"Endria hanya milikku," tekannya dengan manik abu yang menyorot tajam.
***
Sekembalinya ke Indonesia setelah belasan tahun tinggal di Australia, Geswa Ryan Beck tak bisa menahan-nahan keinginannya lagi.
Gadis yang sedari kecil ia awasi dan diincar dari kejauhan tak bisa lepas lagi, sekalipun Endria Ayu Gemintang sudah memiliki calon suami, di mana calon suaminya adalah adik dari Geswa sendiri.
Pria yang nyaris sempurna itu akan melepaskan akal sehatnya hanya untuk menjadikan Endria miliknya seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jelitacantp, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gemintang Scholarship Foundation
Karena aula kampus tak terlalu cukup untuk menampung mereka, maka lapangan yang sangat luas milik fakultas olahraga menjadi opsi terbaik untuk acara besar kali ini, dan saat ini lapangan tersebut sudah dipenuhi oleh ribuan mahasiswa yang datang karena penasaran akan sosok donatur yang tak pernah mereka lihat sebelumnya, apalagi di website kampus tertulis bahwa yang tidak hadir bakal menyesal.
Entah itu hanya postingan semata, atau benar adanya. Tidak ada yang tahu.
Namun, kali ini tak seperti biasa, mereka semua dibagikan sebuah kertas kosong dan pulpen untuk menulis nama dan tanda tangan, lalu dikumpulkan. Wow, apakah setelah ini ada undian?
Endria dan Dania memilih duduk di barisan tengah, tak terlalu jauh dan tak terlalu dekat juga dengan panggung.
Sebenarnya, ini bukanlah acara dadakan, acara ini dipersiapkan selama sebulan penuh karena nanti bakalan banyak pertunjukan-pertunjukan menarik sampai malam. Persiapan ini hanya segelintir mahasiswa yang tahu.
Di depan sana, sudah ada para dosen beserta dekan kampus yang duduk di samping panggung menghadap ke arah mereka.
Lalu sesaat kemudian, seseorang naik ke atas panggung sambil memegang mic.
Dia Dim, yang membuat mereka semua bersorak heboh. Seseorang berteriak. "Please jangan ada yang nanya, nanti acaranya nggak mulai-mulai!" candanya yang membuat para mahasiswa di sana tertawa ramai-ramai.
Dim alias Diman Prasetyo itu hanya bisa melotot ke arah mereka semua, ingin marah-marah, tetapi ia urung sebab bukan cuma para mahasiswa yang ada di sini.
Dim terlebih dahulu menepuk-nepuk mic-nya untuk mengetes apakah sudah berfungsi atau tidak. Kali ini ia berperan sebagai MC.
Pria itu mula-mula berdehem.
"Halo selamat pagi menjelang siang, semuanya! Puji syukur kepada Tuhan yang selalu memberikan kita nikmat sehat, sampai bisa berkumpul pada hari ini. Oiya, kalian pasti penasaran dan bertanya-tanya ada acara apa sih, ini? Siapa sih tamu istimewa kita? Nah, rasa penasaran kalian akan terjawab nanti. Namun, sebelum itu, mari kita saksikan dulu tari penyambutan yang kali ini berasal dari Makassar Sulawesi Selatan!" kata Dim panjang lebar.
"Yaitu tari Pa'dupa, yang dibawakan oleh mahasiswa dari fakultas seni rupa! Tolong tepuk tangannya teman-teman!" sorak Dim heboh, lalu tirai di belakangnya mulai terbuka menampilkan tiga orang mahasiswa berpakaian baju adat Makassar, Bella dada dengan masing-masing alat musik, dua di antaranya memiliki gendang besar yang berbentuk tabung dengan sebuah rotan pendek di tangan mereka, sementara satu lainnya memegang sebuah seruling.
Mereka bertiga pun memainkan alat musiknya, yang membuat semua mahasiswa di sana terdiam mendengarkan. Lalu tak lama kemudian, keluarlah tiga orang mahasiswi dengan pakaian baju adat, masing-masing di tangan kanan mereka memegang sebuah Pa'dupa atau dupa.
Kira-kira ada lima menit sampai pertunjukan tari pa'dupa selesai. Mereka semua bertepuk tangan bahkan ada yang bersiul karena salah satu yang tampil ada gebetan mereka.
Terlihat Dim kembali menaiki panggung. "Nah, gimana dengan penampilan mereka? Walaupun dengan gerakan selow tapi tak membuat kalian yang menonton bosan, kan?" tanya Dimas seakan bertele-tele.
Mahasiswa yang ada di depannya hanya bisa mengangguk.
"Oke, tanpa basa-basi lagi mari kita sambut Mr. Geswa Ryan Beck, pendiri dari yayasan Gemintang Scholarship!" teriak Dim heboh lalu turun dari panggung.
Penonton yang mendengar perkataan Dim bahwa pendiri dari yayasan Gemintang Scholarship ada di sini pun mulai bersorak heboh, bahkan mahasiswa yang hadir di belakang sana yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya berdiri menaiki kursi, agar ia bisa melihat sosok yang selalu dihormatinya selama ini.
Bagaimana tidak heboh? Tiga puluh persen dari dua puluh ribu lebih mahasiswa bisa kuliah di kampus swasta bergengsi ini karena berhasil menjadi penerima beasiswa Gemintang Scholarship.
Di mana beasiswa mengcover semuanya, seperti uang pembayaran persemester, uang buku, biaya transportasi, sampai uang saku, yang kalau dijumlah total hampir ratusan juta permahasiswa. Jadi penerima beasiswa tak pernah pusing akan uang hanya saja mereka harus tetap mempertahankan nilai agar beasiswanya tak dicabut.
Walaupun yayasan ini Geswa dirikan baru lima tahun lalu. Namun, sudah terkenal seantero Indonesia, tetapi orang-orang hanya tahu nama yayasannya dan naungannya yaitu Beck Cooperation, tapi tidak dengan pendirinya, jadi kehadiran Geswa di sini bisa menjadi berita ekslusif.
Dengan setelan jas mahal dari desainer terkenal yang membalut tubuh tinggi nan tegapnya, serta sepatu pantopel berwarna hitam mengkilap mengeluarkan suara ketukan saat pria itu berjalan ke atas panggung.
Auranya yang mendominasi, memikat semua pasang mata yang ada di sana untuk terus tertuju ke arahnya. Rambutnya yang pirang dan sedikit panjang dia sisir rapih ke belakang, hidungnya yang mancung dengan rahang tegas dipenuhi jambang tipis.
Oh jangan lupakan mata abunya yang setajam elang, menyorot mereka semua dan tatapannya berhenti di mana Endria juga menatapnya, samar-samar Geswa menerbitkan senyumnya, karena merasa lucu Endria menatapnya dengan mata yang berbinar-binar indah.
Oh, ternyata ini rasa bangga yang pernah Antonello bicarakan beberapa tahun lalu. Dan itu sangat menyenangkan.
Saat Geswa sudah berada di atas panggung, suara cekrekan dari berbagai arah pun mendominasi. Ya, mereka semua mengambil foto tanpa izin.
"Wah... Wah... Ganteng banget!" ujar Dania heboh, sambil menggoyang-goyangkan tangan Endria yang berada di genggamannya.
Endria hanya bisa tersenyum.
"Meleleh adek, abang...!" teriakan centil seorang mahasiswi membuat gadis itu mendapatkan pelototan dari para dosen.
"Gila, gue kira tamunya udah tua, ternyata masih muda cui," timpal lainnya.
"Bule lagi."
"Kira-kira beliau sudah nikah nggak, ya?"
Mahasiswi yang mendengar pertanyaan itu mulai berbondong-bondong melirik ke arah tangan kiri Geswa, tepatnya di jari manis pria itu, dan ya! Mengejutkan, ada benda berkilau melingkari di jari pria itu.
Otomatis mereka semua terdiam lalu menghela napas. Tingkah mereka ini seakan-akan Geswa akan meliriknya saja.
"Selamat pagi menjelang siang semuanya, saya terus terang sangat senang dan ingin berterima kasih secara langsung atas penyambutan kalian hari ini," ucap Geswa fasih nan sopan.
Mereka semua yang mendengar Geswa berbicara hanya bisa terpukau, karena pria itu sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia.
"Seperti yang kalian dengar, saya adalah pendiri dari Gemintang Scholarship di mana saat mendirikan yayasan ini, saya berharap bakalan banyak orang di luaran sana yang mampu dan berhak mendapat beasiswa ini menjadi bintang masa depan yang berguna baik bagi keluarga maupun negara." Kata-kata Geswa yang sudah disusunnya dengan baik begitu menyentuh.
"Semoga harapannya terkabul, terima kasih!" gumam para penerima beasiswa dengan mata berkaca-kaca, melihat sosok Geswa yang ramah dan tak sombong hari ini membuat mereka semua terkagum-kagum melihatnya.
Setelah beberapa menit mengatakan pidatonya serta memberikan wejangan, Geswa pun turun dari panggung digantikan dengan Dim.
"Wah, sungguh harapan yang begitu besar." Dim membuka suara. "Terima kasih Mr. Beck atas kehadirannya hari ini, kami semua juga benar-benar menghormati Anda," kata Dim sambil menunduk sekilas ke arah Geswa.
"Kaget kan kalian?" tanya Dim menebak. "Oiya, yang sempat tadi ambil foto, please, jangan disebar, ya? Hormati privasi beliau," lanjut Dim memperingati.
Kemudian, pria itu terdiam, mengambil napas sejenak. "Nah gini, tadi kan nama beserta tanda tangan kalian sudah dikumpulkan, kita akan undi dan hadiahnya?" Dim menjeda kalimatnya. "Bisa study tour ke kantor pusat Beck Cooperation yang berada di Perth, Australia!" teriak Dim histeris.
Perkataan Dim disambut sorakan dan tepuk tangan heboh dari ribuan mahasiswa di sana. Kali ini mereka tak menahan diri lagi sebab para dosen, dekan, beserta Geswa sudah berpindah tempat yang lebih privat.
Tak lama, ada dua orang pria membawa sebuah kotak berukuran besar yang berisikan nama-nama ribuan mahasiswa tersebut ke atas panggung.
Tiba-tiba raut wajah Dim berubah sedih. "Sorry to say, gue diberitahu cuma ngundi lima nama aja," beritahu Dim. "Tapi tenang, jangan bubar dulu, siapa tau ini rejeki kalian dan setelah ini masih ada kejutan lainnya," lanjut Dim sesaat setelah ia melihat mulai ada mahasiswa yang beranjak dari kursinya.
Terlihat Dimas mulai memasukkan tangannya ke dalam kotak.
"Dim, cari nama gue please!" teriak seseorang penuh harap, yang Dim anggap gila.
Dim mendapatkannya, lalu membuka lipatan kertas tersebut.
"Wih, boleh juga nih namanya, selamat untuk Adrian Senopati!" kata Dim sambil mengarahkan kertas tersebut ke depan, tetapi percuma karena mereka tak bisa membacanya.
"Yeay! Thank you, Dim! Perth, I'm coming!" teriak Adrian senang, dia yang berteriak memohon tadi.
"Selanjutnya, Anindya Safira!"
"Wih anjay! Diman Prasetyo!"
"Daniandra Putri!"
"Terakhir...," kata Dim yang membuat nama mereka yang belum disebut menjadi waswas.
"Endria Ayu Gemintang!"
Nama Endria yang terakhir disebut, membuat ribuan mahasiswa yang belum disebut namanya hanya bisa mendengkus kesal dan menghela napas putus asa, harapan mereka untuk juga bertandang ke Beck Cooperation pupus sudah.