Goresan ISENG!!!
Aku adalah jemari yang gemetar. Berusaha menuliskan cinta yang masih ada, menitip sebaris rindu, setangkup pinta pada langit yang menaungi aku, kamu dan kalian.
Aku coba menulis perjalanan pulang, mencari arah dan menemukan rumah di saat senja.
Di atas kertas kusam, tulisan ini lahir sebagai cara melepaskan hati dari sakit yang menyiksa, sedih yang membelenggu ketika suara tidak dapat menjahit retak-retak lelah.
Berharap kebahagiaan kembali menghampiri seperti saat dunia kita begitu sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 : Misteri Keluarga Hania (2) ~Rahasia Jam 9 Malam~
Langit berwarna jingga cerah kini telah berganti kelabu, saat Sabil membuka mata lalu menggeliat ringan di atas sofa ruang kerjanya. Ia melirik jam di pergelangan tangan, keningnya berkerut.
"Lama juga aku tidur."
Ia beranjak duduk, menopang siku di atas pahanya. Sedikit merenung tentang kehadiran singkat papanya, ia mendesah lelah. Lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Dua benda pipih yang ia letakkan di atas meja terus berkedip, sejak tadi handphonenya memang ia setting mode silent agar tidak terganggu dengan segala hal.
Sabil menggambil handphone pribadi bukan untuk pekerjaan. Puluhan panggilan sudah menumpuk minta dihubungi kembali, terutama dari papa mertuanya yang sudah dua hari ia abaikan.
"Nak, malam ini kamu bisa pulang ke rumah? Ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu."
Isi pesan papa mertuanya. Lelaki paruh baya yang selalu memperlakukannya dengan lembut dan sangat peduli padanya. Sabil tidak menjawab isi pesan tersebut. Ia membuka pesan lain yang juga menunggu dibaca.
Isi pesan orang suruhannya.
"Dok, setelah kami selidiki, perpindahan pasien Hania adalah atas perintah Presdir. Masih kami selidiki rumah sakit mana yang mereka tuju saat itu. Karena rumah sakit khusus atau klinik di wilayah Bandung sangat banyak."
Sabil memijat pangkal hidungnya. Ia sudah memprediksi jika Papa mertuanya pasti akan mencampuri urusan pribadinya.
Lalu, isi pesan dari Danisha, istri kontraknya.
"Mas, aku ingin kita perpanjang kontrak pernikahan kita lagi. Satu tahun saja, karena Jordi berjanji akan bebas dari judi selama satu tahun. Aku belum siap jika papa mengusirku karena memilih Jordi. Aset pribadi yang kumiliki hanya tersisa mobil Fortuner, semua telah habis aku jual untuk menutupi hutang Jordi."
"Nisa, cinta boleh, bodoh jangan. Kamu tidak akan bisa merubahnya selagi dia tidak ada keinginan untuk menjauhi judi. Kamu akan semakin terpuruk jika terus bersamanya. Mengenai kontrak, aku tetap akan menyudahinya. Kita hadapi Papa bersama, kita katakan dengan jujur kalau diantara kita tidak bisa lagi mempertahankan rumah tangga. Aku ingin Jordan memanggilku Paman bukan Papa." Balas Sabil untuk Danisha.
Sabil menatap langit-langit, hembusan napasnya terdengar lirih. Perlahan sudut bibirnya terangkat ke atas.
"Hania... " bisiknya sambil tersenyum.
Hanya nama itu yang belakangan ini membuatnya terasa hidup. Bisa merasa sedih sekaligus cemas jika tidak dapat melihatnya, merasakan bahagia hanya karena gerakan kecil Hania, seperti gugupnya gadis itu, senyumnya atau saat gadis itu menutup mulutnya dengan jari saat ia tertawa, juga merasakan gelisah dan cemburu saat Hania menceritakan sosok yang bernama Prabu Kamandaka.
Ia beranjak ke meja kerjanya, membuka laci lalu mengeluarkan handphone milik Hania. Hal yang belakang ini menjadi hobinya adalah berselancar di galery foto dan tiga platform novel online yang ada di handphone itu.
Keyakinan dan prinsip menjaga privasi orang lain dalam dirinya semakin pudar, dinding keyakinannya begitu mudah rapuh jika menyangkut kehidupan Hania. Ia ingin tahu segala hal tentang gadis itu hingga rahasia terkecilnya.
Sabil membuka salahsatu platform novel online yang belum pernah ia buka dari handphone Hania. Di sana, nama pena Author Badut milik Hania hanya memposting dua novel. Karyanya banyak diminati, like dan komen berjumlah ratusan. Ada komentar kritikan, support, banyak juga komentar negative.
"Kamu menjawab semua komentar ini Hania?" gumamnya.
Sabil membuka draft judul novel yang menumpuk, jumlahnya puluhan dengan bab yang lumayan panjang. Ia tertarik dengan novel berjudul, Aku Dan Titisan Kerajaan Padjajaran. Novel bergenre horor dan dark romance. Rasa penasaran begitu besar ia rasakan. Satu persatu bab yang masih dalam bentuk draft ia baca. Matanya bergerak mengikuti kata demi kata, hingga mata itu terhenti pada satu paragraf lalu mengulangi membaca satu bab penuh sambil meresapi 'pesan tersembunyi' di balik kalimatnya. Jantungnya berdetak lebih kencang.
"Jika aku tidak dapat menemukanmu di dunia ini, haruskan aku meninggalkan dunia ini dan berlari ke arahmu, Prabu?"
"Tentu saja. Banyak cara untuk mengakhiri hidup, Nyai. Aku akan menunggumu di keabadian."
Jam sembilan malam adalah pesta kami, jamuan makan yang dinantikan seluruh keluarga. Pembaringan yang dirindukan itu berderit diiringi alunan suara gamelan yang lembut dan menenangkan, tubuh kita terbakar oleh desahan yang kita ciptakan sendiri seiring ritme desakan yang kau berikan. Kamu liar, kamu kuat, malam itu kamu segalanya bagiku.
Malam pernikahan kita.
"Ini seperti... Bukan fiksi. Kisah nyata yang coba ia abadikan dalam sebuah novel." gumam Sabil.
Pada Bab berikutnya...
Tubuhku memang di sini, tapi jiwaku masuk dalam raga Cutie. Memadu kasih di sangkar cinta, Patootie selalu setia menungguku .
"Cutie dan Patootie, bukankah itu nama burung Lovebird yang Hania miliki?" gumamnya, Sabil lalu menggeser bab lain.
Bab 12 berjudul: Awal Kebahagiaan
Jam sembilan malam waktu yang telah kamu janjikan. Kamu akan membawa keluargaku kembali ke dunia ini. Kamar persembahan telah kusiapkan. Bunga tujuh rupa, dupa, anggur merah, buah dan aneka makanan telah ku sajikan tanpa dikurangi. Katamu, malam ini mereka akan datang menemui ku.
Aku menyiapkan teh melati kesukaan Mama, Kopi hitam luwak untuk papa, Susu almond untuk ka Abian dan jus melon untuk ka Hana, tidak lupa cemilan yang mereka sukai, semua aku tata di atas meja. Aku begitu antusias, aku periksa lagi sambungan CCTV untuk merekam moment berbahagia ini. Setelah dua tahun mereka meninggalkanku tanpa berpamitan, malam ini adalah awal kebahagiaanku kembali.
Aroma melati dan kantil menyeruak memenuhi rumahku. Prabu berbisik, "mereka datang, Nyai. Sambutlah keluargamu."
Aku berdiri di depan pintu ruang makan, udara dingin menyapa kulitku. Mereka baru saja mengecup pipiku secara bergantian.
Kursi-kursi bergeser, kami duduk satu meja. Bercengkrama dengan bahagia seperti dulu. Cangkir teh yang terangkat di udara, cangkir kopi luwak milik Papa yang bergerak ringan, sedotan di gelas jus melon yang bergerak, menandakan mereka telah menikmati sajian dariku.
Tidak bisa ku pungkiri, kebahagiaanku belum sempurna jika aku tidak bisa menatap wujud mereka. Aku hanya merasakan energi mereka hadir, benda-benda yang bergerak membuktikan bahwa mereka menikmati sajian yang aku hidangkan.
"Prabu, aku menginginkan lebih, aku ingin memeluk mereka, melihat wujud mereka."
Prabu tersenyum ramah padaku, "jemput lah kematianmu jika semua itu ingin terwujud. Kamu tidak hanya bisa memelukku tapi bisa bertemu mereka dalam wujud yang kamu inginkan."
Bab 13 berjudul : Dunia Yang Tidak Mereka Lihat
Di hari ke tiga puluh tujuh mereka hadir dalam hidupku. Kebahagiaanku terusik oleh kedatangan Wina ke rumahku bersama tim rescue dari rumah sakit tempatnya bekerja. Dia datang dengan berbagai macam pertanyaan, sepertinya mang Ebot sudah melaporkan segala yang terjadi di rumahku padanya. Karyawanku melaporkan bahwa aku sudah gila, sering bicara sendiri di meja makan setiap jam 9 malam.
Berkali-kali ku perlihatkan rekaman CCTV tentang kehadiran keluargaku, Sholat berjamaah yang kami lakukan bersama setiap malam, tapi mang Ebot dan kedua karyawanku mengatakan mereka tidak melihat apa-apa, itu hanya halusinasi.
Wina membawaku ke pusat rehabilitasi di tempatnya bekerja. Dia mengatakan aku terlalu depresi karena telah dikhianati Danu. Aku hanya menertawakan diagnosanya.
Andai saja dia bisa melihat pamannya yang menyayanginya selalu hadir di setiap malam. Aku yakin dia akan menangis dan ingin memeluk papaku lagi. Andai sekali saja mereka percaya apa yang kulihat itu adalah nyata.
"Haa... " Sabil mendesah. Ia menyudahi membaca draft novel dari akun Author Badut.
Tubuhnya ia sandarkan di sandaran kursi kerjanya. Mencoba menganalisa dari apa yang coba Hania sampaikan lewat tulisan. Ia kembali penasaran dengan aplikasi yang bisa menyambungkan CCTV di rumah Hania.
Tepat jam sembilan malam seperti kebiasaan yang Hania lakukan saat masih menyimpan handphonenya. Sabil membuka saluran CCTV rumah Hania. Kini burung Lovebird itu hanya sendirian, tidak ada satupun burung yang berkicau malam itu.
Di detik ke dua puluh lima, di ruang makan. Kursi-kursi ruang makan mulai bergerak, bergeser seolah ada yang hendak duduk di sana. Empat kursi bergeser. Cangkir teh melayang di udara, gelas kopi dari kaleng bermotif lurik bergerak di atas nampan. Suara alat masak menggantung di udara, terdengar jauh tapi begitu jelas.
Sabil mengucek matanya berulang kali setelah melihat CCTV di ruang tidur milik Hania, sosok pria memakai pakaian kerajaan kuno, berdiri di samping ranjang. Wajahnya terlihat sendu, sesekali pria itu berjalan ke arah jendela, berdiri lama di sana, seolah sedang menanti kekasihnya kembali ke rumah.
"Di rumahmu sendiri kamu juga tidak aman, Hania. Makhluk itu akan terus menyesatkan jalan pikiranmu hingga keinginannya tercapai," gumam Sabil.
merinding aku Thor.....😬
kenapa prabu seperti nya marah ?