pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
“Gue udah bener-bener selesai sama Amel,” kata Baskara membuka topik obrolan siangnya dengan Johnny.
“Bagus. Akhirnya otak lo kerja juga,” ucapnya sarkas dan Baskara menertawakan kebodohannya. “Terus lo udah ngomong sama adek gue?” tanyanya dan di jawab dengan gelengan kepala oleh Baskara.
“Anaknya lagi sibuk, gue gak bisa ngajak dia keluar.”
“Temuin langsung lah,” katanya.
“Gue juga pengennya gitu, tapi gue tau gue udah banyak nyakitin dia. Gue gak mau dobrak pintunya saat dia emang butuh untuk menyendiri dan jauh dari gue saat ini, John,” katanya.
“Lo nemuin dia bukan berarti lo dobrak pintunya, tapi lo ngasih kepastian,” kata Johnny membuat Baskara memberikan atensinya, “perempuan itu butuh kepastian. Dia gak tau sekarang lo balikan lagi sama mantan lo, masih sayang sama mantan lo, atau gimana. Kalo nantinya dia tetep milih sendiri, itu Keputusan dia. Yang penting, lo udah kasih penjelasan,” ucapnya panjang lebar. “Jangan sampe lo gua ajakin duel ya sat,” katanya.
“Iya. Gue siap kapan aja lo jadiin samsak, John,” katanya dengan wajah pasrah, “Malahan, gue pikir pas kemaren lo ngajakin maksi bareng, lo mau hajar gue.”
Johnny tertawa, “Kalo lo beneran sayang sama adek gue, jangan sakitin dia lagi.”
Setelah obrolannya siang itu dengan Johnny, Baskara menimbang-nimbang untuk menemui Maharani. Memikirkan, apa dia langsung datang ke kantornya, atau menghubunginya terlebih dahulu.
Semalaman dia memikirkan hal itu, hingga akhirnya dia meninggalkan kantor selepas makan siang. Menenteng sekotak donat dan kopi, sebagai bentuk sogokan agar mereka bisa berbincang.
“Apa lagi?” suara tinggi Maharani menyambut kedatangan Baskara siang itu, membuat dirinya membeku sembari memegang handle pintu.
“Sorry,” ucapnya membuat Maharani mengangkat kepalanya dan menemukan Baskara di sana.
“Kak Baskara?” Maharani langsung berdiri dari duduknya. Jantungnya berdegup kencang melihat pria yang sedang berdiri di depannya. Rasanya rindu sudah lama mereka tidak saling bertemu tatap. Jangankan bertemu, untuk bertukar pesan saja, dia sangat menahan dirinya, “sorry, gue gak tau lo yang dateng. Duduk?” ajaknya dan mereka pun duduk di sofa. Baskara memberikan segelas coffee latte pada Maharani dan membuka box berisikan 6 buah donat. “Sorry ya, Kak, gue pikir siapa tadi yang dateng.”
“It’s okay. Salah gue juga dateng gak ngasih info. Lagi ada masalah?” tanyanya khawatir.
Maharani menggelengkan kepala, “Aldo. Tapi udah beres.”
Baskara menganggukkan kepala. Sejak dia masuk ruangan itu, dia mendapati ada bouquet bunga di dalam kotak sampah dan menanyakan dalam benaknya siapa yang memberikan bunga itu.
“Ini gue makan ya, Kak,” ucap Maharani mengambil satu buah donat.
“Makan, Ra, gue bawa emang buat lo,” katanya sambil tersenyum.
“Thank you. Anyway, ada apa, Kak?”
“Udah lama kayaknya kita gak ketemu,” ucap Baskara. “Gue kangen,” tambahnya berhasil membuat Maharani melupakan donat yang sedang dia kunyah. Jantungnya berdegup kencang, namun Maharani berusaha untuk bersikap setenang mungkin. “Kapan lenggang, Ra?”
“Hem?”
“Mau ngobrol.”
“Ini kita lagi ngobrol,” balasnya santai. Tapi otaknya menderu. Maharani tahu betul apa yang dimaksud Baskara. Pembahasan yang menjadi alasan dia menghindari pria itu belakangan ini. Melihat wajah Baskara yang serius, dia berkata, “akhir tahun? Paling cepet habis natal? Gue bener-bener lagi ngurusin buat fashion week di paris awal tahun depan, Kak.”
“That really cool of you, Ra. Jadi Hera udah mau go internasional?”
Maharani tersenyum lebar mendengar suara bangga dari pria yang duduk di dekatnya. Rasanya seperti diberikan dukungan atas apa yang sudah dia kerjakan selama ini.
“Kalau habis natal, lo available?” tanya Maharani.
Baskara pun memberikan anggukkan kepala, “gue free kapan pun lo free.”
“Oke. Nanti gue kabarin lagi ya, Kak.”
Hening. Maharani berusaha menghindari tatapan Baskara yang sejak tadi tidak pernah lepas darinya.
“Ra?”
“Ya?”
Baskara diam. 3 detik berikutnya dia hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum hangat.
“Gak apa-apa. Dihabisin donatnya,” katanya sambil berdiri.
“Lo mau kemana?”
“Balik ke kantor,” cengirnya, “gue cuma mau ketemu lo aja dan ngobrol. Sekarang gue udah liat lo, jadi gue mesti balik.”
Maharani memberikan tatapan bersalah pada Baskara. As friend, mungkin pria itu sedang butuh teman bicara, tapi dia masih terlalu takut hatinya akan remuk begitu dia mendengar cerita Baskara.
“Gue balik ya," pamit Baskara.
Hari itu, perasaan Maharani benar-benar dibuat seperti sedang main roller coaster. Aldo kemudian Baskara.
...♥...
27 Desember, saat Maharani sedang menyandarkan dirinya di kursi ruang kerja, sedikit bersantai sambil menikmati makan siangnya, dia melihat Jeremy dan Ghani memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Baskara. Sontak, dia membanting sendok yang ada ditangannya ke atas meja.
“Shoot! Hari ini Kak Baskara ultah. Gue gak taaauuuuuuu,” katanya bermonolog. “Beliin apa ya?” dia langsung berselancar di komputernya. Membuka beberapa website dan mencari barang yang dia cari.
Saat matanya fokus pada layar komputer, ponselnya bergetar dengan nama Baskara tertera pada notifikasi chat.
...Kak Baskara
...
Are you free tonight?
Maharani mengetuk-ngetukkan ujung jari telunjuknya pada meja. Jadwal dia hari ini sudah lebih lengang sebenarnya, tapi dia takut mendengar sesuatu yang dia tak ingin dengar.
Maharani memutuskan apa yang ingin dia beli. Dia tak punya waktu banyak. Setelah menghubungi seorang sales associate sebuah luxury brand, dia berjalan cepat ke meja Ami. Meminta tolong untuk mengambil pesanannya.
“Ami, nanti mobil gue lo bawa lagi ya,” katanya memberikan kunci mobilnya.
“Lama-lama jadi hak milik ini, Mbak,” guyonnya.
Maharani pun ikut tertawa, “mau gak?”
“Apanya?”
“Itu mobilnya.”
“Bercanda, Mbak,” balas Ami mengibas-ngibaskan tangannya sambil tertawa. “Mbak Rani nawarin mobil kayak nawarin jajan gorengan.”
Tak lama kemudian, Baskara memberi kabar kalau dia sudah sampai di parkiran kantor Hera. Maharani membawa handbagnya dan tak lupa paper bag berwarna putih bertuliskan prada di tangan kirinya.
“Hey,” sapa Baskara begitu Maharani masuk ke dalam mobilnya.
“Happy birthday,” ucapnya dengan nada suara yang riang dan langsung menyodorkan paper bag itu pada Baskara.
Wajah Baskara terlihat kaget kemudian senyum sumringah tergambar di wajahnya.
“Kok tau?”
“Liat storiesnya Kak Jeremy sama Kak Ghani. Dan lo,” Maharani menekankan 2 kata itu sambil menunjuk Baskara setelah memasang seatbeltnya, “langsung nge-chat gue. Lo gak tau gimana tadi gua bingung mau ngadoin apa.”
Baskara hanya tertawa menanggapi celotehan Maharani.
“Thank you ya. Padahal lo gak perlu repot sampe beliin hadiah. Lo mau gue ajakin makan malem bareng aja gue udah seneng.”
“Kita mau makan kemana emangnya?” tanya Maharani dengan mata penuh binar.
“Sofia at darmawangsa.”
Jalanan hari itu tidak begitu padat, tapi juga tidak lengang. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai dan duduk di meja yang sudah di reservasi oleh Baskara di malam sebelumnya.
“Kalo gue gak bisa malem ini, gimana nih?” tanya Maharani setelah memesan makan malam mereka.
Baskara mengangkat bahunya dan berkata, “makan malem sendiri?” dia tertawa, “merayakan birthday on my own.”
Maharani ikut tertawa. Obrolan santai di antara mereka mengudara. Bertukar kabar dan cerita selama sekitar 2 minggu mereka tidak ketemu atau bertukar pesan.
“Ra,” suara Baskara terdengar serius saat mereka sedang menikmati makan malam mereka. Maharani mengangkat kepalanya dan langsung mendapati mata Baskara yang menatapnya. “Gue udah ketemu sama Amel,” Maharani menanggapi dengan anggukkan kepala, “gue udah bahas semua hal yang mengganjal. Semua hal yang jadi unek-unek kami berdua. Ternyata banyak banget yang jadi dasar masalahnya,” Baskara tersenyum miris, “komunikasi berkontribusi besar dalam hal ini. Lo tau? Setelah ngomongin semuanya, gue ngerasa lega, plong.”
“Jadi lo balikan lagi sama Amel?” tanya Maharani berusaha seriang mungkin. Menutupi luka hatinya saat mengucapkan kalimat itu dan membayangkan mereka kembali menjalin kasih.
Baskara terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, “kalo gue balikan sama Amel, malem ini gue gak makan malem sama lo.”
Maharani terpaku diam.
“Coba lo bayangin, lo punya pacar, tapi pas ulang tahun lo malah dinner sama cewek laen.”
Maharani masih memproses semuanya. Membuat Baskara terkekeh mendapati wajah menggemaskan wanita yang duduk di depannya.
“Gak ada hubungan yang berlanjut antara gue sama Amel, Ra. Gue terhanyut sama perasaan bersalah, kehilangan, bingung, sampe gue denial saat lo masuk dalam hidup gue. Gue brengsek banget menikmati keberadaan lo yang bikin gue lebih tenang dan nyaman, tapi gue menghindari perasaan itu sendiri.”
“Kak,” Maharani bingung mau menanggapi apa. Otaknya terlalu kaget mendengar hal tersebut. Cerita yang 180 derajat berbeda jauh dengan apa yang dia takutkan selama ini.
“Izinin gue buat deketin lo, Ra,” katanya menatap mata Maharani lembut.
“Kak,” Maharani menelan ludahnya, “jadi … selama ini lo suka sama gue?” tanyanya ragu.
Baskara menganggukkan kepalanya, “maaf gue udah lancang suka sama lo, tapi gue masih nyangkut sama masa lalu gue,” ucapnya dengan rasa bersalah, “maaf dengan semua kebodohan gue.”
“Kak,” panggil Maharani, “maafnya gue terima. Tapi, Kak. Gue rasa kita juga butuh time out,” ucapnya membuat Baskara bingung. “Lo baru aja selesai sama masa lalu lo. Gue juga suka sama lo, Kak,” ucap Maharani tanpa ragu. Membuat Baskara kaget.
“Lo juga suka sama gue?” tanya Baskara dan di jawab dengan anggukkan kepala oleh Maharani.
“Lo gak sadar?” Baskara menggelengkan kepalanya.
“Maaf,” Baskara menundukkan kepalanya. “Maaf gue gak peka sama lo. Maaf gue udah nyakitin lo, Ra.”
Maharani menggelengkan kepalanya dan memberanikan diri untuk meletakkan tangannya di atas punggung tangan kiri Baskara, “Kak, gue cuma minta time out sebentar ya.”
Tanpa ragu, Baskara menganggukkan kepalanya. “Boleh, Ra.”
“Gue ngerasa semuanya terlalu tiba-tiba. Gue seneng,” tambahnya cepat, “seneng ternyata lo juga punya perasaan yang sama kayak gue, Kak. Tapi, gue cuma mau meyakinkan diri gue kalo gue bukan rebound dari masa lalu lo, Kak,” katanya.
Baskara pun mengerti dan berkata, “gue paham, Ra. Lo boleh minta time out sebanyak yang lo mau dan lo butuhin. Gue akan selalu di sini,” katanya sambil menggenggam tangan Maharani dan menatap matanya lekat dan hangat.
“Thank you,” ucapnya lirih.
“Dihabisin, Ra.”
Mereka pun kembali melanjutkan makan malam mereka dengan perasaan lebih ringan. Senyum Maharani pun terlihat lebih ringan dan lebih lebar dari sebelumnya.
...♥
...