Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Rok pendek
Aku meletakkan kembali tas ku kedalam lemari, menghela napas penuh dengan kekecewaan, lalu tiba tiba aku mendengar langkah kaki mendekat diiringi suara pintu yang terbuka, kulihat Dewa masuk ke dalam kamar berjalan menunduk.
"Mau pergi kemana" Tanya nya sekali lagi.
Aku menutup pintu lemari dan menghadap ke arah Dewa,menggeleng kecil saat mata kami saling bertemu.
"Tidak...Aku hanya akan duduk di kamar." Jawabku melirik ke arah kasur, seolah menunjukkan kepada Dewa "yah, disanalah aku akan duduk termenung, berjam jam hingga hari berganti"
"Kamu ingin menemui siapa diluar sana? Dengan pakaian begini?" Suaranya pelan tapi dalam, memandangi tubuhku dari atas sampai bawah.
Aku terkejut, tidak ada yang aneh dengan pakaianku, aku selalu seperti ini dan akupun tidak berniat bertemu dengan siapa siapa diluar sana, hanya ingin membuang semua rasa jenuh ku dirumah ini.
"Jawab, Nadira" Katanya semakin dingin.
"Aku tidak akan menemui siapapun..."
"Bohong" Dewa memotong kalimatku.
Aku terdiam, menatap nya berusaha menerka ada apa dibalik pikirannya, seperti apa aku di matanya.
"Kau ingin menemui lelaki itu kan? Dengan rok pendek seperti ini? Apa kau penggoda Nadira-
Plak!
Tanganku mendarat dengan kencang ke pipinya. Suara tamparan itu menggema di ruangan yang tiba tiba menjadi hening. Napasku memburu, tubuhku bergetar, entah karena marah, takut atau terluka.
"Jaga ucapanmu, Dewa" Suaraku gemetar.
Dewa membeku.Tatapannya terdiam- Tidak marah, tidak terkejut, justru kosong. Tangannya terangkat menyentuh pipinya perlahan, seolah dia tidak percaya seseorang benar benar berani menamparnya.
"Beraninya kau menyentuhku" Katanya, suaranya rendah namun menusuk. Dia melangkah maju mendekat, membuatku ikut melangkah mundur, saat itu aku takut, membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Lalu langkah ku tehenti saat punggungku menyentuh pintu lemari.
"Aku hanya ingin keluar sejenak! Aku tidak akan menemui siapa siapa" Kataku memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan semua luka di mata ku.
Lalu tiba tiba tangan besarnya menghantam lemari, tepat disebelah telingaku. Aku terkejut, bahuku menegang, tangan ku gemetaran, menatap sorot mata yang tajam itu.
"Kau menamparku karena aku menyebutmu penggoda, tapi kau menolak disentuh oleh suamimu sendiri, berpakaian seperti ini,keluar sendirian, menjual wajah sedih kepada siapapun yang mengajakmu bicara agar dikasihani!. Apa bedanya, Nadira" Katanya dengan nada rendah namun mengancam. Napas Dewa memburu, dia terlalu dekat hingga aku dapat mencium aroma parfum yang dia kenakan.
"Aku tidak seperti itu" Kataku pelan, menunduk dihadapannya.
Dewa melangkah mundur satu kali, lalu tertawa kecil, tawa pendek, datar, seperti mengejek.
"kau membuatku jijik" Dia berjalan membelakangi ku, menuju pintu.
"Aku hanya ingin keluar sejenak, apa itu salah?" Tanyaku dengan air mata yang mulai mengalir dipipi. dari ujung mataku aku melihat Dewa berhenti berjalan, namun masih membelakangiku, seolah dia menunggu kalimat yang akan aku ucapkan selanjutnya.
"Salah karena aku berusaha untuk tetap waras di tengah semua ini!" Suaraku mulai bergetar, aku mengangkat kepalaku dan melihat punggung besar yang membelakangi ku.
"Dirumah ini... dalam pernikahan ini...bahkan untuk menyapaku saja kau enggan." Lanjutku, suaraku kini datar tapi penuh tekanan. "Kau mengacuhkanku, tidak pernah mengajakku bicara, tidak pernah menanyakan kabarku apakah aku merasa hidup atau mati di dalam rumah ini."
Lalu hening. Dewa membalik badannya melihat ke arahku, mata kami kembali bertemu, Aku dengan deraian air mata sedangkan Dewa matanya terlihat kecewa entah kepada siapa, Aku? atau Dirinya sendiri?
"Aku berbeda denganmu Dewa," Kali ini suaraku lebih tenang dan pelan. "Kau bekerja, Bertemu banyak orang, mengundang temanmu kerumah untuk menemani mu seharian, Sedangkan aku? membisu, Aku tidak memiliki siapapun untuk diajak berbicara, aku tidak memiliki teman, tidak ada siapa pun."
Aku berhenti sejenak, menatapnya dalam dalam.
"Aku hanya ingin duduk di pinggir jalan, memperhatikan orang orang yang lewat...agar aku tidak merasa sendirian."
Dewa terdiam, cukup lama. Hingga akhirnya dia membalik tubuhnya dan berjalan meninggalkan aku sendiri dikamar, aku menatap punggung itu hingga hilang di balik pintu.Semua ketegangan ini membuat sekujur tubuhku lemas.
.hans bayar laki2 tmn SMA itu