NovelToon NovelToon
Menantu Sampah

Menantu Sampah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna / Pelakor jahat / Saudara palsu / Tamat
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: siv fa

simak dan cermati baik2 seru sakali ceritanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siv fa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Saat dia mengecek siapa yang meneleponnya, sorot matanya langsung berubah. Di antara kedua matanya terbentuk dua garis vertikal.   "Halo, Om Edwin?"   [Billy! Kau ini dungu atau apa, hah? Bisa-bisanya kau mengusir calon pewaris tahta Lozara Group! Cepat bersujud meminta maaf pada beliau atau kau kupecat!]   Billy terbelalak dan ternganga. Calon pewaris tahta Lozara Group? Itukah yang baru saja dikatakan pamannya itu?   "Om, aku tak mengerti. Siapa yang Om maksud dengan calon pe—"   [Orang yang saat ini kau hadapi, bodoh! Martin Linardy. Tuan Muda Keluarga Linardy. Apa kau sebodoh itu sampai-sampai kau tak memahami apa yang kukatakan? Kau mau membuat Keluarga Rooney bangkrut, hah?!]   Mata Billy yang telah membesar itu semakin membesar. Mulutnya terbuka lebih lebar. Dagunya seperti akan jatuh ke lantai.   [Cepat bersujud minta maaf pada beliau! Dan kabulkan apa pun itu yang beliau minta darimu! Jangan kau tempatkan perusahaanku dalam masalah besar! Paham?!]   Billy tak sanggup mengatakan apa pun. Lidahnya kelu. Dia hanya terus menatap Martin dengan penuh rasa takut.   "Kenapa? Kau akhirnya menyadari kesalahanmu?" tanya Martin, sorot matanya mengancam.   ...   [Billy! Kau dengar apa yang kukatakan atau tidak sih?!]   "D-d-dengar, Om."   [Dasar keponakan tak berguna! Pokoknya cepat kau selesaikan masalah yang sudah kau buat ini! Tak akan kumaafkan kau kalau Keluarga Rooney bangkrut gara-gara ulah konyolmu ini!]   Percakapan paman-keponakan itu berakhir di situ. Billy masih merasa lidahnya kelu. Perlahan dia turunkan tangannya. Rasa-rasanya kini dia bahkan tak memiliki cukup tenaga untuk memasukkan kembali ponselnya itu ke saku celana.   Sementara itu di hadapannya, Martin berdiri dan menatapnya dengan dingin. Amarahnya belum sepenuhnya hilang; masih ada sisa-sisa yang mendesak untuk dia lampiaskan.   Dan melihat Billy hanya terus diam seperti orang dungu, dia jadi kesal.   "Sekarang apa? Kau jadi memanggil satpam untuk menyeretku keluar atau bagaimana?" tanya Martin sarkas.   Bulir-bulir keringat bermunculan di muka Billy. Tak mungkin dia memanggil satpam. Itu sama saja dia cari masalah baru. Bisa-bisa apa yang dikhawatirkan pamannya itu benar-benar terjadi: Keluarga Rooney akan bangkrut.   Tentu dia tak ingin itu terjadi. Lebih tepatnya, dia tak ingin disalahkan jikapun itu kelak terjadi.   Maka akhirnya, tanpa ragu sama sekali, dia tiba-tiba berjongkok dan kemudian bersujud kepada Martin, menekankan dahinya ke lantai.   "Mohon maaf atas kekurangajaran saya, Tuan Muda Linardy! Mohon maaf saya telah menyinggung Anda!" ucapnya, suaranya bergetar.   Sebenarnya masih ada pertanyaan besar di benak Billy soal status Martin. Apakah benar dia anggota Keluarga Linardy yang terkenal itu? Selama ini Martin memang hanya dikenal dengan nama depannya saja; nama keluarganya tak pernah disebut-sebut.   Tapi saat ini, dia tahu sudah bukan saatnya lagi dia mempertanyakan itu. Pamannya tadi berkali-kali membentaknya. Itu hanya dilakukan Edwin ketika lawan bicaranya melakukan kesalahan fatal yang bisa membahayakan perusahaan dan keluarga.   Mendapati Billy bersujud seperti itu di hadapannya, Martin justru merasakan amarahnya bangkit. Jika Billy bisa bersikap sehormat dan serendah hati ini padanya, mengapa dia baru melakukannya sekarang setelah dia terpojok?   "Kau pikir aku akan memaafkanmu begitu saja? Kau pikir apa-apa yang kau katakan padaku tadi itu akan kulupakan hanya karena kau bersujud seperti ini?" kata Martin sinis.   Keringat dingin memenuhi tengkuk Billy. Bukankah dia sudah meminta maaf sambil bersujud? Jika ini dianggap belum cukup, entah semarah apa Tuan Muda Linardy ini padanya.   Di titik ini, Billy tersadar kalau dia melupakan sesuatu.   "Kami akan menerima tawaran kerjasama dari PT Mega Farma yang Anda singgung tadi. Saya pastikan, besok ketika Nona Julia tiba di sini, dia akan mendapatkan sambutan yang hangat dan penuh hormat dari kami di sini. Sekali lagi mohon maaf saya telah bersikap dan berkata kasar kepada Anda. Saya pantas dihukum seberat-beratnya!" ucap Billy.   Kali ini dia mengganti strategi. Dengan menunjukkan kesan kalau dia siap dihukum, dia harap amarah Martin mereda. Dengan begitu justru dia akan dimaafkan dan terlepas dari hukuman apa pun.   Lagi pula dia pun mengabulkan apa yang diminta Martin tadi. Mestinya itu menyelesaikan masalah.   Dan memang, sedikit-banyak, strategi baru Billy itu mampu membuat Martin melunak.   Martin menghela napas. Sebentar kemudian amarah di sorot matanya tampak berkurang, seperti terkikis saat dia menghela napas barusan.   Martin mengingatkan dirinya bahwa tujuan dia jauh-jauh ke situ adalah untuk membantu istrinya. Dan setelah CEO PT Alat Kesehatan Makmur cabang Hagasa mengatakan kalau dia akan menerima tawaran kerjasama yang akan disodorkan Julia besok, tujuannya tercapai.   Dia tak perlu memperpanjang masalah ini. Lagi pula, dia ingin cepat-cepat meluncur ke rumah sakit untuk melihat putrinya.   Namun baru saja Martin akan mengatakan sesuatu untuk mengakhiri konfliknya dengan Billy ini, tiba-tiba pintu ruang tunggu didorong dan masuklah seorang satpam.   Martin menoleh padanya. Satpam itu berjalan dengan langkah-langkah cepat, memberinya tatapan memusuhi.   "Pak Billy, apakah Bapak tidak apa-apa? Apa yang sudah dilakukan orang ini pada Anda, Pak?" kata si satpam sambil memeriksa kondisi Billy.   Tanpa menunggu Billy membalasnya, si satpam itu menoleh ke arah Martin dan berkata, "Berani-beraninya kau menyakiti Bapak Billy! Apakah kau cari mati! Diam di sana kau, kita akan memberimu pelajaran! Kalian semua, hajar dia!"   Si satpam itu juga melambaikan tangan memberi perintah ke semua anak buahnya. Anak buahnya juga langsung maju mau menghajar dengan tongkat mereka.   Melihat adegan ini, Billy panik hingga berkeringat dingin, kemudian berteriak menghentikan si satpam itu, "Hentikan! Dasar bodoh! Siapa yang mengizinkan kalian begitu tidak sopan kepada Tuan Muda Linardy! Pergi kalian, semua!"   Si satpam itu agak kaget akan reaksi Billy dan mau membela dirinya, "Pak, bukannya Anda yang menyuruh kita..."   Plak!   "Jaga ucapanmu! Kau pikir kau siapa, berani-beraninya mengatakan itu di hadapan Tuan Muda Linardy? Kau mau kupecat saat ini juga, hah?!" bentak Billy.   Billy kemudian bersikap rendah diri tersenyum kepada Martin, "Mohon maaf, Tuan Martin. Mereka semua bodoh. Untuk urusan Anda, Tuan Muda Linardy harap tenang saja, aku akan mengurus semuanya. Besok aku akan menyuruh orang untuk memberitahu kepada Nona Julia."   Billy menatap Martin was-was, khawatir kemarahan Martin belum reda. Tapi ketika Martin menatapnya, dia lega. Dia tak lagi melihat kemarahan itu di sepasang mata Martin.   "Pastikan besok kalian menyambut Julia dengan baik," ujar Martin.   "Siap, Tuan. Akan kami laksanakan," balas Billy.   Martin mengangguk. Sebelum pergi, Martin menoleh balik dan mengingatkan, "Oh iya, aku harap Anda bisa merahasikan hal ini dan jangan beritahu siapapun."   Lalu dia pergi meninggalkan mereka dan keluar dari ruangan itu.   Sekitar setengah jam kemudian, Martin tiba di rumah sakit.   Memasuki ruang rawat inapnya Jesina, dia mendapati Julia sedang duduk di kursi di samping ranjang pasien, memijat-mijat pelipisnya sendiri.   "Ada apa?" tanya Martin. "Ada yang mengganggumu?"   Julia melirik Martin sebentar, menjawab, "Aku masih pusing memikirkan cara untuk mendapatkan proyek itu."   Dari cara bicara Julia yang ketus, Martin tahu suasana hati istrinya sedang buruk. Dia ingin sekali menghiburnya, tapi tak tahu apa yang baiknya dia katakan. Salah-salah, dia malah akan membuat suasana hati Julia lebih buruk lagi.   Akhirnya, meski Martin menemani Julia di situ, di antara mereka tak ada percakapan sama sekali. Julia juga menolak ketika Martin menawarka diri untuk memijat-mijat kepalanya.   Martin menghela napas. Di saat-saat seperti ini ingin sekali dia memberitahu Julia segala hal yang dia rahasiakan itu. Tapi itu terlalu riskan untuk saat ini. Dia baru akan memberitahu Julia semua itu ketika situasi dia di Lozara Group sudah jelas dan aman.   ‘Dan itu mestinya tak lama lagi. Bertahanlah, Julia,’ ucap Martin dalam hati.   ...

1
Joice Tumewu
terlalu di ulur2,
Memed Adrianto
cerita nya tllu berbeneli belit pening kepala membaca nya asuuu
siv fa: jgn jadi pembaca yg gk ber etika. dsar kampungan
total 1 replies
DISTYA ANGGRA MELANI
Smngt kak awal menggapai kesuksesan nie.. Smg cepet naik level ya kak
Ceridwen
Asyik banget nih bacanya, authornya keren abis!
siv fa: terimakasih dukungannya teman. tahap projek selanjutnya
total 1 replies
Kuroi tenshi
Siapin tisu buat nangis 😭
siv fa: arigatau for suport nya kawan. tolong dukung terus ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!