Bismillah karya baru FB Tupar Nasir
WA 089520229628
Sekuel dari Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten
Kapten Excel belum move on dari mantan istrinya. Dia ingin mencari sosok seperti Elyana. Namun, pertemuan dengan seorang perempuan muda yang menyebabkan anaknya celaka mengubah segalanya. Akankah Kapten Excel Damara akan jatuh cinta kembali pada seorang perempuan?
Jangan lupa ikuti kisahnya, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Ada Yang Perih
Waktu semakin beranjak siang, akan tetapi lampu masih belum menyala, sisa petir tadi malam. Zinni merasa bosan, setelah barusan selesai mengangkat jemuran yang sudah kering, Zinni bingung harus ngapain.
"Mau sampai jam berapa lampu akan menyala? Aduh, rasanya bosan di rumah," keluhnya.
"Apa benar semalam aku tidur dengan gelisah? Kenapa aku sampai mendesah segala Jangan-jangan Pak Excel berbohong. Tapi, semalam, aku bermimpi ... ya ampun, seperti nyata," desahnya mengingat kembali mimpinya tadi malam.
Tiba-tiba saja lampu menyala, ruangan jadi terang benderang. Zinni merasa bersyukur. Buru-buru dia beranjak ke dapur untuk memasak nasi di rice cooker.
"Tokodokodokodok."
Bunyi dering Hp suara kodok milik Zinni berbunyi, Zinni sedikit tersentak dari lamunan. Barusan setelah dia selesai meletakkan panci rice cooker, Zinni sempat melamun. Melamunkan kejadian semalam tentang mimpi itu. Zinni kepikiran, kenapa dia bisa bermimpi semesum itu dengan Excel?
Zinni meraih Hp nya penasaran siapa gerangan yang menghubunginya pertengahan siang ini.
"Bu Falin? Ada apa Bu Falin menghubungi?" herannya seraya mengangkat panggilan dari Falin teman seprofesinya dulu.
"Assalamualaikum, Bu Falin. Tumben, Bu. Ada apa?" tanya Zinni penasaran. "Oh, bagaimana kabar Ibu dan rekan-rekan semua di sana?" lanjut Zinni.
"Waalaikumsalam, Zin. Kabar saya baik. Tapi, ada juga yang kurang baik mengenai sekolah kita, terutama kelas TK B. Banyak murid yang pindah TK," berita Falin. Sejenak Zinni tersentak mendengar kabar itu.
Zinni memang sudah tahu kabar tentang ada beberapa murid TK B di TK Dahlia yang pindah sekolah, saat itu Nada yang memberitahu.
"Oh ya?" Zinni pura-pura tidak tahu.
"Alasannya kenapa, Bu Falin?" heran Zinni penasaran.
"Katanya sih, mereka tidak diajarkan lagi oleh kamu. Mereka sering menanyakan kamu. Hampir semua murid di TK B, merasa kehilangan kamu. Karena kamu tidak mengajar lagi, mereka memutuskan pindah sekolah. Sedih sih, tapi mau gimana lagi?" jabar Falin terdengar sedih.
"Saya ikut prihatin mendengar kabar ini. Jangan larut dalam kesedihan, Bu Falin. Tidak lama lagi TK B bakal banyak murid yang masuk lagi. Saya yakin," balas Zinni membesarkan hati Falin.
"Kalau saya sih sebetulnya bukan sedih dengan keadaan sekolahnya. Tapi, saya sedih dengan anak-anak yang tidak bisa saya ajar ataupun saya lihat. Biasanya setiap pagi mereka selalu ceria dan berceloteh lucu, semua itu membuat saya sedih dan kehilangan," tutur Falin.
"Tidak apa-apa Bu Falin. Nanti lama-kelamaan perasaan sedih dan kehilangan itu pasti akan pergi juga."
"Iya, Zinni. Oh iya ngomong-ngomong, gimana kamu sekarang, sudah mendapat pekerjaan baru?" tanya Falin.
Sejenak Zinni termenung, dia bingung harus memberi jawaban apa pada mantan rekan di TK Dahlia itu.
"Euuu, saya saat ini masih belum mendapatkan pekerjaan Bu, saya juga masih mencari," jawab Zinni berbohong. Dia tidak mau mengatakan kalau saat ini dirinya bekerja di rumah salah satu wali murid.
"Kamu yang sabar, ya, Zin. Nanti juga akan dapat kalau kamu rajin mencari. Oh iya, sebenarnya saya menghubungi kamu, ada yang ingin saya sampaikan. Saya mau memberikan gaji terakhir kamu bulan kemarin. Bu Gaifa menitipkan uang gaji kamu yang terakhir. Kamu bisa temui saya nggak nanti siang jam 12, kebetulan saya baru keluar dari sekolah?"
"Ohhh, kira-kira di mana, Bu Falin?"
"Di samping kafe Leopard, bisa?"
"Bisa. Saya tunggu di samping kafe saja, ya?" Zinni meminta kejelasan.
"Iya, Zin. Soalnya saya tidak bisa lama-lama temui kamu. Sambil lewat saja. Kalau ke kost-an kamu, saya malas mutar jalan. Terpaksa di samping kafe Leopard. Kamu tidak keberatan, bukan?" ucap Falin.
"Tidak apa-apa kok Bu. Saya justru lebih baik menemui Bu Falin di sana. Ya sudah berarti satu jam lagi saya menuju samping kafe Leopard, ya?"
"Ok. Kalau gitu saya tutup telponnya, ya?" Falin mengakhiri panggilan telpon. Zinni sejenak tertegun setelah menerima panggilan dari Falin.
"Aku harus segera menghubungi Pak Excel. Minta izin untuk keluar sebentar."
Zinni segera menghubungi nomer Excel. Nomer itu aktif, akan tetapi masih belum diangkat.
"Aduhhh, Pak Excel ini, kenapa lama tidak diangkat?" kesalnya sambil mengulang kembali panggilannya ke nomer Excel.
"Halo Pak Excel, siang nanti sekitar jam 12.00, saya mau minta izin keluar sebentar, menemui teman saya? Apa boleh?" izinnya berharap diizinkan.
"Ke mana?" tanya Excel.
"Eu, dekat aja tempatnya, Pak," jawab Zinni tidak terus-terang akan ke mana ia pada Excel.
"Baiklah. Tapi, hati-hati kalau mau ninggalin rumah. Periksa kompor gas, takut menyala saat kamu tinggalkan. Keran air juga, jangan sampai terbuka," peringat Excel dan akhirnya mengizinkan.
"Terimakasih banyak, Pak." Zinni senang karena dia diizinkan pergi oleh Excel.
Tidak terasa, waktu yang dijanjikan tiba. Zinni sudah bersiap dengan dandanan simpelnya. Rok hitam plisket, atasannya blus berwarna krem, dipadu cardigan warna denim, dengan hijab senada dengan blus. Dandanan simple perempuan muda, fresh dan menggemaskan. Memang seperti itu dandanan Zinni sehari-hari.
Zinni segera keluar dari pagar rumah Excel, lalu berjalan sedikit ke jalan besar untuk mencegat angkot. Untung saja angkot yang dicegatnya sudah nongol, sehingga Zinni tidak harus lama menunggu.
Lima belas menit kemudian, Zinni sudah tiba di samping kafe Leopard yang dijanjikan Falin. Rupanya Falin belum ada di sana. Dengan hati yang senang, Zinni menunggu di samping kafe itu.
Untung saja tidak lama dari itu, Falin datang. "Zinni, kamu sudah di sini. Lama menunggu saya?"
"Bu Falin. Tidak, Bu. Baru ada lima menitan di sini."
"Ok. Saya nggak bisa lama, sebab saya ada keperluan yang mendesak setelah ini. Ini gaji kamu di dalam amplop ini, di dalamnya ada struk gajinya juga, kamu bisa lihat rinciannya di sana," ujar Falin seraya memberikan amplop putih pada Zinni.
"Makasih banyak, Bu. Jadi merepotkan."
"Sama-sama. Saya langsung pamit, ya. Saya takut telat tiba di tujuan selanjutnya." Falin langsung memacu motornya setelah berpamitan pada Zinni. Zinni menatap kepergian Falin yang terburu-buru seakan dikejar waktu.
Sejenak Zinni tersenyum dengan amplop gaji yang diberikan Falin. Walau gaji terakhirnya tidak banyak, tapi Zinni merasa lega, dia ada sedikit tabungan di dompetnya.
"Aku masuk saja sebentar ke kafe ini untuk beli minum, tidak apa-apa, bukan?" gumamnya seraya mengayun langkah menuju ke arah pintu kafe. Akan tetapi langkahnya terhenti, ketika dengan jelas Zinni melihat Excel digelondoti lengannya oleh seorang perempuan dewasa berambut sedikit pirang, tapi cantik.
Mereka memasuki kafe, sepertinya akan makan siang.
"Pak Excel, dengan siapa?" herannya sambil menatap kepergian Excel dan perempuan itu ke dalam kafe. Ada hati yang tiba-tiba perih ketika Zinni melihat tatapan perempuan itu penuh cinta ketika menatap Excel. Entah kenapa.
kawal si exel sm zinni sampai ke pelaminan