Love Is Rain

Dua minggu telah berlalu, Cath dan Bie masih seperti orang asing. Bie sering mendengar teman-teman satu sekolahan yang menggosipkan mereka diperpustakaan. Tapi Bie tak pernah peduli. Tempat favoritnya saat istirahat di taman atau perpustakaan.

Setelah puas membaca buku, Bie berdiri ingin kembali ke kelas. Sebentar lagi bel masuk kelas berbunyi.

Bie berlari menaiki tangga menuju kelasnya dengan tergesa mendengar bel berbunyi.

Saat menaiki tangga, Bie berpapasan dengan Keenan. Langkah Bie terhenti karena jalannya terhalang.

"Permisi, aku mau lewat," gumam Bie.

"Apa sekarang kamu sudah bisa merasakan sakitnya diacuhkan," lirih Keen.

"Tuan Keen yang terhormat, bagi diriku yang miskin ini diacuhkan, dicampakkan, disalahkan dan dibuang itu bukan lagi suatu hal yang menyakitkan. Oke, aku akui awalnya tetap terasa sakit. Tapi itu tak akan lama. Aku telah terbiasa mendapatkan perlakuan itu. Keluarga aku aja mencampakkan aku, apa lagi orang yang tak ada hubungan darah denganku. Hatiku ini terbuat dari baja. Tak akan mudah rapuh."

Setelah mengucapkan itu Bie berjalan kembali menaiki tangga. Tak peduli Keenan masih menghalang. Dengan langkah pasti di dorongnya bahu Keenan agar cowok itu minggir. Keenan mencengkeram pergelangan tangan Bie.

"Jangan sok kuat. Aku tau kamu sedih dan rapuh. Sudah aku katakan jika Cath itu bukan sahabat yang baik seperti yang selama ini kamu banggakan. Tapi untuk kekasih, ia memang cewek yang sempurna. Rela melakukan apa saja untuk mempertahankan cintanya."

"Bersyukurlah kamu mendapatkan Cath sebagai kekasih," ucap Bie. Ia menghentakkan tangannya agar cengkeraman Keenan lepas.

Setelah lepas, Bie berlari menuju toilet. Ia menangis dalam salah satu kamar mandi.

Bohong jika mengatakan aku baik-baik saja. Aku terluka terlalu dalam. Aku pikir dengan mengorbankan cinta, persahabatan aku akan tetap berjalan baik. Tapi ternyata aku salah. Belum sembuh luka karena cinta, ditambah luka yang dibuat sahabatku sendiri.

Hampir sepuluh menit Bie menangis. Saat ini pelajaran telah di mulai.

Beverly masuk kelas dengan mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Masuk!" ucap guru.

"Maaf, Bu. Saya terlambat masuk kelas," ucap Bie dengan menunduk.

"Dari mana kamu?"

"Dari klinik, Bu. Tadi tiba-tiba kepala saya sakit," ucap Bie berbohong.

"Kalau masih sakit, lebih baik kamu istirahat aja di klinik."

"Nggak apa, Bu. Udah agak mendingan."

"Kalau begitu, silakan duduk."

"Terima kasih, Bu." Beverly berjalan menuju bangkunya. Mata Dimas tak berkedip Memandangi Bie.

..................

Pulang sekolah Bie kembali berjalan kaki. Dengan langkah riang sambil berdendang, Bie menyusuri jalanan menuju sebuah kafe.

Semenjak Cath memutuskan menjauhi dirinya, Bie mencari pekerjaan. Setiap pulang sekolah ia akan langsung bekerja hingga tengah malam. Tak ada kelelahan yang ia rasakan. Yang dipikirkan Bie hanya adik-adik di panti. Mereka harus tetap makan.

Pulang kerja jam dua belas malam, langsung mengerjakan tugas sekolah. Terkadang tidur jam satu malam, dan jam empat sudah harus bangun menyiapkan sarapan.

Bie yang biasanya hanya di kasir kali ini terpaksa turun langsung melayani pembeli karena kafe yang ramai di malam minggu.

Setiap melihat sepasang kekasih, Bie pasti tersenyum getir, teringat percintaannya yang gagal.

Bie berjalan menuju sepasang kekasih yang duduk memunggungi dirinya dan menunduk sambil melihat ponsel masing-masing.

"Maaf Mas, mbak ... mau pesan apa? Ini daftar menu yang kafe ini sediakan," ucap Bie mengulurkan buku daftar menu.

Saat sepasang kekasih itu mengangkat kepalanya,Bie kaget. Ia tak mengira jika pengunjung adalah Cath dan Keenan.

"Oh ... ini mbak daftar menunya," ucap Bie kembali.

"Terima kasih," ucap Cath. Ia mengambil buku daftar menu dan memberikan pada Keenan.

"Say, kamu mau pesan menu apa?" tanya Cath.

"Terserah kamu aja."

"Sudah lama kamu bekerja di sini." Cath bertanya dengan mata yang tetap memandang ke arah menu.

"Baru satu minggu."

"Menu apa yang menjadi andalan kafe," ucap Cath lagi.

Bie menyebutkan menu-menu andalan kafenya. Setelah mengucapkan menu, Bie menarik nafasnya. Dadanya terasa sesak menahan gejolak hati melihat Cath. Ingin rasanya Bie memeluk gadis itu.

Setelah mencatat pesanan Cath dan Keenan, ia langsung berjalan cepat meninggalkan kedua orang yang pernah menjadi sahabatnya dulu.

Bie meminta teman yang lain untuk mengantar makanan pesanan Cath dan Keenan.

"Hhhmmm, mana karyawan yang bernama Bie, kenapa bukan ia yang melayani?" ucap Keen.

"Bie ... tak ada karyawan yang bernama Bie," ucapnya.

"Beverly ...."

"Ada, sedang membuatkan pesanan yang lain. Apa ada yang bisa kami bantu lagi?"

"Nggak ada, terima kasih," ucap Keenan.

"Kenapa kamu tanyakan, Bie," ucap Cath.

"Kamu nggak tau Bie kerja di kafe ini."

"Bukankah kamu yang minta aku menjauhi Bie dan Dimas. Sejak saat itu aku tak tau apa yang mereka lakukan."

Keenan mengambil gelas minum pesanannya dan menyeruput hingga habis.

Hingga mereka pergi Bie tak menmpakkan diri. Bukankah ini yang Cath mau, dirinya menjauh.

Hingga jam sebelas malam, kafe di tutup. Bie mengganti bajunya. Ia tak berani memakai rok mini pulang kerja.

Bie berjalan menuju halte bus. Duduk sambil membuka buku. Hari senin akan ada ujian.

"Lo terlalu berani untuk ukuran cewek se usia saat ini, " ucap Dimas yang entah dari mana munculnya.

"Dim, Lo dari mana? Lo mengutit gue?"

"Ya, setiap malam. Gue tak akan memaafkan diri gue jika terjadi sesuatu dengan Lo. Setiap Lo pulang kerja di jam segini gue mengikuti Lo dan memastikan Lo selamat hingga panti," ucap Dimas dan duduk di samping Bie.

"Gue udah minta Lo jauhin gue," cicit Bie.

"Dan Lo pikir gue benar-benar akan menjauhi Lo. Gue tau, itu tak keluar dari hati Lo.Sebenarnya Lo saat ini sangat membutuhkan sahabat untuk berbagi. Lo saat itu hanya kecewa pada keadaan. Bie, sahabat sejati adalah ia yang menemanimu saat semua orang menjauhimu. Sahabat itu tak akan menghilang saat masalah datang, tapi menggandeng tanganmu dan menghadapinya bersama-sama. Satu lagi yang perlu Lo tau sahabat sejati akan selalu muncul dan menghibur di saat kita hancur, bukan malah kabur di saat kita lebur." Dimas memandangi wajah Bie.

"Jangan menangis, nanti jelek Lo hilang."

"Dimas ...." ucap Bie dengan air mata tak bisa lagi ia bendung.

"Gue nggak tau mau ngomong apa. Lo benar-benar telah membuat hati gue saat ini bahagia. Lo sahabat terbaik yang pernah gue temui. Tetaplah menjadi sahabat gue," ucap Bie.

"Gue antar pulang, ya."

"Pakai apa? Jalan kaki aja?" ucap Bie sambil tersenyum.

"Gue tadi bawa mobil. Gue parkir tak jauh dari sini. Gue ambil dulu. Atau Lo ikut aja."

Bie mengikuti langkah Dimas menuju mobilnya yang diparkir tak jauh dari tempat mereka duduk.

Bersambung

*************************

Bagaimana menurut kamu, apakah sebenarnya Dimas menyukai dan mencintai Bie atau memang hanya menganggapnya sebagai sahabat saja. Nantikan terus lanjutan novel ini. Terima kasih.