Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KKN
"Di mana?" tanya Nyimas menelepon Aluna.
"Di kos, Nyai. Ada apa? Mau kasih oleh-oleh dari Bali?" Nyimas di seberang sana sudah tertawa ngakak. Signal oleh-oleh sangat kuat, sampai Aluna bisa menebak dengan benar.
"Oke gue meluncur, gue kasih oleh-oleh dari Bali."
"Uaseeek, ditunggu!" ucap Aluna girang. Meski punya uang, tetap saja jiwa gratisan mahasiswa meronta-ronta. Nyimas datang dengan mengendarai mobil, mengajak Aluna keluar sebentar. Katanya dia belum makan malam, orang tuanya masih di luar kota, gak enak makan sendiri di rumah. Gas lah!
Mereka di cafe dekat kos Aluna, oleh-oleh dari Bali sudah dipegang Aluna. Gadis itu sumringah, mendapat pie susu khas Bali kesukaannya, plus daster Bali yang terkenal adem semiriwing. "Makasih."
"Ye lah! Lun, kamu masih mogok sama Abi?" Aluna mengangguk.
"Malah bakal terus kayaknya, Emaknya nyebelin. Tadi waktu berteduh di minimarket ketemu kan, mengejek miskin lagi, dan Mas Ojol kena imbas dihina pula, pasangan miskin. Emang tuh orang minta ditabok malaikat kayaknya." Nyimas sudah tak kuasa menahan tawa, suka aja melihat temannya ini main ceplas-ceplos kalau sudah kesal. Gak ada tuh kesan feminim kalau sudah marah, aura senggol bacok kentara sekali.
"Palingan Mas Ojolnya kedap-kedip doang, lah ngapain gue dibawa-bawa," cetus Nyimas cosplay pikiran Mas Ojol.
"Mana Mas Ojolnya cakep lagi, tengsin gue Nyai!" Nyimas melongo.
"Bentar-bentar, apa lo bilang. Mas Ojolnya cakep?" tanya Nyimas memastikan ucapan Aluna. Sejak kenal, jarang banget cowok disebut cakep oleh Aluna, hal langka banget. Nyimas langsung cek panas di jidat Aluna, meyakinkan kalau Aluna masih waras.
"Apaan sih!"
"Gue kira kuping gue yang eror, ternyata benar. Lo puji Mas Ojol cakep. Secakep apa? Abi?"
"Lewat."
"Ih yang benar?"
"Abi mana ada cakepnya sih, Nyai."
"Ya lo aja burem. Abi mah cakep, Lun. Cuma ketutup sama otak konsletnya aja."
"Tuh tahu."
"Terus-terus. Mas Ojolnya gimana?" justru Nyimas yang penasaran, bagaimana cowok cakep versi Aluna sebenarnya.
"Ya diam saja saat dihina, palingan gak kerasa kalau mama Abi menghinanya."
"Ck, bukan itu. Maksud gue, cakepnya bagaimana? Lo foto gak? Lo minta nomor ponsel gak?" Aluna memutar bola matanya malas.
"Hampir saja gue melakukan apa yang lo sebutkan itu. Untung otak gue waras. Hati gue teguh biar tidak terlihat mupengnya. Jadi ya enggak ada yang gue lakukan selain ngobrol biasa sama dia."
"Rugi banget."
"Ya gue jaga image lah, Nyai. Apalagi kalau aku sudah centil, ternyata dia sudah punya orang. Duh malu banget, nanti yang ada julukan gue tambah lagi. Sudah miskin, pelakor pula. Astaghfirullah," ucap Aluna sembari menggelengkan kepala. Nyimas semakin tertawa ngakak pada tingkah Aluna. Dia benar-benar perempuan cantik wajah dan tingkahnya, sampai jaga image segala. Coba kalau Nyimas di posisi itu, bakal di godain saja. Kesempatan bertemu dengan wajah tampan jangan disia-sia in, kasih gombalan receh kek.
"Misalnya nih Mas apa bedanya Mas sama Prambanan? Kalau Prambanan candi, kalau Masnya candu, gitu kan bisa. Kita tidak pernah tahu jodoh bertemu di mana?" ucap Nyimas menasehati layaknya pujangga. Aluna pura-pura muntah. Ya siapa juga berpikir sejauh itu, kesan pertama doang cakep. Bagi Aluna sudah, tidak ada niatan untuk berhubungan lebih.
Waktu dan pikiran Aluna tidak disetting untuk meluangkan pada hal yang tak penting, urusan naksir cowok misalnya. Dia belum ada greget saja, apa mungkin standarnya yang ketinggian ingin seperti papanya. Atau karena ia belum berminat saja, karena masih fokus pada kuliah dan bisnisnya. Entahlah, Aluna tak mau terburu-buru masuk ke dalam genre percintaan. Ia saja melihat pengalaman pahit saat teman putus cinta saat SMA maupun kuliah saja sudah berat, dan memang tak mencoba. Apalagi sampai ada yang gak mau makan. Ya dalam otak Aluna, aduh ngapain sih putus sampai segitunya. Kalau udah gak suka ya gak usah dipaksa, pakai nyiksa diri lagi. Kan rugi banget, nasi pecel masih enak loh buat dimakan daripada menomor satukan cinta. Ya kan?
Apalagi kegiatan perkuliahan setelah UAS semakin banyak, mana ada waktu buat kasih perhatian pada pacar, ribet sendiri harus bagi waktu untuk pacar. Aish, Aluna geli membayangkan saja. Mending capek kuliah ketimbang capek mengejar cinta.
Seperti halnya pagi ini, mahasiswa semester 6 yang sudah mendaftar KKN saat liburan, pagi ini berkumpul di gedung Fakultas, untuk melakukan pembekalan KKN. Aluna dan Nyimas duduk berdampingan, meski mulut menyatakan ogah pada Abi, nyatanya pikiranan Aluna tertuju pada keberadaan cowok itu. "Abi gak datang kayaknya," ujar Nyimas yang melakukan hal yang sama, mencari batang hidung Abi.
"Belum daftar?" tanya Aluna, dan Nyimas mengedikkan bahu. Perasaan saat Aluna dan Nyimas daftar KKN, Abi juga ikut kok. Tapi ya sudah, telat bagi Abi itu hal biasa. Masa depan terjamin, ngapain repot dengan kegiatan kampus.
Aluna mendapat tempat KKN tak jauh dari kampus. Mungkin bisa ditempuh 1 hingga 1,5 jam dari kampus. Tempatnya pun tidak terlalu terbelakang, hanya saja di daerah itu angka pengangguran banyak. Sehingga saat Aluna berkumpul dengan teman kelompok KKN program yang akan mereka jalani berkaitan dengan enterpreunership. Terlebih dalam kelompok KKN Aluna ada anak tata boga, tata busana, IT, dan Aluna juga punya bisnis aksesoris yang bisa ditularkan pada warga sekitar.
Afkar, mahasiswa jurusan ilmu komputer menjadi ketua kelompok KKN. Jihan, mahasiswi jurusan Fisika sebagai sekertaris, dan Aluna sebagai bendahara. Satu kelompok KKN ini ada 30 mahasiswa-mahasiswi dan Jihan sudah membuat grup diskusi WA beranggotakan 30 tim KKN. Semua berkoordinasi tentang kebutuhan KKN dalam grup itu, karena kalau bertemu susah mendapat waktu yang pas, dan pasti tidak lengkap yang datang.
Seperti halnya saat cek lokasi. Mereka sudah berkumpul di depan gedung rektorat. Ternyata yang bisa datang hanya 8 orang. Sudah memakai jas almamater, kedelapan orang ini meluncur ke lokasi KKN. Tak lupa berfoto ria dulu sebelum berangkat. Aluna mengendarai motor sendiri, ia mau mengukur jarak tempuh kos dengan lokasi KKN. Siapa tahu kalau masih terjangkau lokasinya, gak usah kos di sana. Dia tetap memikirkan bisnisnya juga, jangan sampai berhenti di jalan. Durasi KKN juga lama, hampir 40 hari.
Perjalanan kurang lebih 1,5 jam. Jalannya lumayan oke sih, jalan desa dengan aspal tipis begitu. Suasananya sangat asyik buat healing, karena kanan kiri masih sawah dan kebun. Rombongan menuju ke rumah Pak RT sembari membawa bingkisan dan juga proposal serta surat pengantar dari kampus.
"Mad, ampun deh lu!" tegur Jihan, saat Madava anak Teknik Elektro begitu doyan mencelupkan roti biskuit ke teh yang disuguhkan di rumah Pak RT.
"Ayo, Mas. Silahkan dinikmati, seadanya ya, jangan sungkan!" ucap Bu RT begitu ramah mempersilahkan rombongan KKN, makin santuy saja Madava.
Aluna dan Jihan yang duduk bersebelehan cekikikan saat Madava kelamaan mencelupkan biskuit tersebut, sehingga saat diangkat prul masuk ke teh semua.
Hari pertama bertugas, konyol sudah.
dipertemukan disaat yg tepat...
balas, "calon suami kamu"...😂
kebanyakan yg diliat orang itu, pas enaknya aja...
mereka ngga tau aja pas lagi nyari2 Customer itu kaya apa.
kadang nawarin saudara atau teman, tapi mintanya harga "saudara" 🤭🤦🏻♀️
bener2 labil 🤦🏻♀️😂🤣🤣...