"Apa yang kamu bicarakan Lin Yi? A-aku sudah kotor sejak kecil haha, dan kamu, dan kalian kenapa masih tertarik pada perempuan sepertiku? Sepertinya kalian kurang berbaur ya, diluar sana masih banyak loh gadis yang lebih dariku dari segi fisik dan mental, so, kerjasama kita bertiga harus profesional ya!" Sebenarnya Safma hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, walaupun Safma sendiri tidak terlalu paham dengan maksud dari kalimatnya secara mendalam. Tidak ada airmata dari wajah Safma, wajahnya benar-benar pintar menyembunyikan emosinya.
"Safma!" Sudah habis kesabaran Lin Yi, kemudian menarik tangan Safma pelan juga tiba-tiba namun dapat membuat gadis itu terhuyung karena tidak seimbang. "Jangan bicarakan hal itu lagi, hatiku sangat sakit mendengarnya. Kamu terlalu berharga untukku, Please biarkan aku terus mencintaimu!" Lirih Lin Yi dibarengi air mata yang mulai berjatuhan tanpa seijinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sazzzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Impulsif
Sejak keluar dari mobilnya yang berada dalam garasi rumah Safma, pandangan Lin Yi menyapu sekitar dengan beberapa kali menganggukkan kepalanya entah kenapa dan apa maksudnya.
Kemudian Safma mengajak Pria muda itu untuk masuk kedalam, dan dipersilahkan untuk duduk di ruang tamu yang sekaligus dapurnya. Untung saja dapurnya selalu rapih dan tidak berantakan, jadi tidak perlu repot-repot membereskan jika ada tamu datang tiba-tiba seperti hari ini misalnya.
Wajah Lin Yi memasang riak kagum dengan design rumah Safma yang simple namun lengkap dengan ruangan yang tak pernah ia pikirkan selama ini. Design ruangan yang menggabungkan dua fungsi sekaligus, benar-benar keren sekali type Safma dalam membangun rumah.
"Keren sekali," lirih Lin Yi berdecak kagum.
Jika di rumahnya, pasti satu ruangan yang Safma miliki bisa lebih dari satu ruang jika dibagi sesuai dengan kebutuhan. Lin Yi jadi penasaran, siapa kira-kira yang sudah mendesign rumah ini, apakah Safma sendiri atau arsitek?
"Aku membangun rumah ini dan mendesignnya sendiri," celetuk Safma seakan paham pikiran Lin Yi.
Berbeda dengan Lin Yi yang terkejut dengan penuturan Safma, kenapa gadis itu bisa tau pikirannya?
Gadis itu memberi segelas air lemon yang menyegarkan jika diminum di cuaca khas Indonesia begini. Tak lupa ia juga membuat segelas minuman air putih untuk dirinya sendiri, lalu ikut duduk didekat Lin Yi. Gadis itu terlihat nyaman dan santai menatap pria muda didepannya.
"Itu cita-cita ku dari dulu."
"Mengagumkan! Tidak salah aku memasukkan nama kamu dalam list typeku." Gumam Lin Yi sangat pelan, sepertinya perkataan dalam pikirannya terucap tanpa sadar, Safma yang tak terlalu dengar dan hanya mengernyitkan keningnya.
"Hem, bagaimana dengan bisnis yang kamu ajukan? Kapan bisa dimulai dan bagaimana kejelasan untung dan ruginya." To the point Safma.
Tersenyum menanggapi ucapan frontal Safma, benar-benar tidak ada kata basa-basi disana, "Sepertinya, selain dana, aku ingin investasi bibit anak padamu deh." Canda Lin Yi menatap Safma layaknya Mangsa yang menggiurkan.
"Lin Yi." Malas Safma memutar bola matanya jengah.
Lin Yi memasang wajah sangat serius, aura menawannya sangat meluap-luap jika begitu ck, "Iya, aku serius ingin investasi bibit keturunan ku padamu. Aku ingin menunggu kamu, kapanpun itu kamu siap." Kemudian tersenyum dengan reaksi gadis didekatnya yang hanya memasang wajah datar. "Dan untuk mulainya, jika sabun itu sudah memiliki stok barang yang siap dikirim keluar, lalu untuk hal untung ruginya kamu bisa pasrahkan padaku. Tolong percaya padaku untuk menghandle itu semua. Dan kamu hanya tinggal memproduksi barang itu, dan aku siap untuk kapan memulai mempromosikan sabun herbal kamu. Aku juga sudah memiliki target pasar yang pasti akan untung besar bagi kita."
Paham, mengangguk setuju, "Baiklah, aku akan menambah produksi dengan stok barang yang sesuai orderan pelanggan, Hem, jika seperti ini, apakah aku harus merekrut karyawan untuk pertama kalinya di bisnis ini?"
"Apa kamu selama ini bekerja sendiri?"
"Ya," angguk Safma mengiyakan.
Jika ini sebuah komik, didekat kepala Lin Yi sudah pasti terpampang jelas lampu bohlam kuning yang menyala, karena sebuah ide yang sangat cocok untuk menambah kedekatan dirinya dengan gadis itu ada peluang disini.
"Bagaimana jika aku saja yang membantu kamu memproduksi sabun herbal itu? Dan barang lain yang kamu produksi sendiri misalnya, lilin aromaterapi dan parfum, jujur sebenarnya aku mendapatkan informasi jika kamu juga memproduksi barang itu juga."
"Dari River?"
Menggelengkan kepalanya, "Dari orang suruhan ku, benar atau tidak?"
"Hem."
"Selain sabun herbal, aku juga ingin memasarkan produk buatan kamu seperti lilin aromaterapi, parfum, obat herbal ya, biasanya diasalku sangat suka ramuan herbal seperti itu. Bagaimana?"
"Ide bagus," Safma tersenyum setuju.
"Oke, jangan pernah buka lowongan kerja itu pada siapapun, aku akan menjadi karyawan yang ikut memproduksi juga selain promosi barang buatan kamu."
"Terserah kamu saja."
"Baiklah, untuk perjanjian resmi, deal?"
"Deal!"
"Oh, tidak melihat pemuda itu?" Lin Yi beralih topic yang sebenarnya ingin ia tanyakan sedari tadi.
"Oh, dia ada di bangunan sebelah, sedang training posisi dia." Tahu Safma seraya meminum air putih.
Tiba-tiba saja Lin Yi menguap dengan ekspresi wajah lelahnya, "Si dia tidur dimana?"
"Dibelakang, ada bangunan khusus untuk tamu, soalnya disini tidak ada kamar selain kamarku." Tahu Safma menatap wajah lelah Lin Yi. "Kamu mengendarai mobilmu sepanjang perjalanan? Pasti lelah ya?"
Mengangguk samar, "Aku juga hampir masuk jurang tadi." Adu Lin Yi, entah kenapa tiba-tiba lelahnya terasa saat Safma menanyakan keadaan dirinya.
"Aku panggil River dulu, dia pasti sudah selesai," seperti ucapannya, Safma kemudian menelepon River yang sudah sedikit mengerjakan pekerjaannya.
'Ya, halo?'
"Pulanglah, aku ada perlu!"
Senyum River mengembang, 'Baiklah, aku akan segera datang! Tunggu!'
Telpon pun tertutup, Safma mengajak Lin Yi untuk ikut dengannya menuju tempat tinggal untuk pria muda itu kedepannya.
Sedangkan River berjalan pulang dengan pikiran jika Safma rindu padanya, makanya dia menyuruh pulang segera. Ah, jadi seperti ini ya. Asumsi yang membuat River seperti orang gila yang senyam-senyum sendiri.
Mereka bertiga sudah duduk di sofa panjang di mess River, lagi-lagi Safma berada ditengah-tengah antara Lin Yi dan River. Untung saja ada banyak kecil, jadi Safma membentengi diri dengan sisi tubuhnya diberi bantal.
"Seperti yang aku jelaskan tadi, Lin Yi akan tinggal disini bersamamu sampai waktu yang tidak dapat ditentukan." Jelas Safma pada akhirnya.
Pandangan River dan Lin Yi bertemu, sebenarnya sedari tadi mereka saling balas lirikan tak suka namun terhalang kemurnian gadis ditengah mereka.
"Ini sudah terlambat untuk makan siang, jadi kita akan bertemu nanti saat akan makan malam tiba. Dan untuk River, tolong Lin Yi nya, dan ini," memberikan selembar kertas bertinta printer. "Aturan dirumah ini, jika ingin lama tinggal disini tolong patuhi dan jika tidak maka boleh melewati pintu depan, itu akan selalu terbuka." Kemudian Safma melenggang pergi.
Safma kembali kembali ke kamarnya untuk rebahan, entah kenapa Safma merasa hari-hari kedepannya akan agak berat untuk dia jalani. Sampai akhirnya gadis itu pun tertidur setelah pemikirannya.
Lin Yi dan Safma tertidur, lalu River, apa yang pemuda itu lakukan? Kalian bisa melihatnya saat ini sedang fokus bermain game di laptopnya. Tangannya begitu terampil menari-nari diatas keyboard, terdengar suara kemenangan dari layar laptopnya.
Lalu tak lama terdengar suara, "Kau suka bermain game?" Siapa lagi jika bukan Lin Yi yang entah kenapa cepat sekali tidurnya.
"Kenapa tidurmu cepat sekali?" Cuek River.
Mengangkat kedua bahunya acuh juga, "ACnya kecil sekali," mengibas-ibaskan tangannya merasa gerah.
"Ck, diamlah, aku sedang fokus ini." Kesal River agak terganggu.
Mendengar itu Lin Yi berdecih, kemudian menata pakaiannya kedalam lemari pakaian yang sudah terbuka, sepertinya River ini sengaja membuka lemari yang kosong untuk memberitahunya secara tak langsung. Ck, sopan sekali anak itu.
"Apa kau betah disini bocah?" Tanya Lin Yi dengan tangan sibuk menaruh pakaiannya.
"Kenapa nggak, disini orangnya ramah."
"Hem." Lin Yi mengangguk mengiyakan, benar, ramah dan ada gadis yang ingin ia miliki selamanya.
"Kau benar-benar bangkrut? Atau hanya mencari belas kasih Safma saja?" Selidik River, sudah mengacuhkan game yang dimainkannya dan fokus pada manusia mencurigakan itu.
Bagaimana tidak mencurigakan, tiba-tiba saja pria muda itu datang dan mencurahkan isi hatinya seperti yang diceritakan oleh Safma tadi. Apakah itu hanya akal-akalan orang itu saja atau ada maksud lain?
Menghela nafas seakan-akan tidak bisa bernapas lagi, Lin Yi agak tak terima dengan tuduhan pemuda itu. Ck, dia tidak selicik itu ya untuk mendapatkan seorang gadis.
"Kau mencurigai ku bocah? Hapus asumsi konyolmu itu, mana mungkin aku mengarang soal kakekku, beliau sudah sangat baik padaku." Dingin Lin Yi.
"Safma itu gadis lugu dan naif, jadi jangan pernah mempermainkannya!" Peringatan dari River tak main-main.
Mendengus dingin, "Selain itu, Safma adalah gadis yang rapuh, jadi jangan membebani gadis itu dengan masalah hidupmu!" Ejek Lin Yi.
Suasana yang tadinya agak panas karena AC, kini lebih panas dengan sumber yang berbeda.
Dan, untuk kedua orang yang berjenis kelamin sama itu, kenapa seakan menjadi orang yang paling tahu diri Safma sih. Malah seakan saling memperingatkan satu sama lain karena sisi lain Safma yang seperti gadis lainnya namun gadis itu pintar sekali menyembunyikannya.
Terkekeh kecil, "Apa kau tau jika Safma korban pelecehan waktu kecil? Dan jika kau tahu hal itu apakah kau akan tetap mengejarnya atau melepaskannya?" Selidik River, sengaja tidak menjelaskan bahwa itu hanyalah hampir terjadi pelecehan karena Safma sendiri masih virgin, dan apa reaksi orang kaya itu?
Shock
Lin Yi shock mendengar penuturan River, pasti berat bagi Safma untuk tetap normal menghadapi dunia khususnya makhluk sosial lainnya.
"Aku pertama kali memiliki perasaan tertarik pada lawan jenis karena kesibukanku dalam pendidikan yang keluarga ku berikan. Dan itu adalah Safma, tentu saja aku akan menerima dirinya apa adanya, bahkan jika dia memiliki kekurangan lain yang tidak ingin dia tunjukkan pun aku akan menerimanya sepenuh hati." Jujur Lin Yi dengan tulus mengutarakan isi hatinya.
Mau tak mau, River menceritakan semua hal yang pernah Safma ceritakan perihal masa lalunya. Kalau boleh jujur, River ingin Lin Yi mundur sekarang, karena bisa dikatakan jika si River ingin egois terhadap gadis yang pernah menyelamatkan dirinya dijembatan itu.
Toh River pikir, dirinya dan Safma sama-sama pernah terluka, jadi mereka memiliki alasan yang sama untuk bersama bukan? Ditambah, River juga memiliki selera humor yang baik daripada manusia yang saat ini satu ruangan bersamanya.
"Apa maksudmu menceritakan itu semua? Kau pikir aku akan mundur karena hal itu heh?" Remeh Lin Yi yang berhasil menebak pikiran River. Oh ayolah, Lin Yi sudah banyak bertemu berbagai jenis manusia dan Lin Yi juga belajar bahasa tubuh manusia, so, gampang bagi Lin Yi untuk menebak pemuda itu.
Sebenarnya merasa kesal karena sudah berhasil tertebak, namun River sengaja menyembunyikan itu dengan wajah datarnya. "Masih mau maju atau mundur?" To the point River tak sabar.
"Sudah aku bilang, aku akan menerima Safma apa adanya walaupun jika dia memiliki sifat buruk sekalipun. Dia adalah gadis yang berhasil mengambil hatiku dan pikiranku, jadi jangan berharap dengan ceritamu itu, aku akan mundur begitu saja? Ckck, benar-benar bocah, sudahlah, jika ingin mendapatkan Safma, lebih baik kita bersaing secara sehat okay?" Setelah mengatakan hal itu, Lin Yi pergi ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Sedangkan River, pemuda itu mengepalkan tangannya, seolah berusaha menyimpan emosi disana. "Sial!" Gumamnya pelan seraya melirik tajam kamar mandi.
Beberapa menit kemudian pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Lin Yi yang tersenyum tipis kearah River dengan pakaian yang sudah berganti menjadi kemeja warna biru terlihat sangat formal. Kemudian melangkah mendekati sofa dan duduk setelahnya.
"Tidak perlu ikut campur masalah aku berbohong atau tidak, yang perlu kau ketahui adalah, bahwa Safma tahu mana kebohongan dan kejujuran. Gadis itu bisa membacanya, jadi jangan khawatir." Kemudian membuka layar tablet yang menampilkan pasar saham miliknya, "Dan soal masa lalunya, kenapa kamu bisa-bisanya buka aib gadis itu padaku? Padahal mungkin saja gadis itu saat menceritakan aibnya padamu karena dia percaya padamu. Lucu sekali rasanya, dia tidak pernah membongkar aibmu, tapi kau sendiri membuka aibnya agar orang lain mundur mendengar itu?" Remeh Lin Yi, kepalanya menggeleng tak habis pikir dengan pemuda itu.
Terhenyak dengan penuturan Lin Yi yang secara langsung menyalahkan dirinya, "Huh, maaf ..." Benar, jika dipikirkan kembali, River terlalu kekanak-kanakan, padahal Safma sudah menyelamatkan nyawanya dan dia?
Apa yang telah River katakan beberapa waktu yang lalu terlalu payah. River jadi merasa bersalah pada gadis itu, ah bodohnya dia bisa-bisanya membuka aib Safma tanpa seizin gadis itu.
"Minta maaflah pada gadis itu!"
Menoleh dengan enggan, River menghela nafasnya lelah, "Tanpa kamu katakan juga akan aku lakukan." Sinisnya.
"Nah, harusnya memang begitu." Datar Lin Yi yang masih fokus dengan sahamnya.