Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Danu menatap wajahnya di depan cermin, bibirnya membengkak sedemikian rupa membuat dirinya merasa malu untuk keluar dan bertemu orang-orang yang satu ruangan dengannya. Lama terdengar suara langkah kaki di luar, menyuarakan kedatangannya lewat ketukan bernada dari sepatu yang dikenakannya.
Dia adalah Laura, yang baru datang menjenguk adiknya, Danu ke rumah sakit. Danu segera keluar dari kamar mandi, perlahan ia mendekati Laura yang baru saya meletakkan buah diatas lemari kecil disamping kasur Danu.
"Makan buahnya, jangan lupa dibayar saat kamu keluar dari sini. Ini alamat rumahku, kalau kau datang, datang saja!" Ucap Laura ketus sambil meletakkan alamat rumah barunya diatas tangan Danu.
"Kakak mau pergi lagi?"
"Ya iya dong, Danu..... emangnya nemenin kamu disini bisa ngasilin uang? Enggak kan?"
"Kalau Mama? Mama dimana?"
"Mama udah nikah lagi, mana peduli dia sama kamu?"
"Kalau Papa?"
"Papa sibuk ngurusin istri mudanya, udah ahkkk, urus diri masing-masing ajah, aku mau pergi dulu!" Ucap Laura lalu melangkah keluar meninggalkan Danu.
Semakin jauh Laura melangkah, semakin Danu berlarut dalam kesedihan, namun kesedihan itu tak berlangsung lama saat tiba-tiba Nadia berdiri diambang pintu dengan kedua tangan terlipat didada. Danu tiba-tiba merasakan sesak di dadanya, gadis didepan matanya kini terlihat seperti malaikat pencabut nyawa yang datang berkunjung dihari pemakamannya. Guratan senyum di kedua sudut bibir Nadia justru terlihat mengerikan di matanya.
Nadia tak berbicara namun Danu menutup telinganya, tak ingin dirinya terlihat mencolok maka Nadia memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Baru beberapa langka berjalan, sepasang kaki jenjang berhenti tepat dihadapannya, wangi tubuh lelaki itu mencuri perhatian Nadia, gadis itu mengangkat kepalanya.
"Harry, kenapa kau ada disini?" Tanya Nadia, matanya terus tertuju pada penampilan Harry yang tampak berantakan.
"Kau mau pulang sebentar, mau mandi. Apa kau mau ikut?"
"Hah?" Tanya Nadia terkejut.
"Maksudku..... apa kau mau pulang juga?"
"Aku sudah mandi, kalau kau mau mandi, mandi saja sendiri!" Ujar Nadia berpura-pura cuek.
"Ayolah, katamu kita sudah pacaran, panggil aku sayang saja!" Ucap Harry mengacak rambut panjang Nadia.
Nadia mengedipkan matanya beberapa kali, wajahnya memerah begitu Harry mendekatkan wajahnya tempat didepan wajah Nadia, tak ada lagi jarak diantara keduanya. Jantung Nadia berdegup kencang, perasaan yang tak dapat ia deskripsikan dengan kata-kata.
"Kenapa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara jantungku?" Tanya Nadia dalam hati.
"Aaahkkk, ada apa denganmu? Pergilah.... " ucapnya mendorong Harry menjauh darinya.
"Aku tunggu diparkiran!" Ucap Harry pada Nadia yang terus berjalan melewati lorong.
"Iya, aku mau pamit dulu sama Mama!" Sahut Nadia.
Kaki kecilnya membawanya menjauh membelakangi Harry, sementara Harry dengan semangat mengepal kedua tangannya, meneriakkan kata 'hore' sambil berjalan keluar dari rumah sakit.
Sesampainya di rumah kostnya, Harry masuk kedalam kamar mandi, air yang mengucur dari bulatan shower diatas kepalanya membawahi setiap lekuk tubuh kekarnya, bisa sabun yang melimpah itu kemudian menyapu bersih seluruh debu dipermukaan kulit putihnya. Tak lama ia keluar dari kamar mandi satu petak itu dengan handuk putih yang melekat di pinggangnya.
Sambil bersiul ia mengeringkan rambutnya disamping tempat tidurnya, dari luar terdengar suara ponsel Nadia yang sedang menonton ulang acara televisi favoritnya. Dengan cekatan Harry meraih pakaian dari dalam lemari, mengancingkan kemeja salur hitam ia ditubuhnya, dipasangkan dengan celana hitam yang menutupi kaki jenjangnya. Parfum diatas meja menjadi pelengkap dari penampilannya yang gak biasa.
Ceklek
Suara pintu dibuka, Nadia beranjak dari kursinya untuk menemui Harry, namun hal yang ia duga kini Harry berdiri diambang pintu sembari merapikan handuk yang semula ia gunakan, angin yang berhembus membawakan aroma tubuhnya yang harum ke rongga hidung Nadia, serta rambutnya yang setengah kering melambai-lambai menyapa mata gadis itu. Seolah terpana dengan kharisma yang dimiliki Harry, Nadia mematung tak menghiraukan sekitar.
Harry menggantungkan handuknya diatas jemuran, ia menoleh pada Nadia yang masih berdiri di teras sambil memegangi benda pipih yang masih mengeluarkan suara itu. Harry tersenyum mengulurkan tangannya untuk membawa Nadia masuk kedalam rumah, namun mata Nadia justru tertuju pada jakun di leher putih Harry, dari sana pandangannya membawanya pada bibir merah Harry yang seksi.
"Nadia, ayo mas..... "
Cuppppp
Pertahanan diri Harry seolah meleleh, ibarat lilin yang baru saja terbakar, Harry menelan ludahnya sambil memejamkan mata saat Nadia mengecup lembut bibirnya. Keduanya terlarut dalam sensasi asmara yang bergejolak menggetarkan hati.
"Hah!" Seru lelaki yang baru saja keluar dari pintu sebelah, ia menutup matanya saat melihat pemandangan didepannya.
Beberapa penghuni kost itu juga merasakan hal yang sama, rasa kesal dan iri tergambar jelas di kening mereka.
"Woi, Harry. Hargai kaum jomblo!"
"Aaaahkkk!" Teriak Nadia tiba-tiba, ia mendorong Harry menjauh darinya setelah mendengar suara teriakan barusan.
Matanya liar menatap sekitar, dua tiga orang berdiri didepan pintu kamar kost itu dengan tatapan tajam pada dirinya dan Harry.
"Astaga, apa yang kulakukan barusan?" Ucap Nadia dalam hati sambil menutup bibirnya tangan kanannya, sementara tangan lainnya menutupi wajahnya yang memerah karena malu.
"Aisssss!" Kesal Nadia mendorong Harry sekali lagi, gadis itu segera masuk kedalam rumah kost Harry, bergegas mencuci wajahnya dikamar mandi.
Harry menggaruk belakang lehernya beberapa kali, ia mondar-mandir didepan kamar mandi sambil menunggu gadis itu keluar.
"Hufff" Nadia menghela nafas sambil mengelus dadanya beberapa kali.
"Uhhhh, ada apa denganku? Apa yang sudah kulakan padanya? Kenapa? Kenapa?"
Tok tok tok
"Aaaahkkk!"
Nadia terlonjak kaget, tiba-tiba Harry menekan gagang pintu kamar mandi tersebut lalu memunculkan kepalanya kedalam.
"Ohh, apa yang kau lakukan?" Tanya Nadia panik.
"Kita.... kita harus segera pergi..... "
"Ayooooo!"
Harry mengulurkan tangannya pada Nadia meski wajahnya masih memerah, perlahan Nadia memberanikan dirinya untuk menerima uluran tangan Harry. Keadaan menjadi canggung, terutama saat keduanya keluar dari dalam rumah kost kecil itu.
Beberapa pasang mata menatap mereka malu-malu, Nadia meraih ponselnya dari lantai sebab sebelumnya ia menjatuhkannya demi mencuri ciuman pertama lelaki yang menggenggam tangannya kini.
"Cieeeee ciee, piiiiuittttt!"
"Aissssss!" Kesal Nadia menyembunyikan kepalanya dibalik tubuh Harry.
"Eummm, dia harummm" batinnya saat mencium lebih dekat aroma tubuh lelaki itu.
Harry menunjukkan deratan giginya menyapa para tetangganya yang masih lajang itu, dengan sigap ia mengunci pintu kostnya dan menuntun Nadia menuruni anak tangga menuju lantai satu.
Beberapa menit berjalan, Nadia baru menyadari kalau motornya masih berada diparkiran kost Harry, ia menoleh pada motor link itu dan Harry bergantian.
"Kenapa motornya ditinggal?"
"Apa ini?"
"Harry, motornya.... "
"Kita akan naik mobil hari ini, ayo cepat ikuti aku!"
"Mooooo mobillll?"
Langkah kaki mereka kemudian terhenti di jalan keluar kost khusus laki-laki itu, sebuah mobil terparkir disana dijaga oleh salah seorang tukang parkir bangunan diseberang jalan. Harry merogoh uang recehnya dari dalam dompetnya lalu menyerahkannya pada lelaki penjaga parkir itu.
Bak seorang putri yang baru saja bertemu dengan pangerannya, Nadia tak kuasa menahan sudut bibirnya untuk tersenyum terutama saat Harry membukakan pintu mobil itu untuknya.
"Apa ini? Apa ini mimpi? Harry membawa mobil mewah ini untukku?" Batinnya tersipu malu.
"Mobilnya masih baru, aku takut sepatumu menggoresnya!" Ucap Harry.
Raut wajah Nadia tiba-tiba berubah datar, seperti suara gemuruh disiang bolong, ia dapat mendengar pikirannya sedang mengutuk Harry.
"Kukira kau melakukanya karena kau begitu mencintaiku, tidak disangka.... ternyata kau hanya menghawatirkan mobilnya!" Ucap Nadia kesal.
"Maaf, mobilnya masih kredit, itulah sebabnya.... "
"Aku tahu, ayo cepat jalan!"
Mobil putih itu melakukan menguasai jalan, sesekali Harry mencuri-curi pandang, ia begitu menikmati perjalannya bersama gadis yang ia taksir bertahun-tahun lamanya itu.
"Jangan menatapku terusss, fokus saja menyetir!" Tegur Nadia.
"Baiklah, sayang..... "
"Aaaaa!"
"Kau kenapa? Kau yang memanggilku sayang, kau juga yang menjerit. Sadarlah..... kau bisa menabrak seseorang nanti!"