendengar jawaban itu. Senyum yang tidak hanya membawa kebahagiaan, tapi juga keyakinan. Di malam yang tenang itu, tanpa kata-kata berlebihan, mereka saling mengerti. Bahwa langkah mereka telah menuju ke arah yang sama ke masa depan bersama.
Di bawah cahaya lentera yang lembut dan hangat, percakapan antara Feng Jian dan Qin Aihan terus berlanjut dengan nada akrab dan bersahabat. Setelah menyentuh pembahasan pribadi mereka, topik pun bergeser menuju dunia alkimia dunia yang sangat dikenal oleh Qin Aihan.
Wajah cantik Qin Aihan tampak berbinar saat ia mulai menjelaskan tentang proses penyulingan herbal, perbedaan kualitas bahan, hingga bagaimana suhu memengaruhi stabilitas ramuan. Suaranya begitu hidup, seolah seluruh semangatnya tumpah dalam tiap kata. Feng Jian mendengarkan dengan seksama, dan sesekali menimpali dengan pendapat yang tak kalah tajam membuat Qin Aihan tersentak kaget, namun sekaligus kagum.
“Jadi kamu juga mengerti?” tanya Qin Aihan sambil tersenyum.
Feng Jian membalas dengan tenang, “Sedikit banyak. Aku… mewarisi ingatan dari seseorang yang sangat pandai dalam alkimia.”
Seketika wajah mereka cerah. Tak ada hening, tak ada kecanggungan. Mereka berdiskusi tentang ramuan penyembuh luka ringan, efek dari akar Giok Angin, dan cara terbaik menanam daun Lingshi agar menghasilkan esensi terbaik untuk Pill peringkat rendah. Obrolan mereka terasa alami, seperti dua seniman yang sedang berbagi dunia yang sama. Suasana menjadi hangat dan menyenangkan, penuh tawa kecil dan pandangan penuh rasa kagum satu sama lain.
Tak lama kemudian, makanan dan minuman yang mereka pesan pun datang. Aroma hidangan menggoda, namun bukan itu yang paling mereka nikmati malam itu. Mereka makan dengan perlahan, menikmati tiap detik kebersamaan. Tak satu pun ingin mengakhiri momen itu terlalu cepat.
Dan saat malam mulai larut, ketika suasana terasa tenang dan sempurna, Feng Jian perlahan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari lengan jubahnya. Ia meletakkannya di atas meja, lalu membukanya di hadapan Qin Aihan.
Di dalamnya, berkilau indah sebuah cincin berlapis emas roh dengan batu kristal biru muda yang berkilauan seperti es yang dibekukan oleh cahaya bintang. Harganya sangat tinggi lima Batu Roh Tingkat Tinggi. Namun bagi Feng Jian, harga itu tak berarti apa-apa dibandingkan maknanya.
Qin Aihan menutup mulutnya, terkejut dan perlahan matanya berkaca-kaca. Air mata haru jatuh tanpa bisa ia tahan. Bukan karena nilai cincin itu, bukan pula karena kemewahannya melainkan karena ketulusan Feng Jian. Dalam waktu singkat, pria itu telah membuka seluruh isi hatinya padanya, dengan keberanian yang tak semua pria miliki.
Dengan lembut, Feng Jian memegang tangan Qin Aihan, lalu menyelipkan cincin itu ke jari manis tangan kanannya. Gerakan itu dilakukan penuh kelembutan, seolah ia sedang menyentuh sesuatu yang paling berharga di dunia ini.
Qin Aihan terus menatap cincin di jarinya, seolah tak percaya. Matanya berkaca-kaca lagi, kali ini disertai senyuman manis yang tak pernah hilang dari wajahnya. Ia tahu, cincin itu bukan sekadar perhiasan, melainkan janji. Janji dari seorang pria yang ingin bersamanya dalam suka dan duka.
Dan walaupun cincin itu tidak memiliki efek pada kultivasinya, bagi Qin Aihan, itu adalah harta paling berharga. Bahkan keluarganya pun tak akan dengan mudah mengeluarkan lima Batu Roh Tingkat Tinggi hanya untuk sebuah perhiasan.
Namun baginya, ini bukan sekadar cincin. Ini adalah simbol cinta, cinta dari pria yang dengan tulus dan berani ingin menjadikannya pendamping seumur hidup.
Dan yang terpenting, cincin itu berasal dari tangan Feng Jian… pria yang telah mengisi relung hatinya tanpa permisi.