"Aku tak peduli dengan masa lalu. Yang aku tahu adalah masa kini dan masa depan. Masa lalu hanya hadir untuk memberi luka, dan aku tak ingin mengingatnya!!" (Rayyan)
"Aku sadar bukan gadis baik baik bahkan kehadiranku pun hanya sebagai alat. Hidupku tak pernah benar benar berarti sebelum aku bertemu denganmu." (Jennie)
"Aku mencintaimu dengan hati, meski ku akui tak pernah mampu untuk melawan takdir."( Rani)
Kisah perjuangan anak manusia yang hadir dari sebuah kesalahan masa lalu kedua orang tua mereka. Menanggung beban yang tak semestinya mereka pikul.
Mampukah mereka menaklukkan dunia dan mendirikan istana masa depan yang indah dengan kedua tangan dan kakinya sendiri?
Atau kejadian masa kelam orang tua mereka akan kembali terulang dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15.15. Dia..
"Kau tak ingin menjelaskan sesuatu padaku?"
Setelah sekian lama terdiam, Vino pada akhirnya membuka suaranya. Namun sayang, agaknya dia memilih waktu yang tidak tepat. Baru beberapa saat bibirnya terkatup, gerbang villa yang menjulang sudah nampak di depan mata.
Ayah 1 anak tersebut hanya mampu mendesah. Rasa penasarannya seolah telah sampai di ubun ubun tapi dengan terpaksa harus kembali dia tahan.
"Tak ada waktu untuk menjelaskannya, cepat hubungi dokter karena kondisi Jennie kembali drop."
"****, kenapa tak mengatakannya dari tadi?" Vino segera menyambar ponselnya dan meminta dokter yang menangani Jennie semalam untuk segera datang ke villa.
Mobil perlahan masuk ke halaman villa, disana telah berdiri Pak Tyo yang nampak sedang cemas. Wajah sedikit sumringah manakala sosok Rayyan telah keluar dari mobil.
"Bagaimana keadaannya?"
"Tadi sempat kejang kejang, Den. Badannya juga kembali panas. Ibu sudah mengompresnya tadi."
"Apa dia tak meminum obatnya?" Kali ini Vino yang bersuara.
"Sudah, Den."
Ke tiganya segera bergegas masuk ke dalam villa. Langkah panjang Rayyan segera menuju ke kamar tamu yang berada dilantai satu.
"Bagaimana dengan dokternya Vin?"
"Sudah dijalan. Aku sudah meminta salah satu anak buahku untuk segera menjemputnya." Rayyan mengangguk.
Tanpa bersuara lelaki tampan tersebut mendekat ke arah ranjang dimana tubuh Jennie sedang terbaring. Bu Tyo yang melihat kehadiran majikannya segera mundur guna memberi ruang pada Rayyan dan Vino untuk semakin mendekat.
Hawa panas dapat Rayyan rasakan manakala punggung tangannya menyentuh dahi Jennie. Bibir gadis itu nampak sangat pucat, berbeda dengan yang dilihatnya tadi pagi. Jarum infus masih menancap di tangan kiri gadis yang kedua matanya terpejam erat.
Suara bel pintu mengalihkan pandangan mereka. Tak lama seorang lelaki masuk dengan menenteng perlengkapan kerjanya, diikuti oleh Pak Tyo.
Lelaki yang merupakan dokter yang sama yang menangani Jennie semalam segera bertindak cepat.
Vino dan Pak Tyo memilih berlalu dan menunggu di ruang tengah. Sementara Rayyan masih berdiri disana menatap lekat tubuh Jennie yang sedang tak berdaya.
.
.
"Bagaimana keadaannya? apa ada hal yang serius?"
Dokter tersebut menghela nafasnya sebentar sebelum berbicara.
"Lukanya memang tak begitu parah, namun sepertinya dia mengalami benturan. Kakinya yang membengkak juga luka robek di pelipis membuat ketahanan tubuhnya menurun. Wanita ini juga nampak syok dan tertekan. Semalam dirumah sakit dia sedikit tenang karena pengaruh obat bius nya masih bekerja. Itulah sebabnya, aku menyarankan agar dia tetap di rawat dirumah sakit semalam."
"Tapi nyawanya dalam bahaya jika dia tetap berada disana." Lirih Rayyan tanpa melepas pandangannya pada tubuh lemah Jennie. Wanita angkuh, genit dan juga arrogant tersebut nampak begitu tak berdaya.
"Aku akan mengusahakan yang terbaik. Apa tidak sebaiknya kalian melaporkan hal ini pada pihak berwajib agar bisa ditangani segera?"
"Tidak, dok. Kita bahkan belum tahu apa motif yang mendasari penyerangan terhadapnya. Polisi juga tidak akan bisa bergerak sebelum mereka menemukan bukti dan sayangnya kami tak punya bukti apapun." Dokter tersebut mengangguk membenarkan ucapan Rayyan. Keduanya lantas beranjak dari kamar tersebut, membiarkan Jennie kembali beristirahat.
Beruntung sekali, dokter tersebut merupakan kenalan Vino. Dokter tersebut juga mengatakan jika dirinya mempunyai seorang adik yang ikut bergabung dengan biro yang Vino pimpin.
.
.
Rani nampak mengurung dirinya dalam kamar. Setelah makan siang tadi, gadis tomboy yang telah berubah menjadi gadis feminine itu meminta untuk segera diantarkan pulang.
Berulang kali Ardi menanyakan alasan kenapa mood gadis itu berubah, namun Rani memilih bungkam. Gadis itu hanya beralasan jika mendadak sakit kepala dan ingin segera beristirahat. Padahal sebelumnya, keduanya sepakat untuk menjalani sandiwara didepan semua orang. Menjadi pasangan kekasih sebelum mereka mendapatkan alasan yang tepat untuk membatalkan rencana pernikahan mereka nantinya.
"Calon istri?" Berulang kali kata kata itu melintas dalam benaknya.
Kata demi kata yang Rayyan ungkapkan sangat jelas ditangkap indra pendengaran nya. Rani tak mungkin salah mendengar, gadis itu sempat terbelalak kaget bahkan dengan spontan langsung menatap ke arah Rayyan yang seolah enggan menatapnya sejak awal.
Rani tersenyum miris, tangis tertahan membuatnya kembali merasakan sesak didadanya. Dulu, dia sangat kesulitan untuk menghapus cintanya pada Javier. Dan sekarang dia kembali harus melakukan hal yang sama. Sakitnya bahkan masih terasa dan kini luka itu semakin terbuka dan berdarah.
"Harusnya aku sadar, jika memang tak ada yang bisa ku genggam. Aku hanyalah sebuah pion yang sejak awal tak memiliki hak untuk memilih. Kak Jovan, bukankah lebih baik kau mengajakku pergi saja." Isaknya penuh luka.
.
.
"Apa yang ingin kau ketahui?" Rayyan tahu, sahabatnya tersebut menyimpan tanda tanya besar dalam benaknya terlebih dengan apa yang diungkapkannya tadi siang.
Bukan spontanitas tapi memang semua itu sadar dia lakukan. Rayyan harus bertindak tegas demi menjaga harga dirinya sendiri.
"Semuanya, aku rasa banyak hal yang belum ku ketahui tentangmu selama kita tak bertemu. Terkadang, aku bahkan merasa benar-benar tak mengenalimu lagi. Terlalu banyak hal yang berubah dan itu sangat tak terduga."
Keduanya berada di balkon lantai atas villa. Bersantai ditemani es jeruk dan juga bolu jadul hasil karya bu Tyo. Wanita paruh baya itu sungguh tak pernah bisa diam, ada saja yang dia lakukan di dapur hingga Rayyan akui, baru beberapa minggu dirinya berada di villa berat badannya sudah bertambah.
"Tentang Jennie atau Rani?"
"Rani?" Vino menolehkan wajahnya mendengar Rayyan menyebutkan nama wanita yang jelas jelas baru mereka temui tadi siang. Lebih parah lagi, wanita tersebut adalah tunangan Ardi orang yang juga baru mereka kenal. Lalu, kenapa Rayyan menyebutkannya seolah mereka pernah saling mengenal sebelumnya.
"Dia adalah mantan sekertaris Kak Raka. Delapan bulan yang lalu dia berpamitan untuk pulang kampung karena salah satu orang tuanya mendadak sakit. Mulai saat itu, Rani tak pernah kunjung kembali bekerja. Dan dia adalah kekasih ku."
Ha.
Vino menganga, dia sungguh-sungguh terkejut dengan apa yang didengarnya. Jika benar demikian, berarti sepanjang pertemuan tadi sabahat nya tersebut memendam luka yang teramat perih? Vino mendadak merutuki kebodohannya sendiri. Sebagai sahabat, dia bahkan tak tahu apapun tentang sahabatnya tersebut.
"Entah mau disebut apa hubungan kami ini. Karena hingga detik ini pun tak pernah ada kata selesai diantara kami berdua. Enam bulan lalu, aku datang untuk menanyakan kabarnya dan kelanjutan kerjanya dan juga kelanjutan kisah kami. Tapi, orang tua Rani tak mau menerimaku hingga pada akhirnya kami dipertemukan tadi siang dalam keadaan yang berbeda." Rayyan menghela nafas seraya memijit pelipisnya pelan.
"Jadi itu juga yang menjadi alasan mu mengakui Jennie sebagai calon istrimu?" Rayyan mengangguk pelan.
Dia tahu bahwa tindakannya itu sangat ceroboh dan tak bisa dibenarkan. Namun sebagai laki-laki, Rayyan tak ingin harga dirinya terus diinjak-injak. Biar saja masa lalunya yang hancur namun tidak dengan masa depannya.
"Lalu hubunganmu dengan Jennie? aku yakin kalian berdua tidak hanya sekedar kenal dan saling tahu saja, pasti ada cerita lain dibalik itu kan? apalagi aku melihat wajahmu yang tak pernah bersahabat jika bertemu dengannya."
"Dia.."
karena mereka berdua sama-sama menempati posisi istimewa di hati Rayyan
yang penting Daddymu selalu bersikap baik padamu toooh
koneksinya gak main-main seeeh
aaahh aku telat bacanya ya, harusnya pas maljum kemaren 😅😅😅
pasti rayyan bahagia dpet.jackpot yg masih tersegel.
wkwkw bisa langsung hamil itu kan thor, kasian para orang tua pingin punya cucu, bakal jadi rebutan pasti.
ok lah makasih ry udah buat rayyan dan jenie bahagia disini