Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14 - Apakah ini sebuah penghianatan?
Cedric memperhatikan Lucian dari sebrang jalan. 'Kenapa dia kembali lagi?' batin Cedric, ia menatap Lucian dengan kesal.
Deg!
Mata mereka bertemu. Ada perasaan aneh saat lelaki yang dia kenal sebagai Ayah Kandungnya itu menatapnya. Cedric buru-buru menghilangkan perasaan tak nyaman itu.
Terlihat lelaki itu berjalan menyebrang jalan. "Hei bocah!" panggil Lucian, saat Cedric hendak membalikkan badannya.
Cedric menoleh dengan jengah. "Kenapa kau kesini lagi? Apa kau akhirnya ingin mempermasalahkan hal kemarin?" tanya Cedric curiga.
"Entahlah. Kenapa Aku kesini ya." Lucian berpura-pura tak tahu.
Cedric semakin kesal dibuatnya. "Terus kenapa memanggilku? Jika Paman masih tidak bisa menerima kehilangan ratusan juta gara-gara seorang anak kecil, baiklah. Aku akan mengganti uangmu," jelas Cedric dengan kekeh.
"Mengganti? Kau punya uang sebanyak itu?"
"Eh, wajar saja sih. Jika kau bisa meretas sistem keamanan, kau pasti pernah bekerja untuk perusahaan dan menerima gaji," sambung Lucian, sembari mengangguk-angguk paham.
Sebenarnya tak ada alasan khusus mengapa ia sampai di tempat ini lagi. Jelas ini adalah waktu luangnya yang paling berharga. Namun, entah mengapa bayang-bayang Cedric selalu muncul setiap ia memejamkan matanya.
Ada daya tarik yang mencoba membuatnya untuk tak bisa jauh dari bocah itu. 'Ada apa sebenarnya dengan perasaan aneh ini. Aku tak pernah merasakan perasaan ini selama ini.'
"Paman.... Paman!"
"Ah, ya. Ada apa?" tanya Lucian.
"Kenapa malah bengong? Mana nomor rekeningmu? Aku akan mentransfer uangnya," jelas Cedric, tangannya lagi-lagi menengadah.
"Haha. Kenapa kau ini sangat lucu sekali," puji Lucian, ia mencubit pipi Cedric tanpa sadar. Tangannya bergerak lebih dulu dari pada pikirannya.
"Paman!" bentak Cedric, dengan pipi yang memerah bak tomat. Entah karena cubitan Lucian pada pipi putihnya yang gemul atau justru rasa malu.
"Aku bukan anak kecil! Jangan cubit-cubit!" Cedric menatap Lucian dengan tajam.
"Haha. Maaf, maaf. Paman tidak sengaja," jelas Lucian, ia merasa terhibur melihat tingkah lucu Cedric.
Perasaannya yang kacau, menjadi terasa tenang sejak bertemu anak itu. Saat rasa memikirkan bocah lucu itu, rasa sakit kepala yang terus menyerangnya seketika lenyap.
Lucian mensejajarkan tubuhnya dengan Cedric. Memegang bahu bocah itu, lalu menatapnya cukup lama. Ia benar-benar tak mengerti sebenarnya perasaan apa ini.
'Kenapa rasanya aku sangat senang menatapnya. Kenapa rasanya nyaman. Sebenarnya ada apa?' batin Lucian. Lama ia memandangi Cedric dengan perasaan tak menentu.
"Paman! Ada apa menatapku begitu?" tanya Cedric heran. 'Kenapa dia terlihat sangat sedih... Padahal, padahal dialah yang meninggalkan kami,' batin Cedric. Guratan kesedihan terlihat jelas di wajah Lucian. Lelaki itu berusaha menutupinya dengan senyuman tipis di bibirnya.
"Tidak apa-apa. Hanya saja, bisakah kita makan bersama?" tanya Lucian, tatapan matanya menyiratkan sebuah harapan.
Cedric terdiam. Ia bimbang. Satu sisi ia ingin pergi dengan Lucian. Namun, di satu sisi lainnya, jika ia menolak lelaki ini akan bertambah sedih. Cedric ingin tahu tentang Lucian, bukan dari berita di tv. Namun dari mulut Lucian sendiri. Jika ia menerima ajakan ini, ia yakin Lucian pasti akan bercerita jika ia pancing.
"Tapi, Bunda selalu bilang tidak boleh makan dengan orang asing," sindir Cedric. Ia hanya ingin mempermainkan Lucian sedikit, untuk sedikit menuntaskan rasa kesalnya.
"Dasar kau bocah. Jelas-jelas semua orang mengenalku, mana mungkin aku menculikmu. Tapi, itu hal mudah. Bundamu itu pada dengan mudah memberikan izin jika melihat wajahku. Baiklah, ayo kita pergi ke rumahmu? Didekat sini bukan?" tanya Lucian, sembari menggenggam tangan mungil Cedric.
Cedric menarik Lucian. "Tidak perlu. Aku hanya bercanda. Ayo kita pergi," ajak Cedric.
'Mungkin, hanya Bunda satu-satunya orang yang tidak akan pernah mengizinkanmu bertemu denganku,' batin Cedric. Ia merasa bersalah pada Bundanya. Rasanya seperti ia mengkhianati Bundanya.
"Tapi... Beneran tidak apa-apa?" tanya Lucian, dengan ragu. Cedric bocah itu hanya mengangguk dan menarik Lucian menuju mobilnya.
'Apakah ini adalah sebuah penghianatan?' batin Cedric.
"Maaf, Bunda. Untuk kali ini saja, aku ingin sekali menikmatinya," lirih Cedric.