Pengantin Brutal
Prolog
“Apaaaa?Nggak mungkin, ma! Nggak mungkin aku dijodohin sama si Axel brengsek itu!” bentak Kayla dengan wajah merah padam.
“Kamu itu ribut terus Kayla! Tiap hari mama bolak-balik ke ruang BK. Mama capek, tahu nggak?” teriak Wida, ibunya Kayla.
“Tapi ma, si Axel itu—”
“Udah! Capek bahas dia ma!
Pokoknya kamu nikah sama Axel setelah lulus sekolah! Mama malu sama orang tuanya, mama udah janji!” potong Wida keras.
“Maaaaa! Ini gila!” Kayla menjerit frustasi, masuk ke kamar lalu membanting pintu sekuat tenaga.
~~°°°°°°°°~~
Di sisi lain, Axel baru pulang dari tawuran. Wajahnya babak belur, bibirnya pecah.
“Mau jadi apa kamu, Xel?” ucap ibunya pelan, menahan tangis.
Axel hanya diam, duduk sambil menahan sakit.
“Udah, jadikan saja. Setelah lulus sekolah, kamu nikah sama Kayla. Kita udah janji sama Bu Wida,” ucap Herman, ayah Axel dengan nada tegas.
“Apa?Pah, nggak mungkin!” Axel langsung berdiri kaget.
“Kamu itu brengsek banget, Xel. Kalau nikah, kamu punya tanggung jawab. Paham?!” bentak ayahnya.
“Tapi pah… kenapa harus Kayla sih?” gumam Axel kesal.
“Kenapa? Kayla cantik, kok,” sahut Ami, ibunya Axel mencoba menenangkan.
“Iya sih cantik… tapi… ah, udah capek ngomongin dia!” Axel mendengus, lalu masuk kamar dengan wajah dongkol.
~~°°°°°°°~~
Beberapa menit kemudian, perang dunia pecah di chat.
Kayla: Lo ngomong apa ke bokap lo, hah?! 😡
Axel: Nggak tau. Anjing lo kali yang ngebet sama gue. 🤮
Kayla: Najis! 🤧
Kayla: Besok di sekolah, gue hajar lo, Axel brengsek!!!
Axel: Oke, gue tunggu, Kayla. 🖕🏻
Kayla: NAJIS!!! SIALAAAAAANNNN!!!
Kayla menjerit sambil guling-guling di kasur dengan emosi meledak.
Sementara itu, Axel sibuk mengobati luka-lukanya akibat tawuran… sambil senyum tipis membayangkan betapa ributnya hidup setelah dijodohkan dengan si “Ratu Gelud”.
Chapter 1.
Sore itu suasana sekolah mulai lengang. Beberapa murid masih terlihat sibuk merapikan barang-barang, sementara Kayla bersiap pulang.
“Lo pulang sama siapa, Kay?” tanya Salsa, teman dekat Kayla, sambil menepuk pelan bahunya.
“Sendiri, kenapa?” sahut Kayla dengan nada santai, matanya sibuk merapikan tas.
“Gue ikut ya,” pinta Salsa sambil tersenyum lebar.
Kayla mendongak sebentar, lalu terkekeh kecil. “Boleh, kok Lo ngomong gitu, biasanya juga kita bareng kan?”
Salsa menyisir rambut panjangnya yang agak kusut, lalu menatap Kayla dengan tatapan usil. “Ya kirain aja lo jalan sama siapa gitu…” ucapnya sambil senyum-senyum menggoda.
Kayla memutar bola matanya lalu tertawa geli. “Haha, sama siapa? Gue mah balik sendiri. Semua juga punya motor, Say.”
“Iya juga ya,” balas Salsa santai sambil merapikan rambutnya dengan jari.
Tak lama, dua orang teman lain—Anya dan Laras—datang menghampiri.
“Kay, besok libur. Hangout yuk,” ucap Anya sambil merapikan rambutnya ke belakang telinga.
“Kemana?” tanya Kayla dengan nada malas, masih sibuk dengan tas nya.
“Nonton Say,” sela Laras sambil mengunyah camilan yang dibelinya dari kantin.
“Jam berapa?” Kayla menghela napas, malas tapi tetap mendengar.
“Jam 10 deh. Kita jalan-jalan dulu, hayu Kay,” bujuk Anya dengan mata berbinar.
Kayla menoleh, lalu tersenyum tipis. “Jemput, tapi pake mobil lo, ya.”
“Boleh. Lo ikut, Sa?” tanya Anya ke Salsa.
“Hayu aja,” jawab Salsa santai tanpa mikir.
“Ok cusss,” sahut Anya riang sambil duduk di samping Laras.
________________°°°°°°°°°°°°_______________
Sore nya setelah bubar sekolah saat Kayla hendak mengeluarkan motor kesayangannya dari parkiran.
Namun tiba-tiba, suasana tenang itu buyar. Seorang cowok dengan gaya heboh dan grusukan berusaha mengeluarkan motor sport-nya.Gerakannya terburu-buru hingga tanpa sengaja menyenggol motor Kayla.
“Lo hati-hati dong, anying!” bentak Kayla kesal, wajahnya memerah karena motor kesayangannya tersenggol.
Cowok itu, Axel, menoleh dengan wajah songong. “Siapa suruh nyimpen di situ? Gue kan udah bilang ke semua siswa jangan ada yang parkir deket motor gue.”
Kayla melotot. “Ekh,emang lo siapa, bangsat? Anak presiden, lo ngatur murid di sini?” bentaknya makin keras.
Axel mendengus sambil menepuk dada dengan sombong. “Bukan, Gue anak Pak Herman. Bokap gue punya pabrik plastik dekat rumah. Dan lo tau itu, karena kita tetanggaan, tai!”
Kayla tertawa sinis. “Belagu, anjing. Anak si Herman juga,” gerutunya penuh amarah.
Axel berhenti melangkah, lalu menoleh dengan mata membara. “Lo ngomong apa?” suaranya meninggi.
“Lo belagu anying!” teriak Kayla, nadanya menantang.
Axel melangkah makin dekat, wajahnya menegang. “Nggak, gue denger nama bokap gue disebut. Coba sekali lagi!”
“Lo belagu! Cuma anak si Herman! Kenapa hah ? Lo ngga suka hah? Mau apain gue?” balas Kayla, berdiri tegak tanpa rasa takut.
Axel balas dengan nada kasar. “Lo juga songong! Bapak lo si Dimas juga gue tau!”
Kayla menyeringai. “Trus, mau apa? Udah, lo pulang sana. Bawa motor butut lo!” ucapnya, lalu menendang motor Axel hingga oleng.
Axel meledak marah. “Sentuh motor gue, lo mati!”
Kayla bukannya mundur, malah maju dan menendang motor itu sekali lagi hingga benar-benar terjungkal.
“Anjing lo ya!” teriak Axel, lalu langsung menjambak rambut Kayla dengan kasar.
“Aaaakkh, sakit, anjing!” jerit Kayla, tapi cepat-cepat ia menyikut Axel keras hingga cowok itu meringis kesakitan.
“Aawww, sialan lo!” teriak Axel, memegangi perutnya.
Kayla malah tersenyum menyebalkan, seolah puas. Dengan langkah santai, ia meninggalkan Axel yang masih sibuk membangunkan motornya yang tergeletak.
“Cewek sialan!” geram Axel, rahangnya mengeras, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa lagi sore itu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Malam itu warung sederhana di pinggir jalan dipenuhi tawa dan obrolan anak-anak muda.
Asap rokok menari di udara, sementara gitar tua di tangan Revan mengalun santai mengiringi percakapan.
“Kay, besok kemana?” tanya Revan sambil terus memetik gitarnya tanpa melihat ke arah Kayla. Nada suaranya santai, tapi rasa ingin tahunya jelas terdengar.
“Main,” jawab Kayla singkat sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara. Matanya menatap kosong ke arah jalanan gelap.
“Kemana?” Romi menimpali, santai sambil menyesap kopi hitamnya.
Kayla menoleh dengan malas, lalu bersender pada bahu Romi. “Kepo kalian. Mau apa, sih?” tanyanya setengah kesal, tapi sebenarnya hanya menggoda.
“Mau tau aja, Kay. Sewot amat,” ucap Revan sambil tersenyum nakal, jarinya tak berhenti menggesek senar gitar.
Kayla mendengus kecil lalu mengedikkan bahu. “Nongkrong lah,” ujarnya, kali ini matanya menatap bintang-bintang di langit yang cerah.
Tiba-tiba, Axel masuk ke warung untuk membeli rokok. Kehadirannya langsung mencuri perhatian.
Revan yang melihat kesempatan itu langsung bersuara. “Gabung, Xel!” ajaknya dengan senyum lebar.
Kayla menatap Axel sekilas, lalu bergumam sinis sambil ngemil keripik. “Mana level dia gabung sama kita.”
Axel hanya melirik sekilas, lalu menegaskan dengan nada ketus.
“Ngga. Gue mau trek-trekan,” ucapnya, kemudian berbalik pergi.
“Sombong dia,” kata Romi sambil terkekeh, menatap punggung Axel yang menjauh.
Kayla tertawa keras, mengibaskan tangannya di udara. “Anak yang punya pabrik, anying. Jangan dilawan,” ucapnya, disambut tawa gengnya.
Kayla lalu menoleh ke Romi. “Mi, lo kuliah ngga nanti?” tanyanya santai, sambil menyalakan rokok baru.
Romi menghela napas. “Ngga tau,mumet gue. Ngelamar aja gitu ke pabrik bokap nya si Axel,” jawabnya dengan tawa geli.
Kayla langsung bergidik, wajahnya penuh ekspresi jijik. “Anjir! Dari sekian banyak pabrik di sini, lo milih pabrik si Axel? Najis!”
Romi dan Revan tertawa terbahak-bahak. Revan menepuk lututnya sambil berkata, “Haha, emang kenapa, Kay?”
Kayla melipat tangan di dada, wajahnya penuh amarah terpendam. “Kesel gue sama dia belagu banget.”
“Emang,dari dulu kan gitu” jawab Revan singkat,lalu kembali bernyanyi dengan gitar tuanya, seolah tak ada yang serius.
Kayla berdiri, meregangkan tubuhnya.“Dah, akh.Gue balik.Ngantuk.”
“Bye, Kayla!” sahut Romi dan Revan bersamaan, masih dengan nada bercanda.
Kayla hanya melambaikan tangan tanpa menoleh lagi.
Di sisi lain kota, Axel sudah bersiap di jalanan gelap untuk balapan liar.Deru motor terdengar meraung-raung, memenuhi udara malam. Beberapa anak muda berteriak memberi semangat.
“Lo pasti menang, Xel!” teriak David, temannya, dengan semangat berapi-api.
“Pasti,” jawab Axel penuh percaya diri, senyumnya lebar.
Ia menarik gas motornya keras-keras. Dalam hitungan detik, motor sport itu melaju kencang, meninggalkan lawannya jauh di belakang.Axel mengangkat kedua tangannya sebentar saat garis akhir dilalui.
“Kereeen! Si Axel menang terus!” seru Niko, temannya yang lain, sambil tertawa kecil.
“Iya dong!” Axel tersenyum puas, wajahnya penuh kebanggaan.
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Sirene polisi meraung, mendekat dari arah lain.
“RAZIA! LARI!” teriak seseorang.
Semua peserta balap liar panik, gas motor langsung diputar habis.
Jalanan sepi mendadak riuh dengan suara knalpot. Axel ikut mencoba kabur, tapi motornya tiba-tiba sulit distarter.
“Sialan!” umpatnya, berkali-kali memutar kunci.
Tak ada waktu lagi. Polisi terlanjur datang, dan Axel pun tertangkap di tempat.
Beberapa jam kemudian, orang tua Axel dipanggil ke kantor polisi.Wajah Pak Herman terlihat penuh malu, sementara Bu Ami hanya menghela napas panjang.
“Duh, ngerepotin mulu,” ucap Pak Herman, menepuk dahinya sambil tersenyum kikuk ke arah Dimas, ayah Kayla, yang kebetulan polisi yang menangkap Axel.
“Gak apa-apa, Pak Herman. Masih muda, biasa lah,” ucap Dimas ramah, mencoba mencairkan suasana.
“Ya sudah, saya pamit ya,” kata Herman dengan wajah lelah.
“Om, saya pamit,” ucap Axel pelan sambil menyalami tangan Dimas dengan sopan.
“Udah, Axel. Jangan balapan liar lagi,” pesan Dimas sambil mengusap rambut Axel.
“Iya om, nanti ngga lagi,” jawab Axel, mencoba tersenyum.
Dimas terkekeh kecil. “Lah, ngomong gitu dari sebulan yang lalu.”
Axel mengangguk buru-buru. “Iya, nanti nggak om. Kalau udah lulus, janji.”
“Ya sudah, hati-hati,” ucap Dimas, tetap tersenyum ramah.
Namun setibanya di rumah, wajah ramah ayahnya hilang. Pak Herman langsung memarahi Axel habis-habisan.
“Motor disita!”bentaknya dengan nada tegas.
“Pah, jangan pah! Please!”pinta Axel sambil menunduk memohon.
Bu Ami hanya menggeleng, lalu menghela napas panjang.“Masuk kamar dulu, biar papa kamu tenang,” ucapnya lirih, sambil menggerutu kecil.
Axel hanya bisa menunduk. Dengan wajah muram, ia masuk ke kamar malam itu, pintu ditutup dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
CumaHalu
kalau bukan mama lantas siapa lagi yang harus ke guru BK. aku kan anak mama. bukan anak tetangga😑
2025-10-14
1
@dadan_kusuma89
Mau jadi guru BK, Bu!😁 Itu Axel lagi riset langsung survei ke lapangan biar nanti tau rasanya bukan dari berita saja, tapi langsung mengalami sendiri
2025-10-14
0
☘️🍀Author Sylvia🍀☘️
lah buk, seharusnya lulus sekolah itu kasih kesempatan sama anaknya ibuk untuk kerja dulu baru setelah itu menikah, lah ini?!/Drowsy/
2025-10-11
0