Berdasarkan peta kuno yang dicurinya. Ayu mengajak teman-temannya untuk berburu harta karun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti di Taman-taman Surga
Mentari pagi menyinari bumi. Menembus daun-daun lebat pohon-pohon besar yang sudah ribuan tahun hidup di dalam hutan.
Cahaya hangat matahari menyapa wajah-wajah para pemburu harta karun yang masih tertidur dengan pulas.
Dengan lembut sengatan sang surya membangunkan mereka.
Ayu, Emil, Jono, Cindy dan Arya terbangun seperti terlahir kembali.
Mereka masih berada di dalam hutan yang ada di dekat sungai yang tadi malam memuntahkan mereka.
Semalam mereka tidak terlalu jelas melihat keadaan hutan ini karena gelap yang menyelimuti mata dan rasa lelah yang tidak karuan.
Dengan kesadaran yang penuh dan tubuh yang telah kembali bugar. Mereka berlima dimanjakan dengan hutan tempat dimana mereka sekarang.
“Ini seperti di taman-taman surga”, kata mereka.
Tidak hanya penglihatan mereka saja yang dibuat terpesona. Tapi apa-apa yang terdapat di hutan itu juga bisa memuaskan rasa dan memenuhi perut mereka.
Seperti buah-buahan yang menggelantung di pohon-pohon di mana-mana sejauh kaki melangkah.
Seperti ikan-ikan gemuk bergizi yang mudah ditangkap di sungai yang airnya begitu bening.
Ayu dan kawan-kawan tidak kesusahan untuk mencari bahan konsumsi. Mengabaikan bekal bahan makanan yang dibungkus dengan plastik yang sudah melempem karena kemarin basah kuyup.
Di dalam hutan yang seperti di taman-taman surga ini mau melakukan apa saja semuanya pasti bahagia.
Suasana yang sejuk dan rindang. Dengan backsound suara alam yang sangat natural.
Suara udara yang sepoi-sepoi,
Suara air yang semilir,
Dan makhluk-makhluk yang tidak henti-hentinya bersiul,
Jangankan dibuat sebagai tempat bermain bersama para sahabat. Dijadikan sebagai tempat untuk menunggu hari kiamat seorang diri pun akan terasa sangat nikmat dan penuh hikmat.
Setelah kembali memulihkan energi-energi mereka. Setelah kembali memulihkan kematangan berpikir.
Tim pemburu harta karun melanjutkan perjalanan. Ke titik bulatan hitam yang selanjutnya.
Titik bulatan hitam yang ketujuh yang berbunyi,
“TANAH MERAH”,
*
Ayu dan teman-temannya telah berjalan jauh meninggalkan hutan. Tempat yang seperti di taman-taman surga itu sekarang sudah tertinggal di belakang.
Tim pemburu harta karun mencari tanah lapang berwarna merah. Tempat yang digambarkan dan tertulis di dalam peta harta karun raja-raja.
Ke sana lah kelima sekawan itu pergi meneruskan perjalanan. Untuk semakin lebih dekat lagi dengan apa yang harus mereka temukan. Harta-harta karun.
Mereka sudah meninggalkan hutan. Pohon-pohon besar nan subur itu sudah berganti dengan tanaman-tanaman kurus kering yang sudah mati.
Tanah yang mereka pijak tidak lagi gembur dan berumput. Tapi tandus dan gundul.
Tidak terasa sekarang Ayu dan kawan-kawan tengah berada di tanah lapang yang begitu gersang.
Sayangnya bukan tanah ini yang mereka cari. Mereka mencari tanah merah.
Sejauh mata memandang tidak ada apa-apa melainkan hamparan tanah kosong yang luas yang mengelilingi mereka.
Perjalanan ini bertambah lengkap ketika matahari menjadi begitu panas. Tidak ada tempat untuk berlindung dari siksaan sang surya.
Tidak ada tempat untuk berteduh.
Sangat panas. Seakan-akan matahari berjarak satu jengkal di atas kepala mereka.
Fenomena itu lekas berakhir ketika sore hari datang. Bintang panas mulai tergelincir dan perlahan terbenam.
Belum genap satu hari, tapi situasinya benar-benar bisa terbalik secepat ini.
Tadi pagi mereka masih ketawa-ketawa dengan kenikmatan yang mereka dapatkan.
Tapi sekarang semuanya berubah menjadi bencana yang menyakitkan.
Bahkan kehadiran senja yang mereka kira akan membaik tiba-tiba berulah menjadi jahat.
Setelah hilang panas sekarang muncul lah angin yang sama sekali tidak berkawan.
Pergerakan udara yang semakin kencang itu datang dari arah yang berlawanan. Bertiup kasar menerjang para pemburu harta karun yang sudah berjalan jauh dan kewalahan.
“Break”,
“Kita berhenti dulu”,
“Pasang tenda”,
“Kita jeda terlebih dahulu”,
Sekarang cuacanya sama sekali tidak bersahabat,
Bukan lagi seperti di taman-taman surga.
Ini lebih seperti jalan menuju ke neraka.
*
Hanya satu tenda,
Mereka berlima mendirikan hanya satu tenda. Alasannya karena jika mereka bersama-sama dan saling berdekatan, maka angin yang masih bergemuruh di luar itu tidak akan mampu untuk merobohkan berat mereka berlima.
“Airnya hampir habis”,
“Bukannya kita mengambil banyak dari sungai?”,
“Berkurang banyak sewaktu terik panas tadi”,
“Apa kita tidak tersesat?”,
“Kita sudah berjalan selama berjam-jam dan sekarang sudah hampir malam”,
“Jangankan manusia, binatang pun juga tidak ada”,
“Maksudmu kita tersesat di alam lain? Alam gaib semacam itu?”,
Mereka mau minta pendapat Arya. Tapi anak kecil itu sudah jauh terlelap di alam mimpi. Mendengkur dan berliur lagi.
“Apa yang sebaiknya kita lakukan?”,
“Dari tadi tidak ada tanah merah, adanya tanah gersang dan tandus”,
“Kita tidak tahu sekarang kita berada dimana dan medan seperti apa yang akan kita hadapi”,
“Sebaiknya kita sudahi debat kusir ini dan kita tidur”,
“Setelah tenaga kita pulih dan cuaca membaik baru kita lanjutkan perjalanan”,
“Mengingat ini di tanah lapang, sebaiknya kita giliran berjaga”,
Tim pemburu harta karun menyudahi diskusi mereka di tengah angin yang sekarang sudah berubah menjadi badai. Di waktu sore yang sudah berganti menjadi petang.
Ayu, Jono, dan Cindy mengambil posisi ternyaman untuk melepas penat. Menyusul Arya yang sebelumnya sudah terlebih dahulu melakukannya.
Emil mematikan cahaya yang menyala di dalam tenda.
Emil menjadi orang pertama yang akan berjaga.