NovelToon NovelToon
HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

HAMIL ANAK CEO : OBSESI IBU TIRI

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Ibu Tiri / Pelakor jahat / Nikahmuda / Selingkuh
Popularitas:876
Nilai: 5
Nama Author: EkaYan

Dikhianati sahabat itu adalah hal yang paling menyakitkan. Arunika mengalaminya,ia terbangun di kamar hotel dan mendapati dirinya sudah tidak suci lagi. Dalam keadaan tidak sadar kesuciannya direnggut paksa oleh seorang pria yang arunika sendiri tak tahu siapa..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EkaYan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Blue Moon

FLASHBACK

Dinding kafe itu menjadi saksi bisu tawa dan cerita dua gadis muda. Arunika, dengan senyum cerahnya yang menular, dan Risa, yang lebih pendiam namun selalu ada, duduk berhadapan di meja sudut favorit mereka. Aroma kopi yang pahit manis bercampur dengan obrolan ringan tentang kuliah, impian masa depan, dan tentu saja... laki-laki.

"Nika, lihat deh cowok yang baru masuk itu. Kayaknya anak arsitektur juga," bisik Risa suatu sore, matanya diam-diam mengamati seorang pria yang sedang memesan kopi di konter.

Arunika mengikuti arah pandang Risa. Seorang pria tinggi dengan rambut ikal gelap dan senyum menawan. "Oh, iya. Lumayan ganteng," jawab Arunika sambil lalu, perhatiannya lebih terfokus pada buku catatan di depannya.

Risa menghela napas pelan. "Lumayan ganteng kamu bilang? Dia itu... perfect buatku." Ada nada memuji dalam suaranya.

Sebagai sahabat yang baik, Arunika selalu mendengarkan setiap curahan hati Risa. Ia tahu betul betapa Risa mengagumi sosok Arsen, senior mereka di kampus. Risa sering bercerita tentang pertemuan tak sengaja di perpustakaan, tentang bagaimana Arsen membantunya mengerjakan tugas, bahkan tentang tatapan mata Arsen yang menurutnya penuh arti.

"Kamu deketin aja, Ris. Kamu kan pintar ngobrol," dukung Arunika kala itu, tanpa sedikit pun menyadari bahwa takdir sedang memainkan peran yang rumit.

Waktu berlalu, dan Arsen mulai terlihat lebih sering berinteraksi dengan kelompok pertemanan mereka.

Arunika, dengan sifatnya yang mudah bergaul, juga tak luput dari perhatian Arsen. Mereka sering terlibat dalam diskusi kelompok, berbagi catatan kuliah, dan sesekali bercanda bersama.

Suatu malam, setelah menyelesaikan tugas kelompok di rumah salah satu teman mereka, Arsen menawarkan untuk mengantar Arunika pulang. Di sepanjang perjalanan, mereka terlibat dalam percakapan yang lebih pribadi. Arsen bercerita tentang cita-citanya, tentang keluarganya, dan tentang kekagumannya pada semangat Arunika dalam belajar.

Arunika merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam interaksi mereka malam itu. Tatapan Arsen terasa lebih intens, dan senyumnya terasa lebih hangat. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya.

Beberapa minggu kemudian, setelah sebuah acara kampus yang meriah, Arsen mengajak Arunika berkencan.

Risa tidak tahu tentang ini. Arunika, yang saat itu sedang merasakan ketertarikan yang sama pada Arsen, menerima ajakan itu dengan perasaan berbunga-bunga.

Kencan pertama mereka berjalan lancar. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan menemukan banyak kesamaan. Sejak malam itu, hubungan mereka berkembang semakin dekat. Arsen adalah sosok yang perhatian, cerdas, dan humoris. Arunika merasa nyaman dan bahagia bersamanya.

Namun, kebahagiaan Arunika tumbuh di atas ketidaktahuan Risa. Arunika tahu betapa besar perasaan Risa pada Arsen. Ia dilanda dilema antara perasaannya sendiri dan persahabatannya dengan Risa. Ia berencana untuk berbicara dengan Risa, menceritakan semuanya dengan jujur, namun ia selalu menunda-nunda, takut menyakiti hati sahabatnya.

Hingga suatu hari, Risa melihat mereka berdua bergandengan tangan di kantin kampus. Ekspresi wajah Risa saat itu tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ada keterkejutan, kekecewaan, dan luka yang mendalam terpancar jelas dari matanya.

Setelah kejadian itu, Risa menjauhi Arunika. Ia tidak lagi menyapanya, tidak lagi membalas pesannya. Arunika merasa bersalah dan sedih. Ia mencoba menjelaskan, namun Risa selalu menghindar.

Nika tahu, ia telah menyakiti sahabatnya. Namun, ia juga tidak bisa memungkiri perasaannya pada Arsen. Ia berharap waktu akan menyembuhkan luka di hati Risa, dan mereka bisa kembali menjadi sahabat seperti dulu.

Sampai suatu hari tiba-tiba Risa mengirim sebuah pesan kepada Nika , meminta Nika untuk menemaninya ke sebuah pesta perpisahan salah satu temannya, saat itu Nika sangat senang karena setelah beberapa hari Risa menghindari Nika, akhirnya dia menghubunginya. Sayangnya, Arunika tidak pernah menyangka bahwa Risa sudah merencanakan sesuatu yang akan membuat Nika kehilangan harga diri. Luka yang di buat oleh Nika,  berubah menjadi dendam yang begitu mengerikan , Malam yang kini terasa begitu kelam dan penuh penyesalan.

Napas Arunika tercekat saat membuka mata. Kepalanya terasa berat dan berdenyut nyeri. Cahaya remang-remang dari lampu tidur di nakas menyilaukan matanya yang terasa kering dan perih. Ia berusaha bangun, namun tubuhnya terasa lemas dan sakit di sekujur persendian.

Lingkungan di sekitarnya terasa asing. Bukan kamar kostnya yang sempit dan penuh dengan poster band kesukaannya. Ini adalah kamar hotel yang mewah namun terasa dingin dan tidak familiar.

Dindingnya berwarna krem dengan lukisan abstrak yang tidak ia mengerti maknanya. Aroma parfum maskulin yang kuat menusuk hidungnya, membuatnya semakin mual.

Panik mulai menyeruak dalam dirinya. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, namun ingatannya terasa kabur dan terpotong-potong. Potongan-potongan adegan berpesta dengan Risa dan teman-teman lain di sebuah bar berputar di benaknya, tapi setelah itu semuanya gelap.

Kemudian, kilasan-kilasan mengerikan mulai muncul. Sentuhan asing di tubuhnya, bisikan-bisikan yang tidak jelas, rasa sakit yang menusuk dan memilukan. Air mata mulai mengalir tanpa bisa ia tahan. Ia meraba tubuhnya di balik selimut tebal. Pakaiannya tergeletak di lantai . Rasa jijik dan ketakutan yang luar biasa menghantamnya.

Dengan sisa tenaga yang ada, ia bangkit dari tempat tidur. Kakinya terasa lemas dan bergetar. Ia berjalan terhuyung-huyung menuju kamar mandi. Tatapannya terpaku pada cermin besar di dinding. Wajahnya pucat pasi, matanya sembap dan merah, dan ada memar samar di lehernya.

Ia melihat pantulan tubuhnya di cermin. Tubuh yang terasa kotor dan ternoda. Air matanya semakin deras mengalir, bercampur dengan rasa mual yang semakin menjadi-jadi. Ia tidak mengenali dirinya sendiri.

Di tengah rasa putus asa dan kebingungan yang melandanya, matanya menangkap sebuah kartu nama tergeletak di lantai dekat tempat tidur. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya. Kartu nama berwarna biru tua dengan tulisan perak yang elegan: Blue Moon Cafe and Resto. Di bawahnya tertera sebuah alamat yang tidak familiar baginya. Tidak ada nama seseorang, hanya nama tempat dan alamat.

Arunika menatap kartu nama itu dengan tatapan kosong. Pikirannya berkecamuk. Siapa yang membawanya ke sini? Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Mengapa ia merasa begitu hancur dan ternoda?

Perlahan, kepingan-kepingan ingatan yang kabur mulai menyusun diri menjadi gambaran yang lebih jelas dan mengerikan. Ia ingat Risa memberikannya minuman dengan senyum licik di bibirnya. Ia ingat rasa pusing yang menyerang tiba-tiba, dan setelah itu... kegelapan.

Napas Arunika tercekat. Sebuah kesadaran yang pahit dan menyakitkan menghantamnya seperti pukulan telak. Risa. Sahabatnya sendiri. Dialah yang telah melakukan ini padanya. Dialah yang telah merenggut malamnya, tubuhnya, harga dirinya.

Rasa pengkhianatan yang begitu dalam menusuk jantungnya. Bagaimana bisa orang yang selama ini ia percaya dan sayangi tega melakukan hal sekeji ini padanya? Air matanya kembali mengalir, kali ini bercampur dengan amarah yang membara.

Dengan sisa kekuatan yang ada, Arunika berpakaian seadanya dan keluar dari kamar hotel itu. Ia tidak tahu ke mana harus pergi, apa yang harus dilakukan. Yang ia tahu pasti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Kepercayaan dan persahabatan yang selama ini ia junjung tinggi telah hancur berkeping-keping oleh pengkhianatan seorang teman. Dan di tangannya tergenggam erat sebuah kartu nama, satu-satunya petunjuk samar tentang malam kelam yang telah merenggut segalanya darinya.

Dengan langkah gontai namun tekad membara, Arunika kembali ke lobi hotel. Rasa malu dan trauma masih menggerogoti, namun ada satu hal yang lebih kuat dari itu: kebutuhan untuk mengetahui kebenaran. Ia harus tahu siapa yang telah merenggut kehormatannya dan mengapa Risa tega melakukan ini padanya.

"Permisi," suara Arunika bergetar saat berbicara kepada resepsionis wanita yang menatapnya dengan tatapan menyelidik. "Saya ingin bertanya tentang kamar yang saya tempati semalam, kamar nomor 207."

Resepsionis itu mengetik sesuatu di komputernya. "Atas nama siapa reservasi kamar tersebut, ya, Mbak?"

Arunika terdiam sejenak. Ia tidak tahu. Ia terbangun di sana tanpa tahu bagaimana ia bisa sampai disana.

"Saya... saya tidak tahu. Saya tidak melakukan reservasi."

Wanita itu mengangkat alisnya, tatapannya

berubah menjadi curiga. "Maaf, Mbak, tanpa nama reservasi, kami tidak bisa memberikan informasi."

"Tapi... tapi saya korban," lirih Arunika, air mata kembali menggenangi pelupuk matanya. "Saya tidak tahu bagaimana saya bisa berada di kamar itu. Saya... saya yakin ada yang tidak beres."

Terjadi perdebatan sengit. Pihak hotel bersikeras dengan prosedur mereka, sementara Arunika dengan suara bergetar menceritakan kebingungan dan ketakutan yang ia alami. Ia menceritakan tentang ingatannya yang samar, tentang rasa sakit dan jijik yang masih membekas. Awalnya, resepsionis itu tampak tidak percaya, namun melihat air mata Arunika yang terus mengalir dan keputusasaannya yang nyata, raut wajahnya sedikit melunak.

"Baik, Mbak," katanya akhirnya dengan nada lebih lembut. "Sebentar saya coba cari berdasarkan nomor kamar."

Jantung Arunika berdebar kencang saat wanita itu kembali mengetik di komputernya. Beberapa saat kemudian, ia menghela napas. "Reservasi kamar 207 atas nama Bapak Roy..."

Nama itu terasa asing di telinga Arunika. Roy. Lantas, apa hubungannya dengan kartu nama Blue Moon Cafe and Resto yang ia temukan? Apakah Roy yang membawanya ke sana? Apakah Roy yang... pikirannya menolak untuk melanjutkan.

"Apakah Anda punya informasi kontak Bapak Roy?" tanya Arunika dengan suara tercekat.

Resepsionis itu menggelengkan kepala. "Maaf, Mbak, untuk informasi pribadi tamu, kami tidak bisa memberikannya."

Rasa frustrasi kembali menyeruak dalam diri Arunika. Ia mendapatkan sebuah nama, namun tidak ada cara untuk menghubunginya saat ini. Kartu nama itu... Blue Moon Cafe and Resto. Apakah Roy bekerja di sana? Apakah ia sering mengunjungi tempat itu? Sebuah ide samar mulai terbentuk di benaknya. Mungkin ia bisa mencari tahu lebih lanjut tentang Roy melalui tempat itu.

Namun, sebelum mencari tahu lebih jauh tentang Roy, ada satu hal yang harus ia lakukan. Ia harus menghadapi Risa. Ia harus meminta penjelasan atas pengkhianatan yang begitu menyakitkan ini.

Dengan tekad yang baru, Arunika meninggalkan hotel dan memesan taksi menuju kamar kostnya. Selama perjalanan, amarahnya bercampur aduk dengan rasa sakit dan kecewa. Ia membayangkan tatapan terkejut Risa, bantahan-bantahannya, dan ia mempersiapkan dirinya untuk menghadapi apapun yang akan terjadi.

Flashback End 

Kereta Bandung tiba di peron. Arunika menyeret langkahnya masuk ke dalam gerbong yang mulai dipenuhi penumpang sore itu. Ia memilih tempat duduk di dekat jendela, membiarkan pemandangan luar yang bergerak cepat menjadi latar belakang kesedihannya.Air matanya sudah mengering, digantikan oleh rasa hampa dan kebas.

Pikirannya kembali ke kartu nama di saku jaketnya. Blue Moon Cafe and Resto. Sebuah nama yang asing namun kini terasa begitu penting. Ia harus mencari tahu tentang Roy. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Namun, di saat yang sama, kabar tentang ibunya yang sakit begitu menghantuinya. Mana yang harus ia dahulukan? Dendam dan rasa ingin tahu, atau kewajiban seorang anak kepada ibunya?

Kepala Arunika terasa semakin berdenyut. Ia memejamkan mata, mencoba meredakan gejolak emosi yang masih bergemuruh di dadanya. Ia merindukan ibunya, kehangatan pelukannya, nasihat-nasihatnya yang selalu menenangkan. Sekarang, ibunya justru sedang lemah dan membutuhkan dirinya.

Dengan tekad yang bulat, Arunika memutuskan. Ia akan pulang. Ia akan menemani ibunya di rumah sakit. Urusan dengan Risa dan misteri malam itu bisa menunggu. Kesehatan ibunya adalah prioritas utama saat ini.

Sesampainya di Bandung, Arunika langsung menuju Rumah Sakit Bina Kasih. Jantungnya berdebar kencang saat melihat Tante Rena duduk cemas di ruang tunggu.

"Nika!" Tante Rena langsung berdiri dan memeluknya erat.

"Syukurlah kamu sudah sampai."

Arunika membalas pelukan tantenya, berusaha menahan air mata yang kembali ingin tumpah. "Ibu... bagaimana keadaannya, Tante?"

Tante Rena menghela napas berat. "Belum sadar, Nak. Tadi pagi tiba-tiba pingsan di rumah. Dokter bilang tekanan darahnya sangat rendah dan ada sedikit masalah di jantungnya."

Mendengar penjelasan tantenya, tubuh Arunika terasa lemas. Rasa bersalah semakin menghimpit dadanya. Selama ini ia terlalu fokus pada dirinya sendiri, pada masalah-masalahnya dengan Risa dan Arsen, hingga ia tidak menyadari kondisi kesehatan ibunya yang semakin memburuk.

"Maafkan Nika, Tante," lirihnya, air mata akhirnya lolos dari sudut matanya. "Nika... Nika tidak tahu kalau Ibu sakit."

Tante Rena mengusap lembut punggung Arunika. "Sudah, Nak. Sekarang yang penting kita berdoa semoga ibumu segera sadar."

Arunika mengangguk lemah. Ia mengikuti Tante Rena menuju ruang ICU tempat ibunya dirawat. Dari balik kaca jendela, ia melihat sosok ibunya terbaring lemah dengan berbagai alat medis terpasang di tubuhnya. Air mata Arunika mengalir semakin deras melihat pemandangan yang menyayat hatinya itu.

Ia merasa begitu tidak berguna. Di saat ibunya membutuhkan kekuatan dan kehadirannya, ia justru sedang dilanda masalah yang begitu berat. Pengkhianatan sahabat, kehancuran diri, dan ketidakpastian masa depan.

1
partini
wah temen lucknat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!